Di Wolcheon Villa, suasana sangat berbeda. Joo Hyuk baru saja tiba di rumah, dipapah oleh asistennya, Ma Ha Joon. Bau alkohol sangat kuat dari tubuhnya, dan langkahnya terhuyung-huyung. Joo Hyuk segera menuju bar dan menuangkan minuman lagi. Dalam keadaan mabuk, ia mulai mengamuk, memukul-mukul meja dan merusak barang-barang di sekitarnya “Kenapa hidup ini begitu menyedihkan!” teriak Joo Hyuk. Ji Ah yang mendengar keributan itu, segera turun dan mendekati ayahnya. “Appa, apa yang terjadi? Appa minum lagi?” tanya Ji Ah dengan suara penuh kekhawatiran. Namun, Joo Hyuk tidak merespon dengan baik. Ia menoleh ke arah Ji Ah dengan mata penuh kemarahan “Apa urusanmu? Kamu tidak tahu apa-apa! Pergi dari sini!” bentak Joo Hyuk.
Ji Ah terkejut dan sakit hati, air matanya mengalir deras “Appa, aku hanya ingin membantu...” ucap Ji Ah, suaranya bergetar. Joo Hyuk tidak peduli, terus mengamuk dan membentak Ji Ah “Seharusnya kamu tidak lahir! Semua kekacauan ini karena kamu! Aku muak melihatmu! Kamu yang merusak kehidupanku, aku tidak akan pernah memaafkanmu seumur hidupku” ucap Joo Hyuk. Ha Joon mencoba menenangkan Joo Hyuk “Tenanglah” ucap Ha Joon. Ha Joon melirik Ji Ah dan menyuruhnya masuk ke kamar “Nona, masuklah ke kamar. Kondisi Tuan Kang sedang tidak stabil” kata Ha Joon.
Ji Ah mengangguk dan lari ke kamarnya, mengunci pintu lalu duduk di kamarnya, menangis tersedu-sedu. Ia merasa sangat terluka oleh kata-kata ayahnya. “Kenapa semua ini terjadi padaku? Apa salahku? Kenapa eomma memutuskan untuk melahirkanku? Seandainya jika aku tidak ada, appa dan eomma hidup bahagia. Dan hal seperti ini tidak akan pernah terjadi” ucap Ji Ah. Tiba-tiba, ia mengingat pertemuan dengan Ryu Jung, perempuan yang menyelamatkannya. Ji Ah merasa sedikit terhibur mengingat kebaikan yang diberikan oleh orang asing itu. Ji Ah mengingat nama cafe yang disebutkan oleh Ryu Jung dan mencarinya di internet. “Ah benar, kalau tidak salah Cafe Cheongbaram” ucap Ji Ah.
Ia mengetik "Cafe Cheongbaram" di kolom pencarian. Hasil pencarian menampilkan informasi tentang cafe itu, termasuk foto-foto dan ulasan dari pengunjung. Ji Ah melihat gambar Ryu Jung bersama para staf cafe “Ini dia, Cafe Cheongbaram” ucap Ji Ah. “Sepertinya aku harus pergi ke sana. Mungkin eonni itu bisa membantuku” ucap Ji Ah.
Setelah selesai makan, Min Ji membayar dan mengantar Da Hee pulang. Mereka berjalan bersama di bawah langit malam yang berkilauan dengan bintang. “Min Ji-ya, terima kasih sudah mewujudkan keinginanku. Aku merasa sangat senang dan aku merasa bahwa aku tidak sendirian di dunia ini” kata Da Hee sambil tersenyum. Min Ji menjawab “Tentu saja, Da Hee-ya. Aku senang bisa membantumu” kata Min Ji sambil tersenyum. “Kalau begitu aku masuk sekarang” kata Da Hee, Min Ji mengangguk.
Keesokan harinya, Ryu Jung pergi berbelanja ke Mall. Dia berjalan-jalan di antara deretan toko dan memberi beberapa barang, dan dia tiba-tiba melihat sebuah dress berwarna putih dan segera membelinya. Ketika dia sedang membayar, dia melihat sebuah dress berwarna pink yang terlihat sangat cantik, Ryu Jung memperhatikannya dan matanya berkaca-kaca “Dress nya sangat cantik” kata Ryu Jung. Staff yang sedang memproses pembelian Ryu Jung mengangguk dan menimpali “Benar, itu adalah dress yang cantik. Sangat cocok dipakai oleh anak remaja” kata Staff. Ryu Jung hanya tersenyum dan kini setelah selesai dia segera keluar dan kembali ke Cafe Cheongbaram.
