Langkah Cinta

YanuarSandieWijaya
Chapter #26

Namanya Adimas Candra

Nama yang ketika ku sebut, aku mengingat bagaimana teduhnya di sampingmu saat itu.

Nama yang ketika aku ingat, aku belajar bagaimana caranya aku mampu menghadapi dunia.

Atas nama persahabatan, kita begitu lekat, begitu dekat, tidak ada yang bisa melawan kita bahkan semesta sekalipun.

Atas nama Cinta, aku ingin lebih dekat, aku ingin lebih mengenal, meskipun semuanya menolak, aku akan melawannya meskipun itu semesta sekalipun.

***

Salma masih menatap Dimas yang sudah tertidur diranjangnya, kepalanya masih terlilit oleh perban karena bekas luka dikepalanya yang belum sembuh total.

Melihat wajah pemuda yang tertidur itu membuat hati Salma terasa begitu teduh, ia jadi teringat bagaimana awal pertemuan mereka yang begitu membuatnya nostalgia.

Salma masih ingin menikmati menatap wajah Dimas namun suara pintu yang terbuka membuat lamunannya terpecah. Ketika ia menoleh, Aya sudah ada diambang pintu, Salma yang melihatnya lantas menyuruhnya untuk masuk dan mendekat.

Kesibukan kuliahnya dan kepengurusan organisasinya membuat Aya tidak sempat untuk mendatangi Dimas, bukan hanya itu, Aya juga baru mampu mendatangi Dimas lagi setelah ia mampu menerima keadaan seperti ini.

"Maaf yah, gue baru sempet jenguk Dimas." Salma mengangguk memaklumi Aya namun senyumnya tidak lepas.

Pandangan Aya teralih pada Dimas yang sudah tertidur, sepertinya ia sudah berada dipuncak mimpi dan tidak menyadari kehadirannya. Namun, setidaknya ia merasa sedikit lega melihat Dimas tertidur yang sudah tidak menggunakan masker oksigen meskipun kepalanya masih terlilit perban.

"Lo tau ga, ada kabar baik dari kondisinya." Ujar Salma dengan nada berbisik, takut suaranya akan membangunkan Dimas. Aya mendekatkan dirinya pada Salma.

"Gimana?" tanya Aya penasaran.

Salma bangkit dari tempatnya lantas mengajak Aya keluar kamarnya untuk menceritakannya, karena takut mengganggu Dimas yang sedang beristirahat.

***

Sekarang mereka berjalan disekililing taman Rumah Sakit. Tidak hanya menceritakan tentang kondisi Dimas yang ada perkembangan walaupun seikit, Salma sudah membulatkan niatnya untuk berbagi kisahnya pada Aya.

Ia mulai bercerita awal pertemuannya dengan Dimas, Salma memulainya dengan intro yang baik hingga Aya begitu tertarik mendengarnya, apalagi ini tentang Dimas.

"Gue tuh tadi lagi nostalgia banget ngeliat Dimas, gue inget banget Dimas pernah duduk dipangkuan gue dulu waktu masih SMA." Senyumnya tidak lepas ketika menceritakan kisahnya dengan Dimas, begitupun Aya sang pendengar yang begitu tertarik dengan kisahnya.

"Nostalgia banget ya Sal." Salma terkekeh mendengar jawaban Aya sebelum menghela nafasnya.

Ingatan – ingatan Salma terlempar pada masa lalu yang begitu indah menjadi sahabat Dimas, tidak pernah ada kata sedih, bersama Dimas ia merasa mempunyai sayap yang siap membuatnya terbang kemana pun sekaligus merasa terlindungi.

***

Hari itu hari terakhir Ospek. Hari itu begitu terik, para calon siswa baru dipanggil oleh anggota OSIS karena ada kegiatan dilapangan pemberian materi baris berbaris dilapangan. Terlihat para siswa semuanya kepanasan dijemur dibawah teriknya matahari yang sangat nyentrik.

Salma tidak bisa mengatur wajahnya menjadi datar, sudut bibirnya terus terangkat, matanya terus meyipit, giginya terlihat dan tangannya berusaha menutup cahaya matahari yang mengarah langsung pada wajahnya, terlihat jelas ia kepanasan, keringat sebesar biji jagung terus mengalir dari keningnya.

Saat sedang meraskan panas yang begitu menyengat, Seorang siswa bertubuh lebih tinggi daripadanya berdiri dihadapannya, tiba – tiba ia merasa teduh, siswa itu menutupinya dari paparan sinar matahari yang mengarah langsung padanya. Ia tatap atribut nametag yang tertera didepan dadanya.

Adimas Candra.

Namanya Adimas Candra, siswa yang berdiri dihadapannya dan membuat dirinya menjadi tempat berteduh paling nyaman.

"Udah ga kepanasan?" tanya Dimas.

Salma hanya tersenyum simpul padanya, pandangannya penuh dengan kecanggungan kala itu, siapa sangka ada seseorang yang mau menjadikan dirinya sebagai pohon beringin untuk membuat orang lain berteduh dibawahnya.

Belum sempat menjawab Dimas, seorang senior sudah mengomel dari ujung sana.

"Semuanya baris sesuai kelompok!" seru seorang senior Osis dari ujung sana, semua siswa pun menjadi gaduh, takut pada suara yang membentak mereka semua.

Disaat semua orang pergi berbaris agar tidak kena semprot oleh Osis, seorang Adimas masih berdiri ditempatnya ia tidak kemana – mana, masih betah menjadi pohon bringin untuk Salma.

Lihat selengkapnya