Cagak Cemani

Noor Angreni Putri Hasim
Chapter #17

16: Nyatanya Saat Uang Berbicara Membuat Hal Aneh Tersebut Menjadi Masuk Akal

Puasa yang semua orang tahu itu biasanya selama 30 hari. Terkadang pun bisa menjadi 29 hari jika hilal atau perhitungan dengan memperhatikan astronomi terpenuhi. Akan tetapi, harusnya Alia tidak merasa aneh saat mendengar mereka diminta untuk berpuasa selama 49 hari.

“Kenapa harus selama itu?” tanya Pak Iswadi saat kembali dikumpulkan untuk rapat keesokan harinya. “Anda pikir pekerja saya yang sudah kerja keras di sini bakalan mampu kalau disuruh puasa selama itu?”

Louya menatap Pak Iswadi, jelas ekspresinya terlihat kesal. “Kalau kalian mau menyingkirkan pohon itu, maka semua orang yang ada di sini harus melakukannya.”

“Anda saja yang melakukannya!” Bentak Pak Iswadi yang membuat suasana semakin tegang. “Kalau mengajukan syarat itu coba dipakai akalnya. Bekerja di proyek itu butuh banyak tenaga dan disuruh puasa apa masuk akal?” kemudian Pak Iswadi melengos, kemudian bersedekap dan jelas menatap ke Louya dengan tatapan menantang. “Tanya saya kepada semua anak buah saya, apa mereka mau melakukannya atau tidak.”

Alia memijit pelipisnya, tertekan dengan keadaan yang dihadapinya saat ini, sementara Wanda hanya tersenyum, seolah-olah sikapnya itu ana menyelesaikan semua yang terjadi saat ini. Alia yang melirik Wanda dan melihat sahabatnya yang tetap tersenyum tentu menghela napas panjang. Sebenarnya bukan hal yang mengherankan, karena Wanda memang orang yang mampu tetap tenang saat dalam situasi yang memposisikannya harus terus menerus berinteraksi dengan orang yang tidak disukainya. Kemampuan yang memang seharusnya dimiliki oleh orang-orang yang menjadi budak kooperat, akan tetapi justru dimiliki oleh Wanda yang sepanjang kehidupan berkarirnya justru berinteraksi dengan orang-orang yang berada dalam dunia kreatif.

Seharusnya Wanda sekarang bergulat dengan kepalanya untuk menuangkan tulisan untuk membentuk cerita, bukan berada di sebelah Alia dan mendengarkan perdebatan yang tidak ada ujungnya antara Louya dan Pak Iswadi. Alia kembali menghela napas karena mendengar Delon yang mencoba untuk menengahi. Karena Alia sampai detik ini tidak habis pikir alasan lelaki yang merupakan seniornya di kantor itu mengambil cara mistis seperti ini.

“Apa si Delonjing sebegitu putus asanya sampai menuruti hal tidak masuk akal gini?” tanya Sapta yang tentu tidak mengatakannya dengan nyaring, tapi cukup untuk Alia dan Wanda dengar sehingga menoleh ke arah lelaki itu. “Maksud gue ... Pak Iswadi gak salah kalo ngamuk. Yang bener ajalah, masa kerja begini disuruh puasa? Mana makanannya hanya boleh warna putih doang saat jam makan.”

Alia memijit pelipisnya dengan sebelah tangannya, berucap, “Gatau, pusing bangetlah sama idenya Ko Delon.”

Pada saat seperti ini, Alia berharap jika Wanda akan mengatakan sesuatu. Mendukung kekesalan Alia dan Sapta misalnya atau menghibur keduanya bahwa ini hanyalah sementara. Akan tetapi, Wanda tetap tersenyum meski pada akhirnya rapat tidak benar-benar selesai karena Pak Iswadi keluar dari ruang rapat yang berada dalam peti kemas ini dan disusul oleh Delon.

Saat tatapan Wanda bertemu dengan Louya, lelaki tua itu justru berkata, “Berhenti tersenyum. Kamu tidak tahu apa yang tengah kamu hadapi.”

Alia mendelik ke arah Louya karena berani sekali mengatakan seperti itu. Akan tetapi, Alia bisa melihat senyuman Wanda tetap tidak pudar, tetapi terkejut saat mendengar ucapan sahabatnya itu kepada Louya, “Itu yang seharusnya Anda katakan kepada diri sendiri. Karena saya tahu apa yang akan dihadapi, Anda tidak.”

Louya mendengkus dan Wanda kembali menatap layar laptopnya. Pada akhirnya laptop yang seharusnya digunakan oleh Wanda untuk bekerja itu rusak karena hal yang tidak bisa dijelaskan oleh logika. Delon memang kesal dengan fakta itu, akan tetapi sepertinya sudah menduga hal tersebut akan terjadi sehingga memberikan Wanda laptop baru.

***

Tiga hari negosiasi yang alot akhirnya berbuah hasil. Karena para pekerja yang dibawa oleh Pak Iswadi bersedia untuk menjalankan puasa putih selama 49 hari ke depan. Tentu bukan karena demi kelancaran pembanguna sehingga para pekerja bisa segera pulang ke daerah asalnya, tapi karena hal yang realistis.

Uang.

Tepatnya mereka dibayar 2x lipat jika menyetujui untuk menjalankan puasa putih tersebut. Pak Iswadi hanya bisa menghela napas panjang, sementara Alia bahkan sudah tidak mau memandang Delon. Karena merasa seniornya itu benar-benar berubah menjadi orang yang tidak dikenalinya. Delon yang Alia kenal selama ini orang yang paling logis dan melihat semuanya dengan hal-hal yang rasional. Akan tetapi, sekarang Delon justru benar-benar seperti pengikut sekte yang menganggap semua yang diucapkan oleh orang yang memiliki penglihatan dari dunia lain itu adalah pertanyaan mutlak.

“Begitulah hidup, Al.” Ucapan Wanda itu membuat Alia segera menoleh ke arah sahabatnya yang sudah berdiri di sampingnya. “Saat kamu mempercayai seseorang, saat itulah kamu memberikan kuasa untuk mengecewakanmu sebegitu dalamnya.”

Lihat selengkapnya