Seharusnya perjalanan ke Malinau itu dilakukan kemarin siang. Akan tetapi, selain karena cuaca Tarakan yang tidak berhenti hujan juga karena Aldi tidak kunjung muncul. Bahkan orang yang katanya menggantikan Aldi pun tidak ada menghubungi Delon dan saat Alia mencoba menghubungi, nomornya tidak aktif.
“Pak Bara kena scam atau gimana sih?” tanya Alia saat makan malam. “Masa iya udah aku telpon pakai nomor Wanda juga gak aktif?”
“Itu orang yang biasa perusahaan hubungi jika survey ke daerah Tarakan dan sekitarnya, la. Mane mungkin tipu-tipu.”
“Please, Ko. Ngomong Indonesia yang baku aja deh. Otak aku lagi gak sanggup mode translation.”
Delon berdecak, tetapi lagi-lagi tanpa sadar memperhatikan Wanda. Setidaknya Delon bersyukur karena perempuan itu tidak cerewet karena semua hal aneh yang terjadi sejak keluar dari pintu kedatangan bandara. Setidaknya mengurangi beban kepala Delon yang harus mendengarkan omelan Alia yang berulang karena masalah mereka yang jadinya terjebak di hotel dan bukannya sudah berada di Malinau.
“Wan, menurutmu itu orang yang dikejar penunggu hutannya kenapa ya?” tanya Alia yang membuat Delon tidak jadi meminum minumannya dan memejamkan matanya sesaat.
Seharusnya Delon bawakan beberapa buku untuk membuat Alia diam dan bukan terus bertanya tentang hal-hal yang bisa membuatnya takut untu tidur nantinya.
“Al, berhenti ngomongin hantu.” Perkataan Wanda membuat Delon perlahan membuka matanya. “Sebelum kamu bilang hal itu, iya aku hanya mau membicarakannya saat siang dan bukan malam.”
“Ih, Wanda gak seru.”
“Kalo mau seru, main game sana.”
“Aku gak kepengen main genshin lagi! Nanti malah boros beli gatcha pas event karena sebel gak bisa dapatin yang aku mau.”
“Yaudah, nanti aku pinjamkan e-reader punyaku.” Wanda melirik Alia dengan malas. “Jadi sekarang habiskan makanmu dan tidak, aku sedang tidak butuh belas kasih untuk sharing makananmu, Al.”
Alia berdecak, tapi mulai lanjut makan lagi. Hal yang sebenarnya cukup langka dilihat oleh Delon, karena sudah menjadi rahasia umum jika Alia itu paling susah untuk makan. Itulah alasan seringnya Alia mendapatkan project yang berada di daerah yang tidak jauh dari masyarakat modern yang tidak jauh berbeda dari kota besar. Jadi sebenarnya bos mereka justru meletakkan Alia pada tempat seperti ini membuat Delon gelisah.
Apa yang sebenarnya sedang direncakan oleh orang kantor kali ini?
***
Keesokan harinya jam 8 pagi, akhirnya mereka bertiga dijadwaklan pergi dari hotel menuju pelabuhan. Mereka tentu tidak pergi tanpa orang utusan yang ditunjuk oleh kantor, tapi pada akhirnya yang muncul bukanlah Aldi atau pun penggantinya itu. Justru orang baru yang bahkan baru kali ini Delon temui.
“Kenapa ya saya dilihatin terus, bang?” tanya Rizki yang menyadari tatapan Delon yang menilainya. “Apa saya tadi ada salah ngomong?”
“Gak. Cuma baru kali ini lihat kamu padahal udah sering ke Tarakan dan kerja dengan kantormu.”
“Oh gitu. Saya emang anak baru, Bang. Baru seminggu yang lalu kerja.”
Delon mendengar hal itu semakin merasa curiga. Karena tidak biasanya bosnya akan membiarkan timnya diurus oleh orang baru. Akan tetapi, Alia yang sedang menerima telepon dari bos mereka dan tidak terlihat seperti dimarahi oleh Pak Bara. Merasa tidak beres, Delon menghampiri Alia dan menadahkan tangannya.
“Ko, kenapa?” tanya Alia yang menjauhkan sesaat dari teleponnya. “Apa kehabisan uang tunai?”