Langkah Cinta

YanuarSandieWijaya
Chapter #38

Hal Yang Layak

Sejatinya, manusia sama – sama memiliki rasa sakitnya masing – masing.

Waktu bukan lah obat untuk lukanya, justru malah akan membunuh mereka lewat luka secara perlahan.

Yang layak menjadi obat untuk kesakitan mereka hanya lah ego mereka sendiri, dimana saat mereka bisa saling berdamai pada rasa sakitnya, menjadi pendamping hidupnya untuk terus berjalan dijalan yang lurus.

***

Dimas masih mengekori Aya yang sedari tadi mengacak - acak peralatan Di dapurnya, membuat Aya jengah diikuti terus oleh Dimas.

"Lo ngapain si? Ngikutin gue mulu?" Sungut Aya malas karena sedari tadi diikuti oleh Dimas.

Dimas memasang wajah polosnya. "Gue cuma takut lo bikin apartemen gue meledak." Aya menyeringai.

"Gue ga bakalan ngapa - ngapain tempat tinggal lo, lagian lo duduk aja deh diem, gue tuh mau masak buat lo." Aya berusaha menggiring Dimas menjauh dari dapur.

Pemuda itu melayangkan pandangannya pada totebag Aya yang berada di atas nakas, penasaran dengan isinya, Dimas menghampiri dan mencoba membuka isi dari totebag itu.

Aya keburu menyadari sebelum Dimas sempat membuka isi dari totebagnya.

"Jangannnnnn!" Aya berseru panik merapas totebagnya, membuat Dimas mengernyit heran.

"Kenapa? Gue cuma penasaran bahan masakan yang lo bawa." Dimas menjulurkan kepala, masih menatap totebag yang Aya sembunyikan dibalik punggunngnya.

Gadis itu mendengus sebal, kemudian menaruh totebag diatas nakas lalu menggiring Dimas makin menjauh dari dapur, ia mendudukkan Dimas dengan paksa diatas lantai.

"Denger ya, gue tuh mau masak, ini urusan perempuan, lo cukup diem disini, tunggu gue masak sampe selesai oke. " ujar Aya seraya menggerakkan jari telunjuknya ke kiri dan ke kanan didepan mata Dimas. Sementara pemuda dihadapannya hanya mengikuti arah jari telunjuk Aya dengan wajah polosnya. Gadis itu kembali berdiri tegap sebelum bersidekap didepan Dimas, menunjukkan otoritasnya sebagai wanita.

Aya menghela nafas setelah menatap Dimas yang masih memasang wajah polos, ia tau bahwa mau dilarang seperti apapun, pemuda ini pasti masih saja penasaran dan pasti akan menghampirinya lagi.

Aya kemudian kemudian mengambil sehelai kain slayer dari dalam saku celana kemudian melingkarkannya dikepala Dimas, lebih tepatnya ia mengikatnya untuk menutup mata Dimas.

"Eh, mau ngapa-"

"Sssttt. Diem deh. " Seru Aya sebelum Dimas sempat menyergah. Pemuda itu hanya bisa menghela nafas pasrah, ia tidak tau lagi harus berbuat apa, karena jika ia melawan malah makin membuat kepalanya pusing tidak karuan.

Kok jadi gue yang disuruh diem, padahal tuan rumahnya gue.

Gadis itu kemudian memutar badan Dimas agar tidak menghadap ke dapur, ia menghadapkannya berlawanan arah, menghadap langsung pada cermin besar didepannya. Setelah meyakinkan Dimas tidak melawan, ia kembali melenggang ke arah dapur.

Aya memulai aktivitas masaknya yang berisiknya itu, "Sekarang, kita potong tipis – tipis bawangnya." Monolog Aya seraya memeperagakan dirinya seolah sedang memotong. Tanpa Dimas ketahui, Aya hanya berpura – pura seolah benar – benar memotong bawang.

Gadis itu hanya mengetuk – ngetukan pisaunya ditempat irisan. "Abis itu, kita ambil ambil mi gorengnya." Ujar Aya seraya mengambil sesuatu dari totebagnya yang ternyata adalah makanan cepat saji yang sudah Aya beli di minimarket dan tinggal dihangatkan saja.

“Kita rebus mie nya sebentar, abis itu panasin minyak, masukin udanngnya, hmm baunya udah mulai kecium.” Aya masih asik bermonolog sambil berpura – pura memasak sungguhan.

Tanpa sepengatahuan Aya, ikat mata yang dipakaikan Dimas itu tidak terlalu kencang hingga membuatnya lepas begitu saja, sedari tadi Dimas menyaksikan aksi pura – pura Aya yang sedang memasak itu melalui cermin yang langsung menghadapanya hingga bayangan Aya terpantul dari cermin itu.

Dimas hanya melongo melihatnya, kemudian ia mengeluarkan tawa tak bersuara.

"Nah sekarang tinggal nunggu ja..." saat Aya berbalik, ia melihat bayangan Dimas yang penutup matanya sudah terlepas, bayangan itu terpantul dari cermin, Pipi Aya memerah, sepertinya sudah dari tadi Dimas memperhatikan aksi pura – pura masaknya.

Sementara pemuda itu menunjukkan deretan giginya saat mereka saling menatap lewat pantulan bayangan di cermin.

Lihat selengkapnya