Aku hanya mampu bersembunyi dibalik tembok pertahanan yang ku bangun susah payah demi menyembunyikan diri dari kenyataan pahit yang ada diluar sana.
Sebentar saja, aku hanya ingin bersembunyi sebentar saja, bukan berarti aku menyerah pada semuanya, melainkan aku mencari ketenangan untuk menghadapi kenyataan yang tidak sesuai harapan.
***
Tidak ingin terlalu tenggelam pada perasaannya, karena kejadian Dimas, kali ini ia melarikan diri pada kesibukannya, ia benar – benar berusaha fokus pada mata kuliah Pak Adi hari ini.
Tidak di sangka – sangka, hari ini Aya mendapat nilai sempurna pada kuis Pa Adi, Nilai A terlampir di selembar kertas jawaban kuis Aya, hal itu membuat Pa Adi memuji Aya di depan kelas, mahasiswa yang lain pun hanya bisa melongo tidak percaya, bagaimana ada orang yang mampu menembus nilai lebih dari B- dikuis Pak Adi.
Dewi dan Amel hanya saling menatap melihat temannya yang baru kali ini menjadi pusat perhatian para mahasiswa dikelas Pa Adi.
Setelah kelas berakhir, Amel menghampiri Aya yang sedang merapikan barangnya. Tanpa aba – aba, Amel meletakkan punggung tangannya pada kening Aya. "Lo kesambet setan apa Ay?" tanya Amel sambil mengerjapkan mata.
Aya menyergah sebelum akhirnya berujar. "Temennya dapet nilai bagus salah, dapet nilai jelek juga salah." protes Aya hingga membuat bibirnya mengerucut.
Amel sangat mengenal Aya, bila sesuatu berbanding terbalik padanya, itu berarti Aya sedang tidak baik – baik saja, tapi kali ini kejadiannya positif baginya, Amel jadi makin bingung ia harus bersyukur atau prihatin.
"Lo tumben banget tau Ay, lagian biasanya juga lo paling gede dapet nilai C di kuis." Aya mendelik mendengar suara Dewi, kemudian tersenyum miring. "Makanya belajar." Jawab Aya dengan gaya jumawa sambil berlalu melewati mereka berdua.
Amel dan Dewi saling menatap sebentar sebelum keduanya sama – sama menggelengkan kepalanya dan menepuk jidat mereka. "Kayaknya emang kita aja deh yang bego." sungut Dewi yang disetujui Amel atas perkataannya yang barusan.
Amel hanya menatap lurus pada pundak Aya yang kian lama makin menipis ditelan oleh keramaian setelah keluar dari pintu kelas.
***
Amel dan Dewi membiarkan Aya keluar kelas duluan karena harus melakukan bimbingan dulu dengan Pak Adi sebagai dosen Akademik mereka, dan Aya mengetahui itu makanya ia keluar kelas sendirian.
Aya berjalan di sepanjang koridor kampus, berbeda dengan sebelumnya, tiba – tiba ia melamun sepanjang dia berjalan dikoridor, pikirannya masih menyangkut pada ingatan mimpinya semalam, padahal sebelum tidur ia membayangkan wajah Dimas, tapi kenapa yang hadir justru mimpi yang menyeramkan seperti itu.
Apalagi dia tidak mengenali siapa anak laki – laki yang ada dimimpi nya itu, tapi justru itu mengganggunya, itu bukan seperti mimpi, itu seperti...
Kenyataan yang pernah terjadi.
Aya masih sibuk dengan pikirannya, ketika seseorang menepuk pundaknya, memaksanya menyeret kembali kesadarannya.
"Bengong aja." suara pemuda dibelakangnya membuat Aya menoleh, kemudian ia mendengus karena pemuda yang ia dapati adalah Aldi.
Mantan lagi mantan lagi.
Aya malas berdebat, ia menurunkan sedikit egonya, membiarkan sang waktu mengambil alih kehendaknya, kali ini Aya tidak menghindar.
"Mau kemana?"
"Kantin." Jawab Aya singkat.
"Bareng ya." Aya diam.