Di dalam kantin. Elshinta berdiri sambil menunggu Beno mendapatkan bangku kosong. Tatapan matanya tertuju pada murid perempuan cantik. Kulit putih, rambut hitam, sedang berbicara pada temannya yang membetulkan kaos kakinya.
Sesekali murid itu menoleh ke arah Elshinta yang sedang memperhatikannya. Ia pun berbisik dengan teman di sebelah kanannya, sambil mengarahkan pembicaraan ke arah Elshinta. Sorotan matanya terlihat tajam.
Beno meraih tangan Elshinta dan menuntunnya ke bangku Kanaya yang kebetulan sedang sendiri. Adam mengikutinya dari belakang.
Elshinta berbisik ke telinga Beno, "Kenapa anak-anak cewek sekolah ini pada kayak singa ya?" Beno tertawa kecil dan berbisik balik ke Elshinta, "lagi pada datang bulan?"
"Di larang berisik." Kalimat itu terucap dari mulut Kanaya yang merasa terganggu dengan tawa kecil mereka. Lalu Kanaya meninggalkan mereka bertiga.
"Kanaya kenapa sih, kayaknya nggak suka banget sama gua?" tanya Elshinta sambil mengaduk-ngaduk minumannya.
"Dia emang seperti itu. Baik kok orangnya, ntar juga lu hatam dengan sifatnya," jelas Beno dengan setengah meledek Elshinta.
Tiba-tiba terdengar percakapan beberapa murid lain membicarakan soal kegiatan eskul. Yang dimana anak kelas tiga tidak diperbolehkan mengikutinya. Karena harus konsentrasi pada pelajaran agar siap menghadapi ujian.
Pendapat murid satu dan murid yang lain tersebut saling pro dan kontra. Terlebih-lebih mereka membicarakan Aluna Rimba. Murid yang berhasil membawa nama sekolah dikenal dimana-mana.
"Aluna Rimba, anak apa?" tanya Elshinta pelan pada Beno.
Beno sedikit memajukan bibirnya ke arah murid perempuan yang Elshinta lihat pada awal masuk kantin. Elshinta kembali memperhatikan murid perempuan itu.
Sehebat itukah Aluna Rimba di mata para murid lain. Sampai-sampai ada pro dan kontra. Bahkan ada murid perempuan yang mau membenarkan kaos kakinya. Pikiran Elshinta mulai ingin mengetahui jelas tentang Aluna Rimba.
"Elshinta," Adam memanggil dengan suara lemah lembut.