Izinkan aku untuk menulis ulang kisah kita yang tanpa sengaja sempat ku buang.
Temani aku untuk melengkapi kisah kita bersama, agar bisa mengatakan banyak hal padamu.
Wahai hati, aku akan membiarkanmu lebih banyak berbicara jujur pada semesta.
***
Dunia Fantasi selalu menjadi tempat yang ramai pengunjung, dari mulai anak kecil, remaja, hingga orang Dewasa pun semuanya ada di Dunia Fantasi ini.
Setelah membayar Tiket masuk, Dimas dan Aya memasuki area wahana bermain yang benar – benar ramai pengunjung itu, hal yang membahagiakan untuk Aya karena setelah dirinya dipusingkan oleh tugas kepanitiaan, akhirnya ia bisa bermain bebas di wahana beramain ini.
Dimas menyebar pandangannya pada sekeliling, terlihat begitu familiar rasanya saat ia mendatangi Dufan bersama Aya, rasanya ia pernah mengalaminya namun tidak bisa ia ingat secara jelas.
“Lo inget gak? Waktu kita pertama kali ketemu, kita juga ke Dufan.” Suara Aya membuat Dimas menoleh padanya.
“Pantes aja berasa familiar.” Aya tergelak kecil mendengar jawaban Dimas.
“Lo yang ngajak gue tiba – tiba main kesini, lo bilang itu buat ringanin beban gue yang saat itu baru putus sama Aldi.” Dimas ingin sekali percaya bahwa semua perkataan gadis dihadapannya saat ini nyata adanya, hingga ia kembali mengerutkan alisnya berusaha untuk mengingat. Gadis itu tiba – tiba berhenti didepan Dimas, lalu bersidekap.
“Kan gue bilang jangan kerutin alis lo, kayak orang tua tau ga.” Celoteh Aya yang membuat Dimas tergelak kecil, disusul dengan senyuman yang membuat lesung pipi itu terlukis di pipinya.
“Nah gitu, kan enak di liatnya.” Ujar Aya sebelum melanjutkan langkahnya, tiba – tiba pergelangan tangannya dicekal Dimas hingga membuat gerakannya terhenti.
“Kenapa?” tanya Aya kebingungan.
“Biar lo gak ilang.” seru Dimas membuat Aya menaikkan sebelah alisnya,
“Harusnya gue yang ngomong gitu kan?”
“Sstt. Gausah bantah, kalo bantah nanti lo bakal diliat orang – orang lagi jalan sama orang tua.” Seru Dimas seraya menunjukkan dahinya yang berkerut, membuat Aya mau tidak mau menurutinya.
Mereka melanjutkan langkahnya, Aya tersenyum lebar menatap tangan yang sama – sama saling mengenggam itu, ia merasa ada kupu – kupu yang berterbangan dalam lambungnya.
Mereka mulai menaiki wahana satu persatu dimulai dari wahana kesukaan Aya, Kora – kora selalu menjadi wahana kesukaannya sejak dulu. Dimas tidak akan mengganggu kemauan Aya. Pemuda itu hanya akan mengikutinya kemana saja, asalkan mereka bersama.
Sekarang mereka beralih pada wahana Ontang – Anting , sebuah wahana dimana orang – orang akan duduk ditempatnya lalu diputar – putar persis seperti sebuah baling – baling, senyuman Aya yang terlihat begitu ceria itu mampu mengalirkan perasaan hangat yang menjalar pada tubuh Dimas, entah kenapa ia merasa sangat tenang ketika melihat senyumnya.
Saat Aya mengulurkan tangannya, pemuda itu hendak meraihnya, namun tidak sampai terpaut karena jarak antara tempat duduk mereka yang memisahkan, ia tidak tau apa yang terjadi, tapi melihat senyuman gadis itu, ia merasa sangat ingin melindunginya.
Apakah cerita tentang mereka berdua yang sejak lama bersama adalah sebuah kenyataan? Samar – samar Dimas bisa melihat jejak memori itu, saat melihat senyumnya, ia merasa pernah ingin melindungi gadis yang bersamanya saat ini.
Mereka masih menaiki wahana yang lainnya, masih banyak permainan seru yang mereka coba, sungguh semesta seperti sedang mengizinkan mereka untuk berfantasi ria di Dunia Fantasi ini. Mereka menaiki wahana – wahana yang tidak memacu adrenalin, mereka hanya menaiki wahana – wahana yang santai seperti bom – bom car, poci – poci, Alap – alap, Burung tempur, tidak lupa juga mereka memasuki wahana istana boneka yang mana mayoritasnya adalah anak kecil.
“Hati – hati, woy.” Seru Dimas saat melihat Aya yang berlarian untuk membeli gulali, padahal disekitarnya banyak anak kecil, tapi gadis itu tetap saja berlari, persis seperti anak kecil yang baru mendapatkan izin untuk membeli gulali. Dimas tergelak geli pada sikap polos Aya, membuatnya harus menggelengkan kepalanya.
Dimas memilih duduk pada salah satu bangku disana untuk menunggu Aya, ia mendongakkan kepalanya ke atas menghadap langit, pada langit biru yang ia lihat, justru hanya senyuman Aya lah yang masih berlarian dalam kepala Dimas, membuatnya menertawakan diri sendiri.
Saat menoleh, ia mendapati komidi putar yang terpajang didepan matanya.