Setiap manusia mengalami masa, setiap masa memiliki memori tersendiri, entah itu manis, pahit, hingga yang membuat luka.
Desir angin malam meniup lembut pipi gadis manis itu, rambutnya berkibar berhamburan diudara, Aya menggosok bahunya sendiri, mencoba menemukan kehangatan. Dimas menyadari bahwa Aya sedang kedinginan, lantas Dimas melepas jaket hitamnya lalu membalut tubuh kecil Gadis itu.
Perlakuan Dimas berbuah ucapan terima kasih dan senyuman manis dari Aya. "Udah malem gini mending gue anter lo pulang aja ya." Aya menggeleng menolak tawaran Dimas.
"Gue belum mau pulang lagian ini belum malem kali." Dimas hanya bisa menghela nafas pelan. Waktu menunjukkan jam delapan malam, namun Dimas khawatir untuk membawa seorang Gadis malam – malam gini ikut bersamanya.
"Kalo gitu sekarang lo mau kemana? " pertanyaan Dimas hanya di balas gedikkan bahu dari Aya.
"Gatau, asal jangan ke rumah gue aja, belum mau pulang." Dimas menggaruk tengkuknya bingung. Dimas masih berpikir sampai sebuah ide melintas dikepalanya, lantas ia menarik Aya naik lalu ke motor, sebelum ia menarik gas motornya meninggalkan tempat mereka.
"Kita mau kemana nih?" tanya Aya yang penasaran.
"Udah ikut aja, kata nya belum mau pulang tadi. " Aya hanya terdiam mendengar jawaban Dimas. Kini mereka melaju diatas jalanan Jakarta, Dimas berpikir, ia akan mengajak Aya ke dunianya.
***
Sesampainyanya di tempat tujuan, Dimas memakirkan motornya kemudian berjalan menuju teman – temannya yang ada di ujung sana, tidak lupa memperkenalkan gadis yang di bawanya.
"Cewek lo bro? " Dimas menatap Aya sebelum menjawab pertanyaan temannya.
"Bukan, dia tau – tau mau ikut gue aja ke sini, ga kenal langsung minta ikut – aw." Aya langsung mencubit pinggang Dimas, memangnya ia kira Aya anak ilang? Dimas hanya terkekeh ditempatnya, kemudian memperkenalkan Aya pada teman – temannya.
Di sana tampak banyak sekali pemuda pemudi yang asik bercengkrama, bernyanyi, bermain gitar, tidak lepas dari pemuda yang suka minum. Di sana pikiran Aya campur aduk, entah ini dunia yang benar untuk di datanginya atau justru sebaliknyanya.
Tempat tongkrongan Dimas ini outdoor, suara riuh di mana – mana, namun ini berbeda dengan clubbing, tempat tongkrongan Dimas layak nya alun – alun yang di penuhi pemuda pemudi.
Aya bernafas lega setelah mengetahui Dimas menghampiri teman – temannya yang sedang bernyanyi, berkumpul, bercengkrama, karena sebelumnya Aya menduga bahwa Dimas akan menghampiri gerombolan pemuda yang suka minum.
"Kenapa? Lo ga suka? " Tanya Dimas yang dari tadi memperhatikan Aya, terlihat sedang beradaptasi dengan lingkungan di sekitar.
"Di sini ga semuanya seperti dugaan lo, disini seperti ada beberapa bagian golongan orang orang yang suka bermusik, sekedar ngobrol, atau cuma minum – minum ga jelas. Tapi ya tetep aja lo harus waspada sama sekitar ya." Aya hanya mengangguk paham setelah mendengar penjelasan Dimas. Seperti sudah bisa beradaptasi, di sana ia sudah berkenalan dengan beberapa gadis seumurannya, mendapat teman baru, bercengkrama, Di sana Aya sudah mengenal Febi, Yola, dan Lisa.
Mereka menanyai banyak hal bagaimana Aya bisa kenal dengan Dimas, dan menceritakan sosok seorang Adimas pada Aya. Membuat Aya semakin mengenal siapa sosok pemuda yang bersamanya setelah hampir seharian ini.
***
"Kamu itu sudah menyakiti Aya tapi kenapa masih berani menampakkan diri ke sini?" tanya bu Sarah kepada Aldi yang datang ke rumah Aya.
"Saya cuma mau jelasin semua nya sama Aya tante." Aldi menjawab dengan tampang merasa bersalah. Aldi merasa sangat menyesal menghianati Aya, dia mengaku bahwa dia hanya Khilaf, dan benar benar tidak ingin putus dengan Aya.
"Aya nya ga ada, pergi keluar dari siang belum pulang ke rumah, kamu kalo mau minta maaf bilang aja langsung sama Aya. " nada bicara Sarah terdengar penuh penekanan pada sosok pemuda yang ada di hadapannya.
"Kalo gitu saya bakal nunggu di sini tante sampe Aya pulang." Sarah hanya membalas dengan gedikkan bahu tampak tak perduli lalu memalingkan tubuhnya hendak meninggalkan Aldi di teras rumah. Aldi menghela nafas, setidaknya dia tidak di usir dari rumah Aya. Di beri kesempatan untuk menunggu walaupun di teras.
Gue gamau kehilangan lo Ay. Batin Aldi.
***
Aya sudah izin pada Dimas untk mengambil minuman kaleng yang ada di seberang tongkrongan mereka. Di sana terlihat beberapa pemuda, Aya sempat ragu, namun keringnya tenggorokan mengalahkan keraguannya.
"Cewe.. " panggil salah seorang pemuda di sana. Aya pura – pura tidak mendengarnya dan tampak tak mempedulikannya, sambil membuka minuman kaleng lalu menenggaknya. Dengan santainya pemuda itu menghampiri Aya.
"Sombong banget si, mau kenalan doang juga." Aya mulai menatap pemuda itu dengan sinis lalu kembali memalingkan wajahnya. Tanpa aba – aba pemuda itu menyodorkan tangannya kepada Aya.
"Gue Rino, cowo paling famous di sini, masa iya cewek kaya lo gamau kenalan Sama cowok ganteng kaya gue." Aya mendelik tajam pada pemuda itu, tampak tidak suka dengan kalimatnya.
"Ye. sok ganteng lo. Gue gamau kenalan ama lo, kesan pertama aja udah ga enak." Kalimat Aya membuat pemuda itu menghampirinya semakin dekat dengan tatapan menyalang.
Aya mulai mewaspadai pemuda itu, ia membuat jarak di antara mereka, merasa pemuda itu makin berbahaya saat di dekatnya. Dari kejauhan Dimas tampak sedang mengawasi apa yang akan di lakukan pemuda itu kepada Aya.