Aku siap menjadi bulan yang menemanimu diwaktu malam setelah matahari meninggalkan mu saat senja menjemput.
***
Sudah berhari – hari sejak Dimas mengantar Salma pergi memfitting gaun pernikahan untuk Salma, menghitung hari–tidak bahkan hanya tinggal menghitung jam untuk hari pernikahannya. Hari Dimas benar – benar akan menyaksikan Sahabat tersayangnya atau orang yang dicintainya berada diatas pelaminan namun dengan orang lain.
Aya mendapati Dimas sedang duduk dipinggir lapangan basket, memegang sebuah undangan pernikahan yang tertulis "Dimas & Partner."
"Dimas. Ayo lagi." Aya yang sedang bermain basket memanggil Dimas meminta untuk melanjutkan permainan mereka. Jengah Karena Dimas tidak menoleh sama sekali, Aya menghampiri Dimas yang kemudian mendapati sesuatu yang dipegang Dimas yang menjadi fokusnya saat ini.
“Ya ampun Dimas.” Aya berseru, membuat Dimas berjengit kaget. “Lo cuekin gue Cuma buat liat selembar undangan?”
Aya menjulurkan kepalanya, lalu mendapati nama pengantin yang akan menikah. Dengan melihatnya saja Aya sudah tau kenapa Dimas menjadi merenung seperti ini. "Ck,ck,ck. Galauin mantan?"
"Bukan mantan kali." Kilah Dimas. Aya terkekeh geli mendengar jawaban Dimas. "Berarti kasih tak sampai." Tukas Aya. Dimas tersenyum pahit mendengarnya. Aya mendekati Dimas, kemudian merabah wajah Dimas, berusaha menemukan pandangan mata itu. Sorot mata yang selalu membuat Aya kembali menjadi dirinya sendiri.
"Selama ini lo selalu kuat, lo selalu membuat gue kembali menjadi diri gue sendiri, ga banget rasanya ngeliat Dimas gue galau kaya gini Cuma karena kasih tak sampai." Dimas tertawa renyah, "Gue denger kata – kata itu dari orang yang galau Cuma karena perlakuan mantan yang nyuekin dia." Aya melotot pada Dimas sebelum menginjak kakinya. “–aw.”
Pemuda itu meringis namun sambil tertawa, Belum puas, Aya kemudian mencubitnya, menggelitik, memukul hingga mereka sama – sama tejatuh ditanah, sampai mereka menemukan wajah mereka yang hanya berjarak ruang nafas antara mereka berdua. Hening tercipta diantara mereka, saat ini mereka saling mengunci dalam manik mata satu sama lain.
Deg deg deg.
Ritme jantung antara keduanya bergerak cepat, aliran darah berdesir hebat, hangat menjalar, berharap waktu berhenti saat ini juga. Aya menarik kesadarannya menuju realitas hingga membuat Dimas tersentak dan mereka kembali ke kesadarannya.
Canggung menyelimuti mereka selama beberapa detik, hanya hening yang ada diantara mereka, angin berhembus membelai pipi mereka dengan lembut.
"Emm, lo.." Dimas yang pertama memecah keheningan mereka, berusaha mencairkan suasana canggung, "Mau jadi partner gue ke Pernikahan Salma?" Aya menoleh sebelum ia menunjukkan senyum manisnya.
"Gausah ditanya, gue lagi pengen makan prasmanan pesta nikahan nih." Aya berusaha memecah kecanggungan mereka, mereka tertawa seakan tidak terjadi apa – apa.
***
Kamar seorang gadis sudah berantakan oleh banyak baju yang tidak ia pilih. Sudah setengah jam gadis itu memilah milah baju yang akan ia pakai untuk pesta pernikahan malam ini, hingga akhirnya ia menemukan baju yang cocok untuknya.
Senyum merekah tergambar jelas diwajahnya saat mendapati dirinya didepan cermin sambil bergumam, "Lo cantik banget malem ini Ay." Sambil memutar – mutar tubuhnya yang sudah menggunakan dress berwarna biru tua.
"Yeah i know im so beautiful, Thanks Dimas." Aya memperagakan seolah dirinya sedang dipuji oleh Dimas didepan cermin sambil tertawa sendiri.
Tapi sumpah gue cantik banget.
Sudah dua jam sejak tadi Dimas menunggu dirumah Aya, menunggu seorang wanita berdandan memang akan membosankan membuang waktu begitu lamanya, bahkan dua jam ini terasa seperti satu hari bagi Dimas.
Hari ini, rumah Aya begitu sepi, Bu Sarah mengantar Nia pergi ke rumah sakit. Semenjak kepulangannya ke Indonesia, Ka Nia rutin check up ke rumah sakit, Aya belum tau apa alasannya.
Aya turun dari tangga dengan langkah jumawa, disana Dimas mendapati seorang gadis yang akan dia bawa ke pesta pernikahan malam ini. Dimas menatap gadis itu lamat – lamat, melihatnya dari ujung kaki hingga ujung kepala, Dress biru tua tampak kontras dengan kulit putih Aya, Anting yang sudah bertengger ditelinganya, membat pesona nya semakin terlihat feminim, Berbeda dengan Aya yang biasanya, mungkin malam yang menyakitkan bagi Dimas akan tergantikan menjadi malam yang indah dan menyenangkan.
"Yuk," Ujar Aya tanpa melepas senyum dibibirnya. Dimas bangkit dari tempatnya menghampiri gadis itu tanpa melepas pandangannya.
"Gausah terpesona gitu mas, gue tau gue cantik." Lekukan pada bibir Dimas kini menurun mendengar gurauan dari Aya lalu menjawil pipinya.
"Ih nanti makeup gue rusak." Sergah Aya. "Awas ya kalo lo sampe baper, gue kan cuma nemenin lo." Dimas terkekeh geli mendengarnya, kemudian berjalan menuju motor. Tanpa berlama lama lagi, mereka pergi ketempat yang akan mereka tuju, pesta pernikahan.
***
Aya harus beberapa kali takjub sesampainya ditempat, konsep pernikahan yang benar – benar terlihat mewah, membuat matanya berbinar binar menjelajah tempat ke sana ke mari.
Beberapa menit lagi akad nikah akan segera dimulai, sebagai seorang sahabat, Dimas sudah berjanji pada Salma, ia akan datang pada hari pernikahannya dan menyaksikan ijab qabul mereka.
Sore itu sudah sangat ramai oleh para tamu undangan, suasananya ramai namun mengesankan karena lokasinya berada tidak jauh dengan pantai. Dimas menghampiri beberapa keluarga Salma,yang ia kenal, menyapa mereka dengan ramah, sebegitu dekatnya ia dengan Salma hingga mengenal keluarganya, tidak sebagai orang yang spesial namun sebagai Sahabat.