Cagak Cemani

Noor Angreni Putri Hasim
Chapter #9

08: Petaka Pertama Telah Tercipta, Bahkan Sebelum Proyek Berjalan

Pekerjaan ini memang seharusnya tidak perlu dikerjakan. Akan tetapi, Delon tahu sebenarnya yang dibutuhkan oleh bos mereka adan foto dokumentasi untuk membuat seolah-olah mereka bekerja untuk membuat pekerjaan ini dilakukan cukup lama dan kantor mendapatkan keuntungan lebih dari klien. Meski Delon sebenarnya tidak mengira jika bos mereka benar-benar punya keyakina jika tempat ini bisa dibangun setelah dua kali gagal dengan klien yang terdahulu.

Anehnya, semua mantan klien itu adalah orang keturunan Cina dari negara masing-masing.

“Ini pohon ulinnya, ‘kan?” tanya Wanda yang tiba-tiba sudah berada di samping Delon. Membuatnya terlonjak dan kemudian menatap kesal Wanda. “Apa? Masa lihat aku kaget.”

“Kamu muncul tiba-tiba, la. Siapa yang tak kaget?”

“Aneh juga orang penakut seperti Koko malah dikirim kemari terus.” Meski yang dikatakan oleh Wanda itu adalah fakta, tapi tetap saja mendengar itu membuat Delon kesal. Apalagi di dekat mereka ada Alia yang sedang berbicara dengan Rizki dan Delon tidak mau kedengaran hal yang memperlihatkan kelemahannya sebagai seorang laki-laki. Akan tetapi, Wanda tidak sependapat dan berkata, “Tapi memang biasanya yang takut begini malah tidak didatangi oleh penunggu suatu tempat sih. Terlalu membosankan untuk menakuti orang yang sudah takut duluan.”

“Terserahmulah.”

Delon melengos, kemudian berjalan meninggalkan Wanda karena mendatangi Alia. Setidaknya Wanda mengikuti langkah Delon. Akan tetapi, saat Delon berhenti di depan Alia dan hendak mengatakan sesuatu, Wanda kembali bertanya, “Ko, tadi belum jawab pertanyaanku. Ini pohon ulinnya?”

“Mana pohonnya?” tanya Alia yang juga mau melihat foto pohon tersebut dari kamera DLSR Wanda.

Akan tetapi, saat melihat pohon tersebut, Alia merinding dan merasa tidak nyaman. Wanda yang menyadari hal itu tentu segera menjauhkan kameranya dan menyodorkan air mineral yang dibawa pada totebag yang sejak tadi dibawa kemana-mana.

“Makasih, Wan.”

Wanda hanya bergumam, tapi menatap Delon dengan tatapan mengintimidasi. Membuat Delon untuk pertama kalinya, tidak bisa mempertahankan kontak mata terhadap seseorang. Karena Delon tahu jika mengatakan hal yang sebenarnya di sini, semua orang akan secepatnya untuk berlari meninggalkan tempat ini.

“Ular! Ular!” Teriakan Pak Sungai membuat semua orang menoleh ke asal suara. “Kita harus pergi dari sini!”

Ketujuh orang yang ada di sana berniat untuk menghampiri Pak Sungai, tapi lelaki itu sudah berlari ke arah mereka. Berhenti di depan Delon, terengah-engah hingga membungkukkan badannya dan kedua tangannya bertumpu di lutut. Pak Sungai menatap Delon sembari berusaha mengatur napasnya, kemudian setelah beberapa saat bertanya, “Ko, cepat. Kita harus pergi dari sini.”

“Namanya hutan pasti ada ular, Pak.”

“Tapi mana ada ular kepalanya dua dan mukanya seperti perempuan!”

Semua orang terkejut mendengar yang Pak Sungai katakan. Akan tetapi, melihat Pak Sungai yang segera berlari menuju mobilnya, membuat Delon berlari menyusul lelaki itu. Semua orang menatap kedua lelaki itu yang dari kejauhan terlihat bertengkar. Apalagi Delon menahan pintu mobil untuk tidak membiarkan Pak Sungai masuk ke dalam mobil.

Alia mungkin akan ditertawakan oleh semua orang jika mempercayai hal-hal mistis, padahal lulusan terbaik di jurusannya. Akan tetapi, Alia merapat ke Wanda dan berbisik, “Wan, menurutmu Pak Sungai mengatakan kenyataannya?”

“Ya.”

Alia berdecak dan Wanda menghela napas. Akan tetapi, mereka segera menoleh saat mendengar suara teriakan. Ternyata Rizki yang sudah tumbang dan memegangi sebelah kakinya yang dililit oleh ular. Ketiga teman Rizki bukannya membantu, malah segera berlari meninggalkan Rizki. Alia tentu panik, tapi Wanda mematung melihat ular yang membelit kaki Rizki itu persis seperti yang dideskripsikan oleh Pak Sungai. Wanda segera membuka tasnya, mencoba mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk menyingkirkan ular tersebut, tapi Alia yang melihat batu yang sebesar bola tenis, segera mengambil dan melemparkan ke kepala ular tersebut.

Terdengar suara jeritan seorang perempuan, padahal seharusnya ular mendesis. Ular tersebut kemudian menatap Alia marah serta berposisi seperti hendak mematuk, akan tetapi Wanda melemparkan garam kristal yang sudah dibasahinya dengan sedikit air ke arah ular tersebut. Itu cukup membuat ular tersebut menjerit kesakitan dan segera melepaskan belitannya dari kaki Rizki. Alia hendak segera menghampiti Rizki, tapi oleh Wanda ditahan dengan sebelah tangannya.

“Wanda! Dia nanti mati kalo gak ditolongin!”

Lihat selengkapnya