Cagak Cemani

Noor Angreni Putri Hasim
Chapter #19

18: Kejadian Kontroversial Saat Proyek Dihentikan Sementara

Seperti perkiraan Wanda, keluarga Pak Sungai benar-benar menghebohkan apa yang terjadi di tempat proyek. Alia memijit pelipisnya karena selama beberapa hari berhasil menghindari mereka karena tidak mau berakhir mengamuk karena tertekan. Akan tetapi, Wanda justru menyapa mereka dan ikut duduk sambil minum teh hangat serta bolu kukus yang katanya baru dibuat tadi pagi karena mendengar Wanda hari ini pulang.

Memang benar sih, bolu kukus itu kesukaan Wanda.

“Mbak Wanda jangan-jangan sakit karena menahan energi negatif tempat itu biar gak lebih banyak korbannya ya.” Ucapan Ibu Sinya, istrinya Pak Sungai itu membuat Wanda hanya tertawa. “Ish jangan ketawa, Mbak. Aku khawatir sama keadaan Mbak yang tiba-tiba pingsan saat keluar kamar. Untung aja Ko Delon lewat di depan rumah, makanya bisa langsung dibawa ke klinik.”

Mengingat penjelasan itu membuat Alia merasa buruk. Karena bisa-bisanya Alia bangun dan segera mandi karena bangun telat tanpa mencari keberadaan Wanda. Hanya karena keyakinan Alia jika Wanda tidak akan pernah telat dan mungkin alasan dirinya ditinggalkan karena tidak bisa dibangunkan sehingga sahabatnya itu menyerah.

“Tapi yang lain aman, ‘kan?” tanya Wanda yang dijawab gelengan oleh Ibu Sinya. “Loh kok gitu?”

“Iya, Mbak. Ada korban jiwa lagi di lokasi proyek, tapi itu yah emang salah orang-orang serakah itu sih.”

Wanda dan Alia mendengarnya mengenyit. Wanda kemudian bertanya, “Gimana gimana gimana?”

“Jadi tadi pagi ada yang ribut nyariin suami-suami mereka yang gak pulang gitu.” Ibu Sinya mulai cerita dan kemudian menghela napas panjang. “Awalnya ditanya kemana, ngakunya tidak tahu. Tapi setelah dicari ke beberada desa sebelah, akhirnya ada yang keceplosan ngomong ‘jangan-jangan mati di proyekan’ dan langsung hebohlah.” Ada jeda karena Ibu Sinya membalas WA yang masuk ke HP-nya, palingan dari grup kampung—yang sempat Alia lihat kapan hari isinya menggibahi mereka yang menyewa kamar sebagai mess—kemudian perempuan paruh baya itu menarap mereka. “Ternyata pas Bapak, Rizki dan beberapa orang desa mengecek ke proyekan, beneran ketemu mereka. Tapi mereka tertancap di tanah dengan besi-besi di seluruh tubuh mereka, hiii.”

Alia seharusnya tidak mudah sepercaya itu pada cerita Ibu Sinya, mengingat namanya Ibu-Ibu suka melebih-lebihkan cerita. Akan tetapi, nyatanya Alia tidak bisa menahan reaksi tubuhnya yang bergindik mendengar cerita itu. Wanda sendiri tetap menyesap teh hangatnya dan mengunyah bolu kukusnya, seolah-olah menunggu kelanjutan cerita selanjutnya.

Menyadari bahwa cerita itu tidak ada kelanjutannya, Wanda akhirnya bertanya, “Ko Delon udah tahu kejadiannya?”

“Belum, Mbak. Itu ketahuannya saat Ko Delon sama Mas Sapta jemput Mbak Wanda di klinik.” Jawab Ibu Sinya yang membuat Wanda menganggukkan kepalanya. “Katanya salah satu istri yang suaminya tewas ketancap besi itu, mereka ke proyekan mau curi besi. Padahal udah dibilangin jangan ke sana, bahaya. Tapi masih aja bandel dan ya gitulah akhirnya.”

Wanda mendengarnya hanya menganggukkan kepalanya, kemudian bereaksi, “Ohhh.”

“Mau teh lagi, Mbak?” tanya Ibu Sinya yang dijawab dengan anggukan. “Ntar ya, Ibu ambilkan ke belakang dulu.”

Sepeninggalan Ibu Sinya, Alia dan Wanda saling bertatapan. Alia tidak paham alasan Wanda yang bisa tetap makan dan minum seperti biasa, seolah-olah yang didengarnya hanyalah dongeng belaka. Padahal jelas-jelas ada yang mati dan Wanda seolah-olah tidak merasa terganggu dengan hal tersebut.

“Ngomong aja kalau ada yang mau disampaikan,” Wanda akhirnya membuka pembicaraan, “tatapanmu itu jelas mau nyelepet aku.”

“Kamu kenapa bisa lanjut makan minum saat denger cerita begituan?”

Lihat selengkapnya