Epilog
Kedua jemari Auliana bermain air hujan. Beberapa tetes membasahi lengan bajunya. Hujan kali ini awet dan tidak ada tanda-tanda akan reda. Dia menyentuh bajunya yang agak lembab terutama balutan kain di kepalanya lumayan basah karena dia berlari dari parkiran menuju perpustakaan.
Aral membuka pintu perpustakaan menghampiri dia yang berdiri di tepi teras tepat di depan pohon ketapang. Aral membawa handuk putih kecil dan jaket rajut tebal hitam gagak.
“Jangan pinggir-pinggir. Kena air hujan. Mana tanganmu.”
Auliana menyerahkan kedua tangannya yang basah.
“Kan kubilang hari ini ndak usah kesini. Kamu tuh mau sakit? Sudah tau dari dulu gampang masuk angin,” gerutu Aral sambil mengelap tangan kiri Auliana hati-hati.
Auliana tersenyum. “Kita udah janji. Dan aku harus datang.”
Aral selesai mengelap telapak tangan kiri Auliana, lalu mengelap satunya. Auliana tersenyum memikirkan sesuatu. Akhirnya telapak tangan kirinya yang telah mengering diayunkan ke belakang. Dari kering kembali basah kena air hujan lagi.
Aral menatap Auliana yang tersenyum lebar. Tanpa berkata-kata Aral menarik tangan kiri Auliana lalu mengelapnya lagi.
Kali ini Aral tersenyum lembut. “Dari dulu kamu memang ndak bisa jauh dari hujan ya, Auliana.”