Di Cafe Cheongbaram, Ryu Jung segera masuk dan duduk. Ji Eun menghampirinya “Sudah?” tanya Ji Eun. Ryu Jung menganguk dan memperlihatkan paper bag kepada Ji Eun. Ji Eun melihatnya dan tersenyum “Da Eun pasti sangat senang! Aku yakin Da Hee juga pasti sangat senang” kata Ji Eun. Min Ji menghampiri mereka dan bertanya “Bagaimana hasilnya?” tanya Min Ji. Ryu Jung “Sudah kusiapkan, tinggal kita setting tempat untuk besok” jawab Ryu Jung. Min Ji tersenyum dan mengangguk “Da Hee pasti sangat senang, ini akan menjadi kenangan yang indah untuk mereka berdua” kata Min Ji. Ryu Jung mengangguk “Kau benar, itu akan menjadi kenangan yang indah untuk mereka. Da Hee pasti akan mengingat momen ini seumur hidupnya, maka mari kita ciptakan memori yang bisa dikenang untuknya” kata Ryu Jung. “Benar, jika kita menciptakan momen perpisahan yang indah, itu akan berkesan untuk Da Hee seumur hidupnya” kata Ji Eun.
Jin Woo menghampiri mereka “Untuk bunga, itu juga sudah siap. Aku menyimpannya di belakang” kata Jin Woo. “Bagus, Jin Woo-ya” kata Ji Eun. “Lalu, bagaimana dengan besok?” tanya Tae Young. “Kita hanya perlu memanggil Da Eun-ssi, walau bagaimanapun Da Eun-ssi yang harus bersiap karena perpisahan ini sulit untuknya. Ini adalah pertemuan pertama dan terakhir bagi Da Eun-ssi” kata Ryu Jung. “Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Da Eun, dia harus berpisah dengan putri satu-satunya dan pergi meninggalkannya selamanya. Da Eun pasti sangat tersiksa, tapi dia harus melakukannya” kata Ji Eun. “Benar, Da Eun pasti sangat tersiksa. Dia ingin memeluk putri nya dan menenangkannya tetapi dia tidak bisa melakukannya. Aku tahu dia pasti sangat tersiksa dan lebih memilih pergi ke tempat lebih baik daripada masih disini tapi tidak bisa melakukan apapun” kata Ryu Jung.
Da Eun tiba-tiba masuk dan bergabung bersama mereka. “Da Eun-ssi, lihatlah ini” kata Ryu Jung. Da Eun menghampiri Ryu Jung dan melihat isi paper bag, mata nya mulai berkaca-kaca “Ini…” kata Da Eun, suara nya mulai terbata-bata. Dia mulai menangis. “Terima kasih sudah membantuku mewujudkannya. Tanpa kalian, aku tidak akan bisa melakukannya. Aku sangat yakin Da Hee pasti sangat senang” ucap Da Eun. Ryu Jung tersenyum “Kami sangat senang membantu, besok adalah hari terakhir kalian bersama. Kami ingin menciptkan memori yang indah untuk kalian berdua, pertemuan pertama dan terakhir yang akan dikenang seumur hidup oleh Da Hee” kata Ryu Jung. “Aku tidak bisa membayangkan besok adalah hari terakhir aku berada di sampingnya. Aku tidak bisa memeluknya dan melakukan apapun, itu sangat menyiksaku. Ada banyak hal yang ingin kukatakan kepadanya, dan aku takut kalau aku tidak bisa mengatakannya” kata Da Eun. “Da Eun, tidak apa-apa. Tidak ada perpisahan yang mudah, tetapi besok adalah hari terakhir kalian bersama. Hari itu tidak akan ada lagi, maka manfaatkanlah hari besok” kata Ji Eun. “Benar, ini hanya satu-satunya kesempatan” kata Min Ji.
