Februari 2012
Bu Wasi’ah berkutat pada kumpulan kertas di atas meja dilapisi kaca transparan. Dey menunggu diam sambil mencermati sebelah meja beliau yang rapi. Foto keluarga dan jadwal pelajaran tertempel di balik kaca tebal. Ada tiket bus Samarinda-Banjarmasin dan nomor kontak pemilik bus itu. Jam pelajaran kelima di ruangan guru sangat sepi. Manusianya hanya Bu Wasi’ah dan Dey.
“Transportasi besok mau Ibu pesankan mobil?”
“Tidak, Bu. kami bemotor saja.”
“Cukup?”
Dey mengangguk. “Iya, ada teman Kak Maila jadi pas, Bu.”
“Tunggu sebentar, di mana ya?” kata beliau memilah kumpulan kertas di laci.
Suara langkah terdengar bersamaan sapaan Bu Rum ke Dey. Dey menyapa hormat wali kelasnya. Di belakang Bu Rum seorang cewek berambut pendek dengan poni tipis, kulit kuning langsat dan perawakannya seperti perwakilan miss-miss yang Niken bicarakan. Bahkan rok abu-abu lipat panjang terlihat sangat pas bersamaan lengan panjang seragam putihnya.
Dey memandang lama cewek itu sampai cewek itu yang tadi sibuk berbicara dengan Bu Rum menoleh ke dia.
Cewek itu tersenyum anggun ke Dey. Dey tersenyum balik.
“Dara, jangan lupa titipan Ibu.”
“Iya, Bu,” kata Dara lembut mengambil map dari tangan Bu Rum.
Dey terus memperhatikan dia sampai Bu Wasi’ah memanggilnya dan memberikan surat dispensasi untuk lomba besok.
***
Seminggu Dey berkutat di ruang auditorium Unmul. Ia mengerjakan soal olimpiade sebanyak 100 soal dan menonton tim cerdas cermat sekolahnya sampai juara 3. Sayang sekali dia tidak berhasil masuk ke semifinal olimpiade. Tim Biologi Smaga hanya membawa juara di bagian cerdas cermatnya.
Besoknya dia kembali ke kelas. Kata selamat memenuhi ruangan kepada Muhaimin untuk olimpiade Matematika. Brilly dari XII IPA 1 menyabet juara 1 dan Muhaimin berhasil mendapatkan juara 3. Marisa yang ikut olimpiade Fisika tidak lolos sama seperti Dey.
“Di? Selamat cerdas cermatnya aku dengar juara tiga,” ucap Ozi duduk di kursinya.
Dey mengucapkan terima kasih.
“Olimpiade apapun memang susah soalnya. Bahkan Marisa yang sepintar itu Fisikanya tidak lolos juga. Semangat, Di. Tapi soalnya memang susah banget kah?”
“Iya soalnya susah banget, Zi.”
Ozi mengangguk dan melihat Muhaimin yang sibuk menerima ucapan selamat. “Imin pintar banget. Dia keren.”
“Kak Brilly lebih keren. Tiga kali ikut olimp selalu juara.”
“Waw! Kak Brilly sepintar itu?”