Aku tidak tau apa yang terjadi, waktu bergerak begitu cepat hingga aku tidak menyadari, apakah aku hidup dalam dunia mimpi atau kenyataan.
***
Detik akan terasa melambat setiap manusia menderita. Sadar akan hal itu, mereka menggunakan kesempatan sebaik – sebaiknya untuk melanjutkan hidup mereka yang telah diselamatkan.
4 tahun telah berlalu sejak saat kejadian dramatis itu, semuanya kembali ke roda kehidupan masing – masing, melanjutkan hidup layaknya manusia biasa, terus maju tanpa mengenal lelah.
Aya sudah menyelesaikan kuliahnya dan mendapat gelar S,Ikom. Tidak hanya bekerja menjadi editor di salah satu penerbit ternama, ia pun kini memiliki toko bunga sendiri, seperti yang dijanjikan Kak Nia padanya bertahun – tahun yang lalu. Bentuknya seperti rumah kaca yang besar dan dipenuhi oleh banyak bunga didalamnya.
Hari ini dia sedang senggang, menikmati area rumah kaca yang dipenuhi bunga, selain aroma buku di toko buku, Aya begitu menyukai wangi bunga – bunga yang sedang bermekaran. Cahaya matahari pun masuk melalui celah-celah jendela.
Ia merasa ini adalah kenyataan, sedangkan kejadian 4 tahun yang lalu adalah mimpi indah sekaligus buruk yang pernah ia alami. Setelah kejadian itu, ia tidak pernah lagi mendengar kabar tentangnya, tentang seseorang yang ada dimimpi itu, ingin rasanya ia benar – benar kembali pada mimpi yang membawa bahagia sekaligus luka.
"Aya," panggilan Kak Nia menginterupsi lamunan Aya, Wanita itu membawa sebuket bunga. "Kakak mau ke makam dulu, kamu enggak ke sana?"
Tanpa perlu ditanya lagi, Aya sudah mengetahui makam mana yang Nia maksud, ia tersenyum hambar. "Aku baru tadi pagi kak kesana, titip salam aja ya." Kak Nia tersenyum sebelum mengangguk sebagai jawaban.
"Kalo gitu kakak pergi ya, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Aya membagi tatapannya pada punggung Kak Nia dan bunga yang ada disampingnya, dengan lembut ia mengelus bunga di sampingnya, dalam hati ia bergumam.
Mama udah tenang ya disana.
Entah untuk mama yang mana ia sampaikan perasaan itu, yang jelas, ia benar – benar berterima kasih pada mama yang telah melahirkannya, dan yang telah merawatnya, yang kini keduanya sudah tertidur 6 kaki di bawah tanah untuk selamanya.
Selang beberapa menit selepas kepergian Kak Nia, suara lonceng yang beradu pada pintu mengalihkan perhatiannya, pertanda ada pelanggan yang datang.
"Aya, ada pelanggan." Panggil Bu Sarah dari depan, Aya pun bergegas menghampiri.
Terlihat seorang Pria yang menggunakan kemeja putih, sosoknya sangat elegan, ia tidak bisa mengenali wajahnya karena kacamata hitam yang bertengger diwajahnya.
"Cari bunga buat siapa ya?" Sosok itu menoleh pada Aya dan menghampirinya.
"Bunga terbaik untuk orang spesial, ada?" tanya Pria itu.
"Oke sebentar, disini tersedia bunga – bunga dengan kualitas terbaik." Aya melayangkan senyum sebelum meninggalkan pelanggan itu.
Tidak menunggu lama, Aya keluar mengeluarkan sebuket mawar putih.
"Sekalian ditulis di post it ya." Pinta pria itu.
Aya mengeluarkan sebuah post it dan pulpen dari etalase. "Mau tulis pesan apa dan Dear siapa?"
Pemuda itu diam beberapa detik, sebelum akhirnya menjawab.
"Dear Aya, aku kembali, apakah kau ingat?" suara berat itu membuat tangan Aya bergetar, mengalihkan perhatiannya yang fokus pada post it, takut – takut ia coba mendongakkan kepalanya.
Pria itu membuka kacamata hitamnya, menunjukkan keseluruhan wajahnya. Aya mengenali sorot mata itu, sorot mata yang selama ini begitu menyiksanya dalam perasaan yang bernama, Rindu.
Ia tidak tau apa yang terjadi, tubuhnya tiba – tiba menegang, seketika saling mengunci bayangan di manik mata satu sama lain, ia merasa ada sesuatu yang menyekat pernapasannya.
Ia mencoba menelaah apakah ini delusi atau memang nyata.
Dimas.
Dia pulang.
***
Nia menaruh buket bunga di atas pemakaman, ribuan terima kasih ia sampaikan lewat doa yang ia panjatkan pada orang yang telah menyelamatkan hidupnya, membawanya kembali pada Dunia yang luas ini. Sepulas senyum ia layangkan pada batu Nisan itu.
Sudah menjadi kebiasaan Nia untuk melakukan ritual itu disini, selalu mendoakannya, selalu berziarah, untuk melengkapi rasa syukur dan terima kasihnya.
Setelah selesai berziarah, ia berpamitan pada sang pemilik nama yang tertera di batu nisan, sebelum akhirnya melenggang pergi dari makam.
***
Nia kini berjalan di area taman yang membangkitkan masa nostalgia kala itu, ia tersenyum hambar, taman yang ia datangi bersama Dika semasa remaja, sekilas ingatannya berkelana pada saat itu. Sudah lama sekali.