Banyak tanda tanya yang harus dijawab saat kita bersama.
Setidaknya, jangan hilang dari sisiku, kita cari semua jawaban untuk semesta yang selalu memberi tanda tanya ini.
Karena dengan begitu, semesta bisa menilai seberapa pantas kita bersama.
***
Hari – harinya menjadi lebih berwarna sejak hari jadi mereka, dari hari ke hari Aya selalu menyebar aura positifnya dikampus, ia menjadi semakin semangat menjalani kuliahnya, karena setelah selesai kuliah pasti dijemput Dimas, jalan – jalan dulu, makan dulu, kalo masih ada waktu nonton dulu, yah meskipun sejak dulu mereka selalu seperti itu namun rasanya beda saja sejak terakhir kali momen mereka saat di Dufan.
Bunyi notifikasi mengalihkan aktivitas makan siangnya. Tertera nama Dimas yang kini sudah berubah pada kontaknya menjadi "Mas <3."
Sumpah, alay banget!
"Mas <3 : Abis ini masih ada kelas ga? Kalo gak ada, temenin ke pameran yuk!"
Aya menggerakan matanya ke kiri dan ke kanan, lalu menggedikan bahunya sebelum menjawab.
"Ayashiteru : Gak ada kok, kuy!"
Pesan balasan masuk ke ponsel Dimas. Kontak Aya pun sudah berubah di handphone Dimas, itu karena Aya sendirilah yang menggantinya.
"Mas <3 : Yaudah, tunggu dikampus, nanti gue jemput."
Aya tersenyum kegirangan setelah membaca pesan balasan Dimas hal itu membuat Amel dan Dewi menatap aneh namun memakluminya karena mereka sudah tau, seminggu yang lalu mereka baru saja jadian bukan?
"Dasar bucin." Celetuk Dewi.
Aya tidak menjawab celetukan temannya, ia malah langsung menghadap ke kedua temannya sambil memelotot."Guys, bilangin pak Adi ya, gue hari ini ga enak badan, jadi gue izin kelas dia."
Permintaan Aya mengundang teman – temannya sontak terbelalak sempurna.
"Lo gila? Ini pak Adi loh Ay, pak Adi!" Protes Amel, berusaha mengingatkan Aya.
"Yaudah sih santai, gue udah pernah dapet nilai A di kuisnya." Jawab Aya dengan nada sombongnya, membuat mereka berdua mendelik padanya, Aya menunjukkan dereta giginya.
"Bener – bener deh udah jadi Budak Cinta." Dewi menggelengkan kepalanya.
"Biarin daripada jadi budak kampus." Aya menunjukkan wajah konyolnya menjulurkan lidah pada Dewi. Sementara Amel hanya bisa menggeleng kepalanya.
"Nih, gue bayarin deh kali ini, tapi tipsen kelas Pak Adi ya, ya." Aya menaruh uang seratus ribuan di atas meja mereka sebelum bangkit dari tempatnya, hal itu membuat Dewi akhirnya tersenyum.
"Kembalinya ambil aja buat lo berdua." dengan cepat ia buru - buru bangkit dari tempatnya karena saking semangatnya mau dijemput Dimas.
"Nah gitu dong, hati – hati ngebucinnya ya beb." Seru Dewi seraya melambaikan tangannya pada Aya yang melenggang pergi dari kantin kampus.
***
Mereka berdua kini sudah ada disalah satu acara pameran fotografi yang selalu menjadi kesengan Dimas, ia berniat melihat karyanya sendiri pada pameran ini, tentu sekaligus memamerkannya pada Aya.
"Wow, Sayang, ini pamerannya luas banget, gede, Banyak orang ganteng juga disini ya." Suaranya terdengar sangat mengagumi pemandangan yang ada didepan matanya sekarang tapi tunggu, apa yang Aya sebut barusan? Sayang?
"Apaa? Sayang?" Suara Dimas membuat Aya menoleh.
"Iya, Sayang, kan Aya sayang Dimas." Pernyataan Aya justru membuat Dimas merinding ditempatnya.
"Jangan panggil Sayang, gue geli."