DI JALAN MENUJU LAPANGAN
Airin berjalan sambil menggerutu kesal. Airin tahu dia bukan siapa – siapa untuk Lukas. Dia juga tak berhak untuk marah. Bahkan cemburu pun juga akan sia-sia.
Di tengah kekesalannya, ia melihat siswa-siswa lain yang berlarian dan berkerumun menuju areal mading utama. Airin melihat Ganta lewat, jalan terburu-buru, lalu bertanya.
"Gan, lu mau kemana buru-buru gitu?"
"Itu loh Rin, pengumuman pembagian kelas udah di tempel, gue penasaran mau lihat, yuk buruan biar bisa cari posisi strategis di kelas baru." Ucap Ganta dengan tergesa.
Airin yang tak mau dapat tempat duduk yang zonk di Kelas XII juga buru-buru melihat pengumuman dan menghubungi Dinda.
🦋🦋🦋
DI KELAS XI MIPA 1
Dinda tersenyum malu-malu, matanya tak lepas dari layar gadget di depannya. Hatinya berdebar setiap kali melihat sosok Oppa Lee Min Ho yang memerankan karakter menawan dalam drama kesayangannya, The Legend Of The Blue Sea. Entah sudah ke berapa kali ia menonton ulang drama korea yang satu itu.
"Oppa... saranghae..." ucap Dinda yang masih tersipu malu membayangkan dirinya adalah Shim Cheong tokoh utama perempuan di drama itu yang diperankan Jun Ji-hyun.
Di dalam khayalannya, Dinda bukan lagi gadis biasa, tapi menjadi Shim Cheong yang sedang dipayungi dengan lembut oleh Heo Joon-jae, sang pria idaman. Namun, bukan Joon-jae versi Lee Min Ho yang muncul di kepalanya, melainkan laki-laki gapura kabupaten versi nyata yang ada di kelas sebelah. Senyumannya hari ini terasa seperti potongan adegan K-Drama yang lolos dari naskah.
"Din... din...? Kenapa dah ni orang senyum-senyum sendiri?" Ema memanggil Dinda yang masih tersipu tenggelam dalam khayalannya.
Ema heran melihat Dinda takut temannya hilang kewarasannya. Dia melambaikan tangannya di depan wajah Dinda.
"Ah lagi nonton drakor tuh dia, lihat tuh gadgetnya." Saut Icel ke Ema.
"Ehh... sing eling Diin!" Ema menepuk pundak Dinda dan menyadarkan Dinda dari khayalannya dengan suara bervolume tinggi.
"Ah...ganggu aja lo." Saut Dinda cemberut ke dua orang yang telah mengacaukan scenario khayalannya yang manis.
"Lo sih, pagi-pagi udah senyum-senyum sendiri kek orang gak waras. Drakor terosss...Drakor teross" Ema menggoda teman sekelasnya itu.
"Ya biarin aja! Gadget-gadget gue, kuota-kuota gue, yang nonton juga gue. Kok lo yang repot?" balas Dinda dengan gaya sok jutek, meski senyum geli masih terselip di sudut bibirnya.
"Ya kalau lo kesurupan semua orang juga repot, Dinda..."
"Guys, pengumuman pembagian kelas udah di tempel tu di mading sekolah" Cia, kepala suku XII MIPA 1 datang membawa kabar yang ditunggu-tunggu semua siswa.
Secara tak sengaja Cia memecah perdebatan antara Dinda dan Ema. Dengan kecepatan seribu kilometer per jam, Dinda berlari ke luar kelas hendak menuju mading utama. Ia tak boleh sampai ketinggalan dan dapat sisa kursi yang zonk. Badannya yang mungil gemoy bak botol Yakult menyusup diantara siswa-siswa lain yang juga jalan tergesa tak mau ketinggalan.
Namun sialan kepret, lantai tangga yang licin membuatnya terpeleset. Nasib baik, dewi fortuna masih menyelamatkan dirinya, lewat tangan besar yang menahan punggungnya dari belakang.
Jantungnya dibuat memompa 3 kali lebih cepat melihat wajah dari tangan laki-laki yang menyelamatkannya dari kepala benjol.
(Laki-laki gapura kabupatenku...) ucap Dinda dalam hati.
"Eh sorry, lo gak apa kan?" Tanya Rian, laki-laki gapura kabupaten yang benar-benar keluar dari khayalan Dinda, kini ada dihadapannya.
"Ah iya, gak papa kok. Btw makasih ya lo tadi udah nolongin gue. Kalau bukan karena lo mungkin gue udah masuk UGD." Ucap Dinda dengan nafas terengah-engah, entah karena lelah habis berlari, atau karena grogi, atau karena keduanya.
"Beb... Kenapa?" Suara lembut itu berhasil memalingkan perhatian Rian dan meredakan debar jantung Dinda.
Senyum Dinda memudar, matanya terpaku melihat sosok Cantika yang sesuai namanya cantik dan menawan. Cantika memang cocok bersanding dengan Rian.
"Ini tadi, aku nolongin dia, hampir jatuh." Jawab Rian menatap pacarnya itu, Rian mengulurkan tangannya, memberi sinyal mengajak bergandengan.
"Oh Dinda, ya ampun Din, hati-hati, kan madingnya gak bakal pergi. Gue sama Rian juga mau kesana, lo mau bareng?"
"Gak usah can, lo duluan aja."