Cafe Stories

Mizan Publishing
Chapter #1

Prolog

Entah sejak detik ke berapa dari sisa umurku, aku tiba-tiba berjanji untuk menulis tentangmu. Kata-kata yang kuyakin tidak pernah akan kukirimkan padamu dan hanya akan kusimpan untuk diriku sendiri.

Katakan, adakah yang lebih berharga dari kenangan? Manusia rela melakukan apa saja de-mi mengalami kenangan manis. Maka izinkan kujumput sebisaku sebait kenangan tentangmu. Yang pernah memenuhiku dengan rindu dan pilu. Yang membuatku merasa berarti walau aku tak pernah memilikimu.

Setelah kau memecahku menjadi delusi dan ironi, kuputuskan untuk tetap hidup bahagia. Kurasa, kebahagiaan bukan karena kau ada di sisiku. Atau aku menatap senyummu yang cemerlang di bawah matahari dan kita saling menggenggam tangan menuruni bukit licin sisa hujan kemarin. Bukan wangi kopi sore yang kau seduh untukku, lalu kita menghabiskan sisa hari di beranda samping rumah. Bukan kau memeluk punggungku saat malam penat menyesakkan, menenangkan resahku sambil berbisik di telinga, “Semua akan baik saja.” Dan aku terbangun dengan mencium senyummu. Bukan aku menggendongmu ke tempat tidur karena kau terlalu lelah untuk mengangkat tubuh dari meja kerja. Atau kau meneriakiku untuk makan siang karena terlalu lama membaca di rumah pohon kita. Aku tahu, aku tidak bisa melakukan semua itu karena tak pantas bagiku yang bahkan bukan punyamu. Yakinlah bahwa aku akan tetap bertahan hidup walau tak memilikimu sebagai sumber kebahagiaanku.

Lihat selengkapnya