Langkah Cinta

YanuarSandieWijaya
Chapter #44

Menyambut Luka

Rasanya seperti ingin hilang ingatan saja, setelah mendapati semesta mampu mengalahkan.

Kenyataan yang baru ku ketahui, membuat ku kalah begitu saja.

***

Malam ini, Salma menjemput Dimas dengan alasan akan ada kejutan untuk Dimas, Salma memakirkan mobilnya sebelum mematikan mesin.

“Pake ini ya.” Wanita itu mengeluarkan kain slayer dari dashboard mobil, membuat kedua alis Dimas menyatu.

“Buat Apa?”

“Gue punya kejutan.” Dimas menarik kedua sudut bibirnya seraya mengikuti instruksi Salma yang akan mengikatkan kain slayer pada matanya.

“Lo selalu jadi sahabat yang baik buat gue Sal.” Salma menghela nafas, tapi tak pelak tersenyum.

“Emang harus gitu kan? Selama ini lo udah baik sama gue.” Dimas hanya terkekeh, detik selanjutnya Salma turun duluan dari mobil, lalu memutari bagian depan sebelum membuka pintu penumpang dan mengajak Dimas keluar.

“Lo percaya aja sama gue ya.” Salma berdiri dibelakang punggung Dimas dan menaruh tangannya diatas bahu Dimas, Dimas mengangguk megikuti instruksi Salma. Salma menggiring Dimas pada tempat yang ia maksud.

“Hati – hati, ini tangga.” Salma memperingatkan untuk melangkah secara perlahan, Salma masih menggring Dimas sampai didepan sebuah pintu, sebelum memasuki pintu, Salma berhenti sebentar untuk berbicara.

“Dimas, apapun kejutannya, lo jangan marah sama gue ya, dan gue harap lo bisa buka hati lo.” Dimas mengernyit tidak mengerti, tapi tak pelak juga ia mengangguk, karena ia selalu percaya dengan sahabatnya.

Wanita itu membuka sebuah pintu yang kemudian diikuti Dimas untuk melangkah memasuki sebuah ruangan.

“Sekarang, lo boleh buka slayer itu.”

Dimas mengikuti instruksi Salma, dengan perlahan ia buka penutup mata itu, saat membuka mata, ia mendapati dirinya berada diruangan yang seperti sebuah kamar, di pojok sana terlihat seorang wanita paruh baya yang menghadap pada tembok putih, matanya fokus pada sesuatu yang dipegangnya, tampak seperti sebuah foto, sementara disampingnya sudah ada Rizky yang sudah duduk menghadap wanita paru baya itu.

Dimas menatap Salma dengan tatapan meminta penjelasan, Salma hanya menuding kearah wanita paruh baya itu, lewat tatapan mata, ia meminta Dimas untuk menghampirinya.

“Saya Cuma mau anak saya memaafkan saya.” Suara itu bisa Dimas dengar, wanita itu sudah berbicara pada Rizky sedari tadi, tanpa sepengatahuan Dimas, Rizky sebenarnya sedang melakukan terapi pada Bu Sri, karena ia sudah berpengalaman berhadapan orang – orang yang depresi seperti wanita yang ada dihadapannya.

“Kalau Ibu bisa bertemu dengan anak ibu, apa yang akan ibu katakan?”

“Jika ada kata yang lebih berharga dari sekedar maaf, saya ingin mengatakan itu padanya, dan saya berjanji, bahwa saya tidak akan melakukan kesalahan itu lagi, setelah saya tersadar, saya sudah menyebabkan banyak luka untuknya, saya benar – benar hancur ketika anak saya benar – benar meninggalkan saya, mungkin ini pantas untuk saya ditinggalkan oleh semua orang didunia ini, tapi kalau ada kesempatan, saya sangat ingin memeluknya untuk, sekali saja, seumur hidup saya, saya tidak pernah bisa memberikan kasih sayang saya dengan baik.”

Suara parau itu menusuk telinganya, Dimas semakin memangkas jarak, kini ia berdiri didepan ranjangnya. Sebelumnya, ingatan Dimas sudah sepenuhnya kembali, ia mengenali sosok itu ternyata adalah Bundanya.

Bu Sri menoleh dan membelakakan matanya ketika sosok yang ia dapati ternyata adalah Dimas, putranya yang selama ini ia rindukan.

Seperti dihujam es yang menusuk tepat dijantungnya, Bunda Sri meluruhkan air matanya saat melihat putranya sudah berdiri dihadapannya. Lidahnya pilu, ia tidak bisa berkata apa – apa, bibirnya bergetar, seperti ingin mengatakan sesuatu namun tertahan tepat diujung lidahnya.

“Dimas.” Hanya suara lirih itu yang keluar dari mulutnya, Dengan gerakan yang terbata, ia bangkit dan melangkah ke arah putranya, dengan ragu – ragu ia hendak memeluk putranya, takut akan ditolak oleh putranya, sementara Dimas masih mematung ditempatnya.

Lihat selengkapnya