Meski Alia ditawarkan untuk mengerjakan proyek yang lain oleh Delon dengan alasan keamanan, akan tetapi dirinya tolak. Tentu alasannya sangatlah jelas, karena mana mungkin Alia meninggalkan Wanda sendirian di lingkungan penuh dengan laki-laki seperti ini. Apalagi secara tidak langsung, Alia yang menjadi penyebab Wanda sampai melamar kerja di kantornya.
Sebagai sahabat yang bertanggung jawab, tentu Alia harus menjaga Wanda.
“Al, temen lo yang mana sih? Handak jua ulun melihat.” Sapta dengan mixing language itu membuat Alia menghela napas. “Lah, tega bener gue dikacangin.”
“Perbaikin dulu deh itu omongannya. I’m confuse with your byelingual, Sap.”
Sapta mendecih, kemudian menyadari Delon yang tidak kunjung kembali dari toilet. Baru saja Sapta akan bertanya kemanakah perginya Delon, lelaki itu datang dengan seorang perempuan. Sapta terpana, sementara Alia berdiri dari kursinya dan memeluk perempuan itu dengan heboh.
“Sayangku. Cintaku. Wanda~”
Wanda hanya menghela napas panjang, tapi tahu tidak ada gunanya mendorong Alia menjauh darinya. Setidaknya Alia bukanlah tipikal orang yang betah lama-lama skinship dan tidak butuh waktu lama untuk Wanda dilepaskan. Wanda menatap Alia, kemudian kepada lelaki yang tidak melepaskan pandangan darinya. Seingat Wanda, itu teman kantor Alia yang bernama Sapta. Terima kasih kepada Alia yang selalu bercerita dengan dilengkapi foto untuk memudahkan Wanda visualisasi.
“Apa hanya kalian yang pergi?” tanya Wanda yang membuat Delon yang baru duduk di samping Sapta, hanya bergumam mengiyakan. “Kenapa? Apa perlu survey lanjutan?”
“Yang lainnya dua hari lagi baru sampai.” Sahut Delon yang tengah menatap ponselnya. “Biasalah, tiket kemari sulit didapatkan.”
“Oh, I see.”
Sapta menatap Delon dan Wanda bergantian. Bukannya apa, karena seingat Sapta seorang Delon tidaklah seramah itu kepada orang baru yang bergender perempuan. Alia bahkan pernah bercerita kepadanya kalau Delon baru mulai beramah tamah dengannya sebulan setelah bekerja. Bahkan orang-orang kantornya bercerita baru direspon dengan ramah oleh Delon setelah tiga bulan bekerja.
Kenapa yang dilihat Sapta sekarang berbeda?
“Ko.” Panggil Sapta yang hanya dijawab dengan gumaman oleh Delon. “Lo naksir temennya Alia ya?”
“Jaga mulutnya, Sapta.”
“Ya masalahnya lo tumben bisa seikrib itu sama orang baru, cewek pula.”
“Gak usah alay, la. Kita sudah pernah ketemu kemarenan.”
Sapta tetap mau mengeluarkan opininya, akan tetapi Alia yang duduk di sebelahnya memukul lengannya. Tentu membuat Sapta mengaduh karena kesakitan, sementara Alia justru menatapnya dengan galak.
“Gak usah bikin fitnah ya, Sapta!” Alia mendelik kepada Sapta. “Mendingan siapin fisik sama mental, soalnya kita dari Tarakan naik speed boat.”
“Hah?!? Yang bener ajalah, gue pikir kita langsung ke Malinau pake pesawat.”
Alia mendengkus. “Gak kebagian tiket kita.” Kemudian Alia melirik sinis ke Sapta. “Siapa ya kira-kira pelakunya?”
“Lah gue gatau apa-apa?”
“Di kantor siapa gebetanmu, Sap?”