Da Eun mengangguk “Aku mengerti, ini satu-satunya kesempatanku untuk berbicara dan menghabiskan waktu dengannya. Aku tidak bisa seperti ini, aku harus kuat demi Da Hee dan demi diriku. Jika aku menyia-nyiakan pertemuan besok, aku akan menyesal selamanya dan aku tidak akan pernah bisa mengulangi hal ini lagi” kata Da Eun. “Benar, ini satu-satunya kesempatan. Manfaatkan kesempatan ini dengan baik, dan buatlah kenangan yang indah dengan Da Hee besok” kata Ryu Jung. Da Eun mengangguk lalu pergi.
“Pasti berat untuknya” kata Min Ji. “Tentu saja, itu sangat berat untuknya. Hanya ini yang bisa kita lakukan untuk Da Eun dan Da Hee” kata Ji Eun. “Ah, benar. Min Ji-ya, jangan lupa. Nanti berikan ini pada Da Hee dan minta dia untuk memakainya besok” kata Ryu Jung. “Oke” jawab Ji Eun. “Kalau begitu, besok kita mulai dari jam berapa?” tanya Tae Young. Ryu Jung terlihat berpikir “Sepertinya kita akan memulai persiapan dari malam ini” jawab Ryu Jung. “Ah, benar. Tolong tulis di social media cafe kita, besok kita akan tutup. Aku khawatir ada pelanggan lain, karena besok adalah hari milik Da Eun dan Da Hee” kata Ryu Jung. “Baiklah, aku akan memasang pengumumannya” kata Tae Young.
Mereka sudah memulai persiapan, Min Ji segera mengambil paper bag “Aku akan pergi ke tempat Da Hee sekarang. Aku akan memberikan ini” kata Min Ji. “Baiklah, hati-hati di perjalanan” kata Ryu Jung. Min Ji mengangguk dan keluar dari Cafe. 20 menit kemudian dia tiba di tempat Da Hee dan mengetuk pintu. Da Hee yang sedang bermain piano menghentikannya dan segera membuka pintu “Min Ji? Ada apa?” tanya Da Hee. Min Ji memberikan paper bag kepada Da Hee “Pakailah ini untuk besok” kata Min Ji. “Apa ini?” tanya Da Hee. “Pokoknya pakai ya, ini untuk penampilanmu besok” kata Min Ji. Da Hee mengangguk “Baiklah, aku akan memakainya besok” kata Da Hee. “Oh, ya. Datang lah pukul 7 malam ke Cafe. Penampilanmu akan di mulai pukul 7” kata Min Ji. “Baiklah, aku mengerti. Terima kasih sudah memberitahuku, Min Ji” kata Da Hee. Min Ji mengangguk “Kalau begitu, aku pulang ya” kata Min Ji. “Kamu nggak mau masuk dulu?” tanya Da Hee. Min Ji terlihat berpikir dan mengangguk “Oke, aku masuk deh kalo kamu undang aku” jawab Min Ji.
Min Ji masuk ke dalam dan melihat-lihat, Da Hee mengambilkan air putih untuknya. Min Ji melihat bingkai foto Da Hee dan Da Eun di berbagai tempat dari Da Hee kecil hingga remaja. Da Hee tiba-tiba berbicara “Ini kebiasaan Eommaku. Eomma sangat suka berfoto denganku” kata Da Hee sambil meletakkan air minum di meja. Dia berdiri dan mengambil album lalu memperlihatkannya kepada Min Ji “Sejak aku dalam kandungan, eomma selalu mendokumentasikan perubahannya hari demi hari. Sebelum eomma pergi, ku pikir eomma terlalu berlebihan. Tapi sekarang, ketika eomma pergi untuk selamanya, aku tiba-tiba berpikir ternyata eomma sangat menyayangiku dan selalu menikmati momen-momen bersamaku. Melihat album-album ini membuatku merindukan eomma dan aku ingin menghabiskan hariku walaupun hanya 1 hari dengannya. Aku ingin berterimakasih dan memeluknya” kata Da Hee. Min Ji berbicara dalam hati “Besok kamu akan bertemu dengan eommamu” kata Min Ji dalam hati. “Seandainya kesempatan itu ada” kata Da Hee.