Tidak ada yang lebih menyedihkan di dunia ini, daripada permintaan maaf yang tidak pada tempatnya.
***
Hari ini Aya terlihat tidak bersemangat di Kampus, lelah karena berperang dengan perasaan kacaunya semalam, kejadian kemarin malam masih terekam Jelas di ingatannya hingga hari ini, sepanjang jam mata kuliah ia hanya melamun, sibuk dengan pikiran pikirannya.
Puluhan telepon dari Dimas ia abaikan semalam, Bahkan pagi ini Dimas ke rumahnya namun di abaikan oleh Aya, Pemuda itu berusaha menjelaskan apa yang terjadi namun Aya mengabaikannya.
"Ay, lo kenapa sih?? Dari pagi bengong terus, malahan lo cuekin Dosen tadi." Ujar Dewi yang saat ini duduk bersama Aya dan Amel dikantin. Aya menghela nafas berat. "Ternyata semua cowo tuh sama aja ya." Jawab Aya dengan nada lemas.
"Kata siapa? Satria tuh beda sama cowo lain." Mendengar Dewi, Aya memicingkan mata padanya, hingga membuat Dewi bergedik, Amelpun mendelik pada Dewi.
"Ay, cerita aja, kenapa, ada apa, siapa yang membuat lu kaya gini?" Kini Amel yang bertanya pada Aya, dibanding Dewi, Amel lebih perhatian pada Aya, karena mereka sudah berteman dari kecil.
Aya mulai menceritakan semuanya dengan ringkas pada kedua temannya itu, dari mulai pertemuannya dengan Dimas, Salma, hubungan mereka berdua, hingga kejadian tadi malam, kecuali Aya menceritakan soal Rahasia panti pada mereka, karena takut takut salah ngomong dan menurutnya itu adalah privasi Dimas.
***
Sementara Aya menceritakan semuanya pada kedua temannya, Dimas mencoba untuk menghubungi dan bertemu dengan Riska. Hingga sekarang, Dimas tidak tau apa yang terjadi, ingatannya berhenti sampai ia dan Riska bertemu dan membahas soal project yang akan mereka buat. Dimas mengira ini adalah akal – akalan Riska, buktinya hari ini dia tidak bisa dihubungi.
Kesal dengan keadaan ini, Dimas memukul cermin didepannya hingga membuatnya retak dan pecah belah, tangannya pun ikut terluka. Dimas meringis saat mendapati tangannya berlumuran darah.
Kenapa gue bisa ceroboh gini. Batin Dimas, namun ia masih meringis menahan sakit.
Tidak menyerah, Akhirnya Dimas bergegas menuju kampus Aya untuk menjelaskan semuanya. Padahal tadi pagi ia sudah ke rumahnya, namun hanya diabaikan oleh Aya.
***
"Terus?? Lo ga bermaksud untuk maafin dia??" Tanya Amel, mereka sudah berpindah tempat dari bercerita dikantin sampai sekarang mereka hanya tinggal berdua, karena Dewi harus mengerjakan tugas kelompok untuk mata kuliah lain.
"Belom tau." Aya bergumam singkat.
"Lo udah minta penjelasannya?" Tanya Amel yang dijawab Aya dengan gelengan kepala. Hal itu membuat Amel memicing pada Aya, mendekat pada wajahnya lalu menatap Sahabatnya dalam – dalam.
"Ay, lo tuh ya, kalo ditanya apa – apa soal Dimas, pasti jawabannya ‘Gatau, Belum’, semuanya menggantung, menurut gue lo gabisa marah kelewat batas karena lo aja belom ada status apa – apa sama Dimas." Kelakar Amel membuat Aya tertohok. Temannya ini memang bisa membuat siapapun bergeming karena kalimat ajaibnya.
"Tapi, Dimasnya aja ga ngomong apa – apa sama gue." Aya mencoba untuk berkilah.