Butuh kontrol diri Alia untuk tidak impulsif menghubungi Wanda selama jam bekerja. Akan tetapi, Wanda tidak kunjung menghubungi Alia hingga malam tiba dan itu membuatnya jengkel sekaligus khawatir.
Pada akhirnya Alia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menelepon Wanda.
Tidak biasanya Wanda tidak segera mengangkat telepon dan itu semakin membuat Alia kesal. Dua kali percobaan tidak bisa menelepon, akhirnya Alia memutuskan untuk menelepon Ibunya Wanda. Meski sebenarnya Alia agak segan, juga karena dirinya tidak siap untuk mendapatkan pertanyaan dari Ibunya Wanda yang tidak akan jauh-jauh dari pacar dan pernikahan.
“Halo, Alia.” Sapa Ibunya Wanda yang membuat Alia mengeryit saat mendengar nama Wanda diucapkan di loudspeaker. “Tunggu bentar ya, Alia. Ibu mau ke pos perawat dulu.”
“Loh Tante ada di mana ini?”
Akan tetapi, Ibunya Wanda tidak langsung menjawab. Akan tetapi Alia bisa mendengar samar jika perawat menjelaskan jika kondisi Wanda yang perlu dirawat di rumah sakit karena terkena tipes. Mendengar hal itu membuat Alia terdiam dan merasa bersalah karena marah kepada Wanda yang tidak menghubunginya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi sehingga Delon bisa mengajukan CV sahabatnya itu ke bos mereka.
Sekaligus Alia kembali mengingat ucapan Delon tadi di kantor.
“Halo, Alia.” Panggilan Ibunya Wanda membuat lamunan Alia buyar. “Maaf ya Tante tidak langsung ngomong. Tadi nanya apa ya?”
“Tante lagi ada di mana?”
“Di UGD, Alia.” Ibunya Alia menjawab dengan nada seolah-olah ini adalah hal yang biasa terjadi. “Biasa, Wanda bandel gak mau dengerin ucapan Ibu dan jadinya kena tipes.”
“Jangan gitu, Tante. Mungkin Wanda sakit karena ikut aku ke Tarakan itu.”
“Enggaklah, Alia. Udah lewat dua mingguan juga itu dan emang bandel aja si Wanda.” Ibunya Wanda kemudian menghela napas panjang. “Harusnya Wanda itu kerja di perusahaan kayak kamu, Alia. Bukannya malah kerja serabutan dan buang-buang waktunya untuk impiannya yang sering bikin dia masuk rumah sakit begini.”
Alia hendak membela Wanda dengan membawa jumlah nominal uang yang dihasilkan jauh lebih besar darinya. Akan tetapi, Alia tahu bahwa itu tidak akan berguna pada konversasi ini. Sejak awal, Wanda itu tumbuh di keluarga yang uang bukanlah masalah. Kedua orang tua Wanda itu pekerja dan sebagai anak satu-satunya, tentu sahabatnya itu akan diberikan apa pun yang diinginkannya.
Termasuk mengejar impiannya menjadi penulis.
Hanya saja, memang kehidupan Wanda sedikit berubah semenjak Ayahnya meninggal. Meski tidak meninggalkan hutang, akan tetapi Alia lebih dari tahu jika Wanda memiliki masalah dengan gaya hidupnya yang membuatnya dengan cepat hampir menghabiskan setengah dari warisan Ayahnya kepada dirinya. Pertengkaran dengan Ibunya—yang tentu Alia tahu karena selalu diceritakan oleh Wanda—yang pada akhirnya membuat Wanda yang tadinya hanya menulis novel, mulai berusaha keras untuk bisa masuk ke dunia penulisan skenario.
Uang yang dihasilkan oleh Wanda pada akhirnya bisa membuat Ibunya diam karena berhasil mengembalikan nominal yang diwariskan kembali utuh. Bahkan bisa membuat Wanda memiliki simpanan pribadi, akan tetapi itu memberikan masalah baru. Pola tidur Wanda yang berantakan dan mempengaruhi emosinya. Bahkan mata batinnya Wanda yang selama ini tersegel menjadi terbuka setiap sahabatnya itu mencapai titik stres yang mengkhawatirkan.
“Alia ... halo, Alia.” Panggilan Ibunya Wanda itu membuyarkan lamunan Alia. “Alia, kamu masih ada di sana, ‘kan?”
“Iya, Tante. Tadi aku lagi baca chat digrup kantor.” Alia berbohong dan mendengar helaan napas Ibunya Wanda.
“Seharusnya dulu Tante lebih keras kepada Wanda untuk mendorongnya bekerja di kantoran. Tapi ya gitu, mendiang Ayahnya terlalu memanjakannya sampai memberikan apa pun yang Wanda mau.”
Sejujurnya Alia merasa bersalah dan tidak nyaman dengan obrolan yang memojokkan Wanda ini. Akhirnya Alia bertanya, “Tante, Wanda udah dapat ruangan belum?”
“Belum, Alia. Ruangannya masih penuh, jadi harus nunggu untuk bisa masuk ke ruangan.”
“Apa karena menggunakan asuransi?”
“Enggak gitu. Memang dari rumah sakit sendiri lagi benar-benar penuh mau dirawat pakai jalur apa aja.”