Butterfly Era (Season 1)

Noonanisa
Chapter #4

4. Eps 1 - Cinta Pertama (Part 3)

MALAM PENUTUPAN MPLS (19.00)

Hari-hari penuh penyiksaan verbal akan segera berakhir. Mulai besok telinga para Casis akan bebas dari suara teriakan DOK dan sirine Toa yang membuat mereka nyaris pergi ke dokter THT. Namun itu masih besok, malam ini akan jadi malam pembantaian terakhir mereka.

"Casis!!! Udah hari terakhir masih gak bisa baris!!!" teriak komandan satya melihat barisan casis yang belum rapi.

"Malu-maluin yang seperti ini mau jadi siswa SMANSA." Tambah Gita membuat casis menunduk malu.

"Udah hari terakhir masih belum ada perubahan. Mau ditambah MPLSnya!!!" Gema mengeluarkan kata-kata ancamannya, mebuat wajah casis tegang, walau ada beberapa yang tampak hirau tak percaya.

"Kalian pikir kita seneng marah-marah gini, NGGAK WOE!!!" Ganta berteriak.

"Capek tau!! Capek... Kalian pikir kalian aja yang capek, kami juga capek..." Ucap Ganta sambil menepuk-nepuk dadanya, ia menunjukkan wajah penuh kecewa.

Entah kenapa, Airin tak takut melihat drama ini, justru ia ingin tertawa melihat Ganta yang nampak bersandiwara. Airin tahu Ganta tengah berakting terlihat dari bulu hidungnya yang bergetar akibat menahan tawa.

"Kalian semua sekarang rentangkan tangan, Cepat!!!" Teriak Komandan Satya membuat casis tersentak segera melalukan perintahnya.

"Casis!! Ini sudah hari terakhir tapi kalian belum sadar. Sekarang dengarkan perintah saya!!!" Teriak Ganta kepada seluruh casis.

"Semuanya jongkok!!!" perintah Ganta, seluruh casis serentak jongkok, walau ada yang masih kelabakan.

"Seluruhnya tengkurap!!!" Casis mengikuti perintah Ganta sambil kebingungan menoleh dan berbicara satu sama lain.

"Casis yang Gerak badannya bukan mulutnya!!" serentak semua diam, suasana hening.

"Ambil sikap terlentang..."

"Jangan Tidur!!!"

"Sekarang lihat ke atas. Pandang semua bintang yang ada di hadapan kalian, bintang – bintang yang sangat tinggi setinggi cita-cita dan mimpi kalian. Pilih mana yang mau kalian gapai."

Suara Ganta kini mulai semakin pelan dan lembut berpadu dengan lantunan instrumen yang sendu dan pilu, menyentuh relung hati yang paling dalam. Malam renungan pun perlahan dimulai.

"Sekarang... pejamkan mata, bayangankan wajah... orang tua kalian."

"Bayangkan senyum di wajah orang tua kalian, ketika melihat anak-anaknya tumbuh menjadi orang yang sukses menggapai cita-citanya."

"Segala tetes peluh dan perjuangan mereka, Ayah kalian yang banting tulang demi menyekolahkan anak-anaknya, Ibu kalian yang bangun pagi memasak agar anaknya tak kelaparan, semua dilakukan merka walau tanpa bayaran, bahkan kata terima kasih pun tak terucapkan."

Alunan musik sendu membuat suasan menjadi semakin haru. Beberapa casis tampak sudah meneteskan air mata, ada juga yang berusaha menahan tangis, walau ada juga yang berusaha keras menahan tawa.

Berbeda dari sebelumnya, kata-kata Mutiara Ganta yang mengalun lembut bersama lantunan instrumen sendu, berhasil membawa Airin larut dalam suasana hingga hatinya tergugah dan matanya nyaris basah oleh air mata.

Nadhira yang melihat Airin mengusap air mata, tergugah untuk datang menghampiri Airin, sekaligus memperbaiki suasana buruk yang terjadi antara mereka karena kejadian beberapa hari lalu.

"Rin, lo kenapa nangis?"

"Nggak pa pa kok." Airin mengusap matanya sambil menoleh ke arah lain agar Nadhira tak melihatnya menangis.

"Jujur aja gak apa, lo nangis kenapa?"

"Gue sedih aja dengar kata-kata renungan malam ini"

"Kan yang renungan bukan lo tapi casis, kenapa lo yang sedih?" tanya Dhira nadanya lembut karena sesuai tujuan awal, ia ingin membuat suasana lebih baik.

"Gue ingat orang tua gue aja"

"Maaf Rin, tapi emang orang tua lo dimana sekarang?"

"Di rumah sih."

Nadhira menarik nafas panjang, ia pikir orang tua Airin sudah tiada atau terpisah jauh. Tau-tanya lah...

"Salah emang gue." Nadhira pergi meninggalkan Airin sambil menggeleng-gelengkan kepalannya heran dengan keabsurdan Airin.

Lukas yang ada di seberang lapangan berjalan perlahan. Lukas berdiri di depan Airin berusahaa menutupi Airin yang tengah larut dalam nuansa sedih malam renungan. Lukas tak mau semakin banyak panitia atau casis yang melihat Airin menangis.

"Nih, lap dulu air mata lo, malu ih diliatin yang lain." Lukas mengulurkan sapu tangan ke Airin, ingin rasanya Lukas mengusap air mata Airin langsung dengan tangannya, tapi tak bisa.

Lihat selengkapnya