Setiap manusia pasti menyimpan sesuatu, menyimpan kenangan manis, pahit. Menyimpan keburukan, bahkan mungkin menyimpan luka.
***
Aya memulai kembali semester kuliah yang sudah habis masa liburnya, siang ini dia memulai kembali aktivitasnya sebagai anak kampus. Aktivitas menjual bunga keliling pun ia kurangi karena harus kembali fokus kuliah.
Menuju semester akhir di masa perkuliahannya, bisa di bilang ini adalah masa masa tersulit bagi nya. Meskipun semester baru saja di mulai, tidak menutup kemungkinan ia di sibukkan dengan tugas yang menumpuk apalagi tugas liburannya yang harus nya selesai siang ini.
"Dulu waktu SMA ga gini banget deh." Aya bersungut, ia baru saja menyelesaikan kelas pertamanya pagi ini, sekarang ia berada dikantin kampus bersama temannya.
"Kenapa Ay? Kusut banget kaya nya." Tanya salah seorang teman Aya yang akrab di sapa Dewi.
"Tugas gue belom kelar Dew." Nada bicara Aya terdengar seperti di bebani bola dunia di punggungnya.
"Liburan udah lama banget dan lo masih belom kelarin tugas lo juga?" Omelan Dewi hanya di sahuti gelangan dari Aya.
"Nih. Liat aja tugas gue." Dewi menyodorkan tugasnya pada Aya, yang membuat gadis itu menatap haru pada Dewi. Itu adalah tugas libur semester yang belum Aya kerjakan.
"Makasih ya dew." mata Aya berbinar berbinar, nada bicara Aya berubah menjadi ceria seolah – olah dirinya sudah di tolong malaikat.
"Cepetan ya abis itu di print! Dikit lagi kelas." Aya membentuk jari nya berbentuk menjadi ‘O’ pertanda jawaban "Oke."
***
Di tempat yang jauh dari Kampus Aya, Dimas duduk didepan komputernya, editing juga sebagian dari pekerjaan Dimas. Dimas menyandarkan tubuhnya di kursi, berniat mencari mood sebentar. Ia menatap foto dirinya dengan Salma yang memakai seragam sekolah di penuhi coretan, foto yang diambil setelah pengumuman kelulusan. Ia selalu menatap foto itu untuk membangkitkan kembali semangat kerjanya.
Andaikan dari dulu lo kenal gue bukan sebagai sahabat Sal. Mungkin orang yang bakalan nikah sama lo itu gue.
Dimas menggeleng kepalanya berusaha mengambil kembali kewarasannya. "Mikir apa gue barusan? "gumam Dimas.
Dimas meraih foto yang sedari tadi ia tatap, Ia mengusapnya, Tatapannya penuh kerinduan ketika menatap foto itu. Ia Rindu bagaimana hari – hari masih sering bersama Salma sejak dulu, hingga jari – jari nya pergi ke bagian belakang bingkai.
Seketika Dimas mengernyit, Sesuatu telah hilang dari belakang bingkai tersebut. Dimas membalikan bingkai foto itu. "Lho?"
Surat yang Dimas tulis untuk Salma hilang entah kemana. Dimas mengernyit kebingungan, bagaimana surat itu bisa hilang dari tempatnya. Sudah lama juga surat itu bersarang di sana.
Namun sekelibat perkiraan mengalihkan perhatiannya. Dimas berpikir bahwa mungkin dirinya lupa telah memindahkannya atau memang sudah dibuang, jadi Dimas tidak terlalu memperdulikannya asalkan Salma tidak tahu soal surat itu.
Pemuda itu meletakkan kembali bingkai fotonya pada posisi semula, sesekali ia memperbaiki posisinya, Kemudian kedua sudut bibirnya tertarik ke atas hingga lesung pipinya terlihat, sebelum kembali mengerjakan pekerjaannya.
***
Sore hari tiba. Aya baru saja menyelesaikan kelasnya. Baru beberapa langkah setelah meninggalkan kelas, Aldi sudah terlihat diujung sana dari arah berlawanan. Aya pura – pura tidak melihat dan melanjutkan langkahnya.
"Aya." Panggilan Aldi sudah terdengar, sementara Aya mencoba untuk mengabaikannya.
"Lo masih belum maafin gue?” Aya melengos, tetap pura – pura tidak melihat, sementara Aldi berusaha menyamai langkah kaki Aya yang berjalan cepat.
"Ay." masih tidak ada jawaban dari Aya.
"Ay, please Ay, give me a chance." Kalimat Aldi barusan berhasil membuat Aya menghentikan gerakannya. Berharap dapat respon positif dari Aya namun selanjutnya kata – kata yang terlontar dari Aya malah sebaliknya.
"Apa si? Lo ngomong aja ama tembok." Ketus Aya, Gadis itu masih tidak Menatap Aldi.
"Gue cuma mau kita kaya dulu lagi Ay." Suaranya terdengar seperti memohon, membuat Aya akhirnya menoleh padanya. "Kalau lo ga selingkuh kaya kemarin, ga mungkin kan hari ini lo minta maaf ke gue, " Aya menggantung kalimat nya lalu melanjutkan.
"Terus sekarang dengan mudahnya minta maaf? Minta balikan? Mudah banget kayaknya hidup lo." Suara Aya terdengar sangsi bagi Aldi.
"Kemarin gue beneran Hilaf Ay, Gita cuma manfaatin gue doang." jelas Aldi yang nyata adanya, wanita selingkuhannya hanya ingin menguras harta yang dimiliki Aldi. Aya mengangkat Alisnya berusaha percaya dengan Aldi.