“Akhirnya sampai juga!” seru Alia saat turun dari speed boat dan menunggu yang lain untuk turun.
Setelah semuanya turun, mereka menunggu Rizki untuk menjemput dengan mobil yang akan membawa langsung ke daerah yang akan menjadi tempat survey. Tidak lama kemudian, Rizki datang dan membantu mengangkat koper mereka semua.
“Udah, biar aja.” Delon menahan koper Wanda karena terlihat hendak membawanya sendiri. Wanda tentu menatap Delon, tapi lelaki itu berucap, “Ini bukan bandara atau hotel, jadi jangan buang tenaga lebih awal.”
Wanda tidak mengatakan apa-apa, tapi setidaknya memang mendengarkan apa yang Delon katakan. Alia yang tadi pamit pergi sebentar untuk membeli air mineral, akhirnya kembali dengan tas belanja dan memberikan mereka air mineral. Delon tahu jika Alia bukanlah orang yang bisa membuka tutup botol minum dengan mudah, jadi sengaja sudah membuka miliknya dan berniat untuk memberikan kepada perempuan itu.
Tapi kalah cepat dengan Wanda yang sudah menyodorkan kepada Alia. “Nih.”
“Terengkeu, Wandaku sheyenk.”
Wanda mendelik, lalu berdecih. Sementara Alia hanya tertawa dan membuat Delon menghela napas, kemudian tersenyum. Pada akhirnya Delon meminum air mineral yang tadinya diniatkan untuk Alia.
Saat Rizki kembali, Alia menyodorkan air mineral yang masih tersegel yang membuat lelaki itu terkejut. “Jangan kagetan gitulah, Ki. Minum dulu biar ada tenaga ntar jawabin pertanyaan kita semua.”
Rizki hanya tertawa kikuk, mungkin karena masih belum sepenuhnya nyaman karena masih teringat-ingat kejadian tadi pagi. Setelah mereka masuk ke dalam mobil—yang mana Delon pasrah lagi harus duduk di antara Alia dan Wanda—akhirnya mobil mereka mulai meninggalkan area pelabuhan. Setelah Rizki memperkenalkan supir mereka, kenyataannya perkiraan Alia bahwa mereka akan banyak berbicara itu benar kejadian.
Hanya saja, Alia tidak mengira jika akan menjadi tempat sandaran kepala Delon. Mana Wanda yang tidak sadar bersandar untuk tidur ke arah Delon juga. Sepertinya jejak antimo dalam tubuh mereka masih mampu melakukan kerja yang baik.
“Mbaknya asli mana?” tanya Pak Sungai kepada Alia yang membuatnya mengalihkan pandangan dari jendela.
“Lahirnya di Banjarmasin, Pak. Cuma sekarang tinggalnya di Balikpapan.”
“Oh bukan ikut Mbak sama Masnya ini kerja ya?”
“Itu tempat tinggal saya kalau pulang kampung pak, hehehe.” Alia tertawa dan membuat Pak Sungai ikut tertawa. “Bapak sendiri lahir dan besarnya di sinikah?”
“Enggak, Mbak. Saya lahirnya di Nunukan, tapi dapat jodohnya orang sini.”
“Oalah.” Alia menganggukkan kepalanya. “Pak, nanti bisa mampir makan dulu? Kita belum makan siang soalnya.”
“Aman, Mbak.”
Alia melirik Rizki yang tampak salah tingkah karena terpergok menatapnya. Membuat Alia hanya tersenyum, kemudian berucap, “Sorry ya tadi Ko Delon begitu. Dia hanya menjalankan SOP kantor.”
“Eh gapapa kok, Mbak. Gapapa.”
“Aku ngerti kalo jadi merasa serba salah dan gak enak karena sikapnya Ko Delon tadi pagi.” Alia mencoba untuk menghibur Rizki, padahal sebenarnya dirinya juga terkejut dengan sikap Delon itu. “Tapi sebenernya orangnya baik. Cuma emang lagi bad mood soalnya tiba-tiba dikasih tugas buat survey pas cuti.”
“Loh kok bisa pas cuti malah disuru kerja? Gak protes?” tanya Pak Sungai yang membuat Alia hanya tertawa karir.