Cagak Cemani

Noor Angreni Putri Hasim
Chapter #22

21: Keributan Diciptakan Bos yang Tidak Diharapkan Muncul dan Pilihan yang Tidak Terpilih

“Dasar tolol! Begini saja tidak becus untuk mengurusnya!” Makian Pak Bara yang tiba-tiba muncul saat sore hari dan mendapati kabar bahwa ada beberapa korban jiwa di lapangan. Delon yang menghadapi Pak Bara yang datang mendadak hanya diam, akan tetapi tidak menduga jika akan ditampar setelahnya.

Alia yang melihat itu tentu memekik karena terkejut. Akan tetapi, bukannya Pak Bara merasa sikapnya barusan itu salah, justru mendelik ke arah Alia dan Wanda yang berdiri bersebelahan. Wanda hanya memasang wajah datar, akan tetapi melihat apa yang dibelakang tubuh Pak Bara—dan bahkan ada di punggung serta di depan tubuhnya di tempat yang tidak seharusnya—membuatnya merasa jijik. Akan tetapi, Wanda tetap memasang wajah datarnya dan membiarkan Delon yang dimarahi di depan semua orang.

Bukan karena Wanda tidak mau datang untuk menolong Delon. Akan tetapi, Alia selama ini sudah menceritakan tetang sikap bosnya dan melihat sahabatnya yang biasanya suka bertindak dahulu baru memikirkan konsekuensinya saja hanya bisa diam. Mendengarkan omelan Pak Bara—yang tentu sangat dermawan memberikan makian kepada Delon dan semua orang—kemudian pergi begitu saja.

Setelah menyakini bahwa Pak Bara naik ke mobilnya untuk pergi meninggalkan perkampungan yang mereka jadikan sebagai mess, beberapa orang langsung mendatangi Delon. Termasuk Wanda serta Alia—yang mana selama ini berusaha untuk menghindari Delon—dan saat pandangan Delon bertemu dengan kedua perempuan itu, yang tidak diduganya adalah ada tatapan kekesalan dari Wanda.

“Kamu kenapa?” tanya Delon tanpa sadar kepada Wanda. Tentu itu membuat orang-orang yang berusaha bertanya tentang keberadaan Pak Bara yang seharusnya tidak datang saat ini, menjadi mengalihkan pandangan ke arah Wanda. “Orang itu namanya Pak Bara dan emosinya memang sependek tinggi badannya.”

Sapta mendengarnya tidak bisa menahan tawanya. Bukan karena yang diucapkan itu terdengar lucu, tapi karena orang yang mengatakannya adalah Delon yang terkenal tidak bisa bercanda. Setidaknya Joseph sedikit lebih baik untuk bereaksi dengan menahan tawanya dan menggantinya dengan senyuman serta gelengan pelan.

“Orang itu kalau mati di sini tidak akan ada yang menangisinya, ‘kan?” tanya Wanda yang membuat Alia terbelalak dan segera menoleh ke arah sahabatnya itu. “Aku yakin mereka bakalan lebih dari bahagia menerima orang itu sebagai mainan di dunia mereka.”

“Setidaknya keluarganya dan pemilik tempat kita kerja bakalan sedih.” Sahut Delon, kemudian menambahkan, “Harusnya.”

“Alah! Memang mendingan itu tua bangka aja yang jadi korban final pohon terkutuk daripada kita-kita yang jalan hidupnya masih panjang!” Maki Joseph yang membuat Delon hanya menghela napas dan tersenyum. “Ko, gak usah coba belain si tua bangka bajingan itu ya! Gue muak sama sikapnya selama ini dan teman-teman gue yang mati bukannya merasa bersalah, malah ngamuk gak jelas ke lo! Itu manusia apa setan sebenernya?!?”

Delon hanya tersenyum, akan tetapi Sapta yang justru menjawab pertanyaan Joseph itu, “Kalau dari penglihatan gue sebagai orang yang udah kerja di perusahaan selama dua tahunan ini, cocoknya disebut sebagai teman iblis di neraka lapisan paling dalam sih.”

Semua orang tertawa mendengarnya. Meski Wanda tidak menyuarakan tawanya, akan tetapi jelas terlihat bahwa perempuan itu merasa geli sekaligus menyetujui ucapan Sapta.

***

Setelah semua orang bubar karena mau makan malam di tempat Pak Sungai—yang tentu sebeneranya terlalu awal untuk disebut sebagai makan malam—Delon dan Wanda tidak menyusul yang lain.

Bukan karena Delon yang menahan Wanda tinggal untuk membicarakan pekerjaan, tetapi justru kebalikannya. Meski Delon tidak begitu paham alasan Wanda melakukan hal ini, tetapi dia sebagai orang yang memperkerjakan perempuan tersebut harus mendengarkan apa yang mau disampaikan.

“Aku serius saat bertanya tentang orang itu kalau mati di sini tidak akan ada yang merasa kehilangan.” Wanda memulai pembicaraan itu yang membuat Delon menghela napas.

“Wanda, aku pikir kamu menahanku di sini karena membicarakan hal penting.”

“Jadi nyawamu tidak cukup penting untuk dibicarakan, Ko Delon?” tanya Wanda yang membuat Delon mengernyit. “Kamu tidak bisa melihatnya, tapi ada banyak arwah di belakang tubuhmu yang mengikutimu selama ini. Arwah-arwah yang kebanyakan salah paham karena mengira kamulah yang membuat mereka mati lebih cepat dari waktunya.”

“Lalu?”

“Aku bisa mengarahkan mereka untuk menempel ke bosmu itu karena dialah yang harusnya bertanggung jawab atas mereka semua.”

Delon mendengarnya hanya menghela napas. Meski memang Delon memperkerjakan Wanda awalnya karena mengira bisa menggunakan kemampuan perempuan itu sebagai penangkal semua kesialan yang terjadi di lokasi proyek—yang tentunya gagal karena kemampuan perempuan itu hanya melihat dan mengetahui mengatasi untuk tidak menyerang orang yang dipilihnya—akan tetapi, lelaki itu tidak bisa menahan dirinya untuk menghela napas panjang karena apa yang didengarnya barusan.

“Kamu tahu aku tidak percaya dengan hal seperti itu, ‘kan?”

Lihat selengkapnya