Minggu ke tiga Januari, 2014
Tak usah kuceritakan detail bagaimana ujian akhir semester ini dan Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa dan Pengabdian Masyarakat (LDKM) di salah satu Villa di puncak Bogor. Untukku, semua aman dan berjalan lancar. Tapi sebaik apapun rencana, ada masalah sesuai dari dugaan maupun tidak.
Tentang UAS. Insiden fotokopian mikro yang jatuh meluncur ke lantai saat Nata membalik kertas folio garisnya. Dosen pengawas pas pula berdiri di depannya melihat langsung kejadian itu. Akhirnya, Nata disuruh keluar dan dicoret dari kehadiran. Tentu saja nilai UAS nol. Nol yang itu. Yang dibagi 1 sama dengan 0. Yang 1 dibagi 0 sama dengan infinity atau 'kesalahan' jika mengetik dari kalkulator hape. Alamat mengulang tahun depan atau ambil semester pendek saat agustus nanti.
Tentang LDKM. Acara tahunan untuk mahasiswa baru dan kepanitiaannya dari angkatan dua tahun di atas tahun masuk maba. Contohnya, aku maba 2013 maka panitianya dari angkatan 2011. Proses berjalan aman didampingi oleh senior dari tahun '99 serta ketua jurusan dan beberapa dosen ikut datang dan mengisi acara. LDKM kampusku dijamin aman.
Namun, batinku kala itu berbicara ‘aneh sekali acara ini berjalan lancar seperti jalan bebas hambatan’. Ngebatin itu doa. Sesuatu terjadi saat hari terakhir. Habis dari rumah penduduk dari sesi pengabdian masyarakat, di jalan setapak yang mendaki menuju jalan keluar ke Villa, dua orang jatuh ke bawah lereng. Kudengar, salah satunya kepalanya menghantam bebatuan. Aku merinding.
Sekarang senior itu dirawat di salah satu rumah sakit di Bogor. Infonya sih sedang dalam masa pemulihan. Dan orang yang ikut terjatuh dari pleton I, Seza dari kelas B. teman setingkatku itu alhamdulillah hanya lecet sedikit.
Jalan bebas hambatan akan macet pada waktunya. Ketika mudik, ada insiden kecelakaan, dan ketika masuk-keluar pintu gerbang tol. Jangan lupa ketika di rest area. Kalau parkir penuh dan truk-truk besar berjejer mengisi solar di SPBU.
“Kamu jadi pulang ke Samarinda? Aku dan Ghea udah pesan tiket. Turunnya di Balikpapan,” kata Jeri memulai obrolan habis sholat isya.
Malam ini jadwal aku dan Ghea menginap di kosan Jeri di Abdul Hamid. Rutinitas sejak tahu kami dari Kaltim. Dan dari seminggu, selesai UAS bisa tiap hari selang-seling kos Ghea-Aku-Jeri.
“Belum tau. Bingung, si Papah nyuruh pulang ke Kediri di kampung halamannya aja. Tapi Mamah nyuruh ke Samarinda.”
“Dua minggu kamu di Kediri, sisanya ke Samarinda gimana?”
Aku tertawa pertanyaan Ghea. “Duit duit duit.”
“Lah? Win-win solution. Coba kamu ngomong gitu ke papah dan mamahmu, Dey.”
“Mamah cenderung ikut Papah. Kayaknya aku besok pesan tiket kereta api.” Kataku mengecek website pemesanan tiket kereta api. Ada Matarmaja, Majapahit, Gajayana dan Bima. Cari yang termurah dan dari stasiun Pasar Senen.
“Lebaran tahun ini pulang kan?”
“Iya aku akan pulang. Eh, kalian turun di Balikpapan?” tanyaku heran.