BYSTANDER

Ralali Sinaw
Chapter #26

11

Akhir Mei 2015

 

Haris mengajakku jalan-jalan ke Kota Tua sabtu sore. Kuiyakan ajakannya dan kami memutuskan untuk bertemu di stasiun Jakarta Kota. Ia sms sudah menunggu di sana. Sebelumnya aku dari stasiun Rawa Buaya baru saja menginjakkan kaki di stasiun Kampung Bandan menunggu transit feeder line ke stasiun Jakarta Kota.

Hanya lima menit perjalanan. Langkahku keluar dari gerbong pertama sambil mencari keberadaan Haris. Kudapati Haris melambaikan tangan kanannya bersama senyum kambingnya itu. Oh, hari ini dia memakai jeans biru dongker yang di kedua lututnya ada beberapa sobekan, kaos cokelat tua dengan jaket senada celananya bertengger di ransel maroon. Tangan kirinya memegang brosur yang digunakannya sebagai kipas mendadak.

“Pasti dari kuliah langsung ke sini? Atau habis dari kesibukanmu yang tiada berujung dan kamu bosan terus panggil aku?”

Haris terkekeh. Dia sangat aktif kegiatan kampus sehingga dua minggu habis dari ‘keliling monas lagi’ baru menghubungiku untuk jalan lagi. Sebenarnya dia minta tiap minggu ketemuan tapi dia sendiri yang tidak bisa karena katanya sibuk. Aku tidak memaksanya untuk ketemuan toh. Di samping aku ingin menghabiskan waktu dengan drakor dan guring. Sejujurnya main sama dia memakan waktu berjam-jam. Seru sampai lupa waktu.

Memang dari dulu dia sangat suka dengan namanya ‘mengatur-atur’.

“Dan kamu? Dari kosan kan?”

“Kok tau?”

“Noh kemeja dan celana belum disetrika. Males amat sih.”

Aku memandang diriku. Kalau dilihat-lihat agak kusut. Celana kain dark choco setiaku, kemeja kotak-kotak merah hitam dan kaos putih dibaliknya. Sangat kentara.

“Yang penting aku di sini.”

“Rambutmu kusut tuh. Lupa nyisir?”

“Ah.”

“Ini sisir. Bersih.”

“Makasih, Ris.”

“Sayang kali rambut panjangmu kau potong.”

“Iya giliranmu sekarang ngondrong.”

“Cocok nggak?”

“Kalau mau jadi tipe-tipe senior yang malas ngampus tapi absensi gak bisa titip, uhm, iya cocok. Ini sisirnya. Udah.”

“Tapi rambut pendekmu cocok juga. Tambah poni juga.”

“Cantik?”

“Kayak Dora The Explorer.”

Aku manyun. Ia tertawa. Kami berjalan ke luar stasiun. Ke pintu luar dekat jalan menuju museum Fatahillah. Kami menyusuri lapangan mencari tempat duduk yang kosong di tengah kumpulan manusia. Untuk menuju malam minggu ramai sekali sudah sore ini. Haris menemukan spot. Ia membuka majalah lama dibawanya dari Sekret BEM dan merobeknya menjadi tempat alas untuk kami berdua.

Minuman es teh dan pentol rebus serta bakpau 4 biji isian ayam semua menemani lapar di keramaian suara penuh berbagai rasa.

“Fandi seminggu setelah puasa udah di Samarinda. Enak banget dia.”

Oh iya minggu depan sudah puasa Ramadhan. “Kamu tau kampusnya gimana. Kalau bandingkan kampusku dan kampusmu masih enak kamu banyak liburnya.”

“Tapi kamu minggu tenangnya dua minggu.”

Lihat selengkapnya