Langkah Cinta

YanuarSandieWijaya
Chapter #45

Sempurnanya Kekalahan

Semesta selalu adil pada manusia. Ia memberikan bahagia satu paket dengan luka dibelakangnya.

Terkadang, lebih baik berpura – pura tidak mengetahui apa – apa, untuk menghindari rasa sakit yang siap menghujam kapan saja.

***

Dika melangkah mengendap – endap menuju kamar perawatannya kembali, ia membuka pintu secara perlahan, Dika hampir bernafas lega kalau saja sosok yang ada didalamnya tidak mengeluarkan suara dehaman yang mengancam.

“Ehemmmm.” Dika mematung ketika mendapati Riska yang sudah duduk diatas sofa.

“Darimana? Abang ku sayang?” Riska melangkah dengan menyilangkan tangannya didepan dada, menunjukkan otoritasnya.

“Emm, saya Cuma cari angin aja.” Jawab Dika, namun matanya menatap lurus kearah sepatunya sendiri.

“Cari angin sampe jam segini?” Riska menuding jam dinding yang menunjukkan sudah jam 9 malam.

“Jamnya ngaco kali.” Riska memutar bola matanya jengah dengan alasan abang angkatnya.

“Bang, lo masih sakit, lo gatau apa tadi Bunda Tiara sama Ayah Prama khawatir?” Dika menghela nafas sebelum menjawab.

“Iyaudah maaf deh, besok gak lagi – lagi.” Dika mencebikkan bibirnya seraya melangkah ke arah ranjangnya.

“Bang lo dari – “ Riska baru ingin bertanya namun detik selanjutya Dika sudah memotongnya.

“Aduh, aduh kepala saya pusing banget ni, kayaknya harus istirahat.” Dika beralasan seraya memegang kepalanyanya yang masih diperban, berniat menghindari pertanyaan – pertanyaan adiknya. Riska mendengus seraya memutar bola matanya. Tapi ia membiarkannya, lagipula Dika memang harus beristirhat, ia membantu Dika melepaskan hoodienya yang menyisakan kaus hitamnya, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh Dika.

“Istirahat beneran ya, jangan coba – coba kabur lagi.” Ujar Riska otoriter.

“Siap Bos.” Dika mengacungkan jempolnya. Setelah meyakinkan Dika memejamkan matanya, ia kembali menjatuhkan dirinya di atas sofa.

Lo itu abang gue satu – satunya, gue sayang banget sama lo bang, lo itu orang yang kuat, lo bisa kasih kekuatan buat orang – orang disekeliling lo, padahal lo sendiri serapuh itu.Gue salut sama lo.

Riska menatap lekat pada Dika yang memejamkan matanya itu, rasa kasih sayang kekeluargaan ini telah mengikatnya, sebelum akhirnya ia tertidur diatas sofa.

***

Setelah mengantar Aya sampai ke ruang UGD, Dimas duduk bersandar pada dinding, ia memeluk lututnya sendiri, berperang dengan batinnya sendiri, malam ini begitu kacau, ia mencoba mengusir segala pikiran negatif yang menghantuinya. Pemuda itu menghela nafas, menatap nanar ke arah langit – langit yang berwarna putih, warna rumah sakit yang serba putih, semakin sempurna menyelimuti dirinya kedalam perasaan duka, ia merasa benar – benar jatuh.

Dikamarnya, Dika tidak bisa tidur, ketidak nyamanan menghampiri dirinya, gelisah tidak menentu. Satu hal yang ia ingat, ia sering merasakan ini saat berpisah dengan Dimas, biasanya ia akan merasakan ketidak nyamanan dalam hatinya saat saudara kembarnya berada dalam kesakitan atau kesedihan.

“Ada apa ya sebenarnya?” Dika menghembuskan nafas gusar, bertanya – tanya kenapa dia bisa seperti ini?

Dika memutuskan bangkit dari tempat tidurnya dan mendapati Riska yang sudah tertidur disofa, ia menghampirinya dan memperbaiki selimut yang turun dari tubuh gadis itu, lalu melenggang pergi keluar kamar, berusaha mencari angin sebentar.

Dika masih berjalan dikoridor rumah sakit sampai menemukan sosok yang tampak begitu putus asa didepan ruang UGD, ia mengenali sosok itu adalah Dimas, bertanya – tanya kenapa Dimas ada disini? Rasa penasaran mengalahkan egonya yang tadinya tidak ingin menemui Dimas.

“Dimas, ada apa?” Suara Dika membuat Dimas menoleh dengan gerakan lemah, tanpa berpikir panjang, ia mengenali sosok saudaranya itu, Dimas kemudian menuding ke arah pintu UGD.

“Aya..” Dika terbelalak ketika mendengar suara lemah dari Dimas.

“Kenapa Aya?” Nada khawatir tergambar jelas dari suaranya.

“Kecelakaan.” Ada sesuatu yang menghantam dadanya kuat – kuat, ia tidak mengira, sosok yang terakhir bersamanya tadi sore, sekarang sedang berjuang melawan kesakitan.

“Kenapa? Kenapa bisa gini?” Dika menarik baju Dimas, berusaha tidak percaya dengan kenyataan yang ia dengar ini.

Dimas hanya bisa menghela nafas, tatapannya benar – benar putus asa. Dika menyelidik Dimas dan mendapati banyak bekas darah yang ada pada bajunya, memperjelas kenyataan bahwa gadis itu benar – benar mengalami kecalakaaan. Dika tersungkur diatas lantai, ia membenamkan wajahnya pada lutut, bahunya mulai bergetar.

“Kenapa lo sebegitu khawatirnya?” Dimas bertanya dengan nada suara parau.

Lihat selengkapnya