Kesalahpahaman terjadi jika salah satunya kalah setelah berperang dengan egonya.
Bagaimana keadaan bisa membaik sedangkan keduanya kalah oleh ego masing – masing.
Cinta adalah senjata utama, kunci untuk perang melawan ego.
***
Malam itu dikamarnya, Dimas terlihat frustrasi, setelah pulang dari Rumah Aya, Dimas terus mundar mandir dikamarnya, Pikirannya masih terlempar pada kemarin malam, ia jelas sangat tidak mengetahui bagaimana bisa dirinya sampai ketempat itu, ia baru mencerna semuanya saat ini, kejadian kemarin malam terasa begitu cepat.
Padahal ia hanya berniat menemui Riska, lalu tiba – tiba ia terbangun di antara orang – orang melakukan maksiat, masih teringat oleh bau – bau alkohol disana, musik yang bergema dengan sangat kencang hingga lampu – lampu diskotik yang membuat kepala pusing.
Dimas beralih pada handphonenya, ia melihat pesan balasan dari Riska hingga membuat keningnya mengernyit, ia teringat bahwa pesannya pada Riska belum terbalaskan.
"Riska : Kenapa?? Maaf gue sibuk."
Dengan cepat Dimas mencoba untuk menelepon Riska. Tidak perlu menunggu waktu yang lama, pada nada sambung yang ke-tiga, suara Riska sudah ada diujung telepon.
"Lo dimana?" Tanya Dimas dengan nada penuntutan.
"Kenapa emang?"
"Jangan jawab pertanyaan gue dengan pertanyaan juga." Nada bicara Dimas menjadi otoriter, saat ini, yang harus bertanggung jawab atas masalahnya adalah Riska, Dimas seperti dipermainkan saat ini.
"Gue dirumah, kenapa? Lo pasti mau ke tempat gue kan?"
"Kita ketemuan di kafe yang kemarin malem, gue mau minta penjelasan dari lo."
"Oke kalo itu mau lo." Detik selanjutnya, Dimas memutus panggilan itu.
Dengan segera ia memasukan ponsel kedalam saku celananya sebelum mengambil kunci motor dan segera bergegas ketempat perjanjian mereka.
***
Sesampainya di kafe tempat mereka janjian, Dimas harus menahan amarah, menghela nafas beberapa kali karena ia bukan tipe orang yang langsung marah – marah tanpa penyebab yang jelas, Apalagi terhadap seorang perempuan.
"Gue mau to the point." Dimas memberi jeda sejenak, "Kenapa lo semalem minta ketemu sama gue? "
"Loh, ya bahas project lah, kan semalem udah gue bahas." Jawab Riska pura – pura polos.
"Kenapa tiba – tiba gue bangun ditempat clubing kaya kemarin?" Riska mengernyit mendengar pertanyaan Dimas.
"Loh? Ya mana gue tau Dimas, gue aja ga tau setelah lo pulang dari sini lo kemana dulu." Jawab Riska sekali lagi dengan tingkahnya yang berpura – pura tidak tau apa – apa.
Dimas ingat kemarin malam didepannya sudah ada minuman yang sudah ada diatas mejanya, Lantas menimbulkan pertanyaan dibenaknya.
"Lo apain minuman gue kemarin?" Tanya Dimas otoriter.
"Ga gue apa – apain, gue mana tau."
"Lo pasti lakuin sesuatu ke minuman gue kemarin malam." Mendengar kalimat itu Riska lantas tertawa kecil.
"Lo ada buktinya ga?" Tanya Riska yang membuat Dimas bergeming.
Ingatan Dimas memang hanya terhenti saat dirinya ngobrol dengan Riska, ia tidak ingat setelahnya, jika tidak punya bukti, Dimas juga tidak bisa apa – apa.
Jengah dengan tingkah laku Riska yang tidak jujur, Dimas bangkit dari tempatnya, mengatakan sesuatu sebelum meninggalkan Riska ditempatnya. "Kalo lo ga ngaku, gue sendiri yang akan cari tau."
Riska menatap punggung Dimas yang keluar kafe dan pergi menaiki motornya hingga meninggalkan kafe itu. Setelah yakin Dimas sudah pergi, Riska tersenyum licik, "Dimas, Dimas, lo bener – bener ga berubah, lo masih terlalu baik sama orang." Gumam Riska seraya menopang dagunya diatas meja.