Meski keesokan harinya orang-orang kantor yang ditugaskan untuk ke Malinau tiba, kenyataanya bukan berarti mereka semua akan langsung kerja. Tentu yang dilakukan adalah rapat untuk kepada pihak-pihak terkait seperti Bupati, Camat dan vendor. Hampir semua di ruangan rapat laki-laki, karena hanya Alia, Wanda dan Bupati Malinau yang merupakan perempuan.
Setidaknya Alia bersyukur orang yang menjadi temannya di tempat seperti ini adalah Wanda yang notabene sahabatnya. Meski Alia tidak duduk bersebelahan dengan Wanda karena sahabatnya itu sibuk menjadi orang yang mendokumentasikan jalannya rapat dan Delon berbicara dengan semua orang yang ada di ruangan.
“Kantormu gak ada kapoknya ya, Ko.” Celetuk Bapak Camat yang entah memang tahu apa yang sebenarnya terjadi atau sedang mencairkan suasana dengan bercanda. “Padahal udah banyak insiden, masih aja diteruskan.”
“Namanya kerja pasti ada resikonya, Pak.”
“Yah, saya harap kali ini tidak ada yang sampai meninggal seperti waktu itu.”
Suasana ruang rapat mendadak hening dan mencekam. Bahkan Sapta yang tadinya masih sibuk menjelaskan kepada rekan di sebelah mejanya, sekarang menatap Bapak Camat tersebut dengan tatapan penuh tanya sekaligus ingin tahu. Akan tetapi, Delon tidak peduli dan kembali menjelaskan tempat yang mereka akan jadikan sebagai resort. Menampilkan gambar-gambar lapangan yang merupakan hasil survey bulan lalu. Akan tetapi, Alia tidak menyangka saat Delon memajang foto pohon ulin besar yang waktu itu Wanda potret untuk mempertanyakan apakah itu pohon yang bermasalah pada wilayah tersebut.
“Klien kita meminta untuk pohon ini disingkirkan, bagaimana pun caranya.” Delon menjelaskan, kemudian menghela napas. “Pembangunan di sekitarnya tetap dijalankan, tetapi pembangun di area yang bersinggungan dengan pohon ini baru akan dimulai setelah pohon ini disingkirkan.”
“Tinggal tebang ajalah, apa susahnya?” tanya Pak Iswandi, mandor untuk pembangunan resort yang membuat Bapak Camat berdecak sembari menggelengkan kepalanya.
“Kalau pohon itu semudah itu disingkirkan, saya rasa tidak perlu ada sampai seratusan orang yang mati.” Celetukan Bapak Camat itu membuat Delon melengos. Baru akan ditegur oleh Delon, tapi Bapak Camat itu sudah menatap lelaki tersebut dan berkata, “Saya sudah bilang ‘kan sejak sepuluh tahun yang lalu, saat kalian pertama kali kemari dan menunjuk tanah itu. Apa Koko lupa atau sengaja melupakannya?”
“Saya di sini hanya bekerja, Pak. Jadi tolong berhenti menakut-nakuti dengan semua omong kosong yang Anda ucapkan barusan.”
“Omong kosong apa kalau salah satu korbannya anak saya?!” Teriakan Bapak Camat itu sejujurnya membuat semua orang terkejut. Apalagi melihat lelaki paruh baya itu berdiri dan menatap Delon marah.
Semua orang terkejut saat tiba-tiba Bapak Camat itu sudah mencekik Delon, padahal semua orang di ruangan tidak melihat kapan lelaki paruh baya itu berjalan. Tentu refleks orang-orang berbeda, akan tetapi Sapta dan Hadi—yang notabene duduk paling dekat dengan area depan—segera berlari untuk menyelamatkan senitor mereka itu.
Akan tetapi, saat keduanya berusaha untuk menarik Bapak Camat itu, keduanya justru terhempas hingga menabrak meja. Padahal Bapak Camat itu tidak menghempaskan tangan ke arah mereka dan seolah-olah ada tangan yang tidak kasat mata melakukannya. Alia yang melihat Sapta dan Hadi terpental itu tentu berteriak dan berusaha untuk membantu.
“Sapta!” Alia segera menghampiri untuk membantu temannya itu untuk berdiri. Kemudian membantu Hadi, dan bertanya, “Bisa bangun, ‘kan?”
Akan tetapi, Hadi justru terbatuk kencang dan dari mulutnya keluar bunga berwarna merah yang dimuntahkannya di lantai. Bunga yang sama yang waktu itu Alia lihat keluar dari mulur Rizki dan Alia segera menginjak-injak bunga tersebut untuk memastikan tidak ada nasib buruk yang akan menimpa Hadi.
Semua orang panik, akan tetapi justru sialnya banyak orang yang berusaha keluar dari ruang rapat. Akan tetapi, pintu ruang rapat terkunci dan meski berusaha untuk dibuka hingga didobrak, tetap tidak bisa terbuka. Alia mencari-cari keberadaan Wanda yang seingatnya tadi ada di dekat Delon dan melotot saat perempuan itu sudah berada di sebelah Bapak Camat yang mencekik Delon hingga memucat itu.