Langkah Cinta

YanuarSandieWijaya
Chapter #16

Kabar Baik dan Buruk.

ku mencoba percaya padamu, namun bagaimana bisa sebuah kepercayaan itu di hancurkan oleh palu penghianatan.

***

"Biarpun bukan adik kandung kamu, tapi kamu selalu baik sama dia ya." Ujar Bu Sarah, Nia menghela nafas sebentar.

"Aya dan aku pernah mengalami masa sulit bareng – bareng, jadi ya aku anggap dia udah kaya adik kandung aku sendiri, biarpun dia gatau kalau sebenarnya kita bukan saudara kandung." Bu Sarah mengusap kepala Nia setelah mendengarnya.

"Jadi belum saatnya dia tau? " Tanya Bu Sarah.

"Kalau bisa jangan bu, nanti kebahagiaannya hancur. Apalagi kan Aya baru nemu kebahagiaannya." Ujar Nia seraya menatap foto mereka berdua Dibingkai foto.

Cepat atau lambat, semua rahasia akan terbongkar, tidak ada yang tau bahwa semakin seseorang merasa Bahagia, semakin mendekat pada kehancuran itu sendiri.

***

Sore ini adalah hari rapat pertama para kru EO untuk acara kampus. Setelah menyelesaikan kelas, Aya, Dewi dan Amel sudah bersiap ditempat duduk mereka, ruangan sudah ramai dengan puluhan mahasiswa yang akan resmi menjadi EO. Satu persatu nama mereka disebut, dibagian mana mereka menempati satu divisi. Sayangnya, nama Amel dan Dewi sudah disebut duluan dan mereka pisah divisi, hanya nama Aya yang belum tersebut.

"Ay, pokoknya lo harus satu divisi sama gue." Ujar kedua teman Aya disampingnya.

Setelah beberapa nama mahasiswa disebut, akhirnya keluar juga nama Aya dari suara Ketua Pelaksana. Setelah diketahui, Aya masuk divisi yang sama dengan Aldi. Membuatnya harus bernafas gusar.

Kenapa si, gue ga bisa bener bener lepas dari yang namanya mantan. Aya menghela nafas berat.

"Hati – hati cinlok ya Ay," Goda Dewi disampingnya. Seperti memang sudah menjadi budaya, kepanitiaan dalam satu organisasi selalu menjadi tempat dimana bunga bunga tumbuh bermekaran. Namun sepertinya tidak untuk Aya.

Setelah rapat selesai, semua mahasiswa bergegas untuk pulang, tanpa terkecuali si peran utama cerita ini. Gerakan Aya terhenti ketika uluran tangan menariknya. Setelah menoleh ia mendapati Aldi yang menghentikan gerakannya. "Gue harap lo maafin gue, dan kita bisa kerja sama."

Aya berdecak seraya menyergah genggaman tangannya. "Yaudah, kita kan emang lagi kerja sama buat acara kampus, harus apalagi gue? Harus kita sampe balikan gitu?" Ujar sinis Aya. Berkat Dimas, kini Aya sudah tidak terlalu memusingkan tentang Aldi.

"Dah ah gue mau pulang." Aya meninggalkan Aldi ditempatnya, hingga sosoknya hilang ditelan oleh jarak.

***

Kebiasaan Aya berubah sejak Dimas selalu mengajaknya pergi bermain basket setiap sore, ditanah lapang yang sudah jarang dipakai. Aya sudah mendapati Dimas yang entah dari kapan sudah melempar bola basket masuk kedalam Ring.

"Hai." Suara Aya membuat Dimas menoleh.

"Baru pulang?" Tanya Dimas seraya pergi menuju tempat duduk dipinggir lapangan. Aya mengulurkan tangan memberi Dimas minuman kaleng. Gadis itu membiarkan Dimas meneguk dulu minuman kalengnya, setelahnya, ia berbicara.

"Dimas, tau ga?"

"Ga tau."

“Ih, Dimas, dengerin dulu.” Aya berdecak, membuat Dimas terkekeh. “Yaudah gue dengerin.”

"Gue satu Divisi Acara sama Aldi." Dimas sempat menoleh pada Aya lalu tersenyum, ada kilatan jahil di balik senyumnya.

"Oh ya? Bagus dong." Seketika Aya membelalakan matanya mendengar jawaban Dimas.

"Kok bagus si??? Gue tuh gasuka harus deket deket lagi sama dia, apalagi ini tuh acara kampus, besar, pasti sibuk banget kan, yang otomatis tuh gue harus sama dia terus, tiap hari rapat, pasti bakal sering chat juga, nanti gimana kalo gue pergi terus sama dia, ke sana, ke sini, survey segala macem dan segala hal lainnya, pokoknya gue gasukaaaaa!!" Aya mengomel panjang lebar dengan satu Tarikan nafas, sementara Dimas hanya menutup telinganya.

"Dimas." Pemuda menoleh namun tidak melepaskan telapak tangan dari telinganya.

"Lo dengerin gue ga si?" Aya bersungut, persis sekali seperti menggerutu pada Pacarnya sendiri. Ya, yang kita tau mereka itu belum berpacaran.

"Lo ngomong apa?" Aya melotot gemas pada Dimas karena tidak mendengarkan. Detik selanjutnya, Aya memukulnya, mencubit perutnya, mengejarnya. Mereka ribut sambil tertawa. Dunia seperti milik mereka berdua.

Aya mengambil bola basket dan melemparnya pada Dimas, tidak sengaja mengenai kepala Dimas hingga kepalanya tersentak. Aya tertawa geli melihatnya. Dimas memegangi kepalanya, tampak lemas dan pusing.

"Aduh, Gue pusing Ay."

"Dih lebay lo." Aya tergelak geli, ia kira Dimas hanya bercanda. Tubuh Dimas tersungkur ke tanah, tangannya tidak melepas kepalanya lalu matanya terpejam.

"Dimas?" Aya heran, mencoba menghampiri Dimas. Gadis itu mencoba memanggil berkali-kali nama Dimas namun hanya direspon oleh hembusan angin.

Aya tersenyum masam, "Nih pasti lo becanda kan?" tetap tidak ada Respon dari Dimas.

"Males ah becandanya." Aya berdecak seraya bangkit dari tempatnya.

"Dimas gue pulang yaa." Lagi – lagi panggilan itu hanya direspon oleh hembusan angin, tempatnya hening seketika. Aya melenggang pergi namun pandangannya tidak lepas dari Dimas yang masih pingsan.

"Dimas gue udah pergi, nih." Aya berujar namun tidak melanjutkan langkah kakinya. Ia mulai khawatir, Cemas terlihat jelas Diwajahnya.

"Dimas, ini gue udah beneran pergi, gamau bangun? Ngejar gue gitu?" Tidak ada respon.

"Dimas, ah males gue."

Aya semakin cemas lantas menghampirinya lagi, Dimas masih diposisi yang sama. Aya menggoyangkan tubuh Dimas mencoba membangunkannya. Aya memegang dada Dimas mengecek apa jantungnya masih berdetak, lalu mengecek nadinya.

"Aduh, harus dikasih nafas buatan kali ya."

Lihat selengkapnya