Alia lega karena sekarang bisa hidup seperti cita-citanya, menjadi pengangguran di mata semua orang yang sebenarnya memiliki kosan. Sapta juga menjalani kehidupan tenang di kampung sebagai jurangan tambak dan berhasil membawa ketiga Nininya untuk naik Haji dengan uang yang selama ini dikumpulkannya. Sementara Wanda kembali bekerja sebagai penulis. Meski kali ini bukan hanya menulis skenario seperti biasa yang dilakukannya, tetapi menulis cerita di media sosial X. Alia tidak begitu paham cara kerjanya, tapi kata Delon itu menggabungkan fake chat dan fake tweet serta teks seperti novel.
Membicarakan Delon, setelah ikut resign bersama dengan Alia, Sapta dan Joseph, lelaki itu pulang ke Pontianak. Katanya mau menenangkan diri sekaligus melakukan penebusan dosa karena sadar bahwa caranya yang dilakukan selama ini untuk hidup itu salah. Sesekali Alia memang menanyakan kabar Delon, tetapi tidaklah begitu sering karena menjaga perasaannya Wanda yang merupakan pacar mantan senior di kantornya dahulu.
Kalau kisah hidup Alia dalam setengah tahun terakhir dianggap penuh dengan plot twist, maka ini adalah hal yang paling tidak diduganya. Karena Alia pikir Delon dan Wanda tidak saling menyukai eksistensi satu sama lain, akan tetapi namanya kehidupan memang penuh dengan kejutan dan termasuk hubungan keduanya.
Meski kalau kata Sapta saat akhirnya tahu Delon pacaran dengan Wanda via video call, “Sudah gue bilangin, dua orang itu gak mungkin gak ada apa-apanya. Gak percayaan sih.”
“Al.” Panggilan itu membuat Alia hampir menjatuhkan HP yang dipegangnya ke muka kalau refleksnya tidak langsung bekerja. Alia terkejut saat Wanda sudah berdiri di depan pintu rumahnya. Tidak langsung masuk karena meski pintu rumahnya terbuka, ada pintu besi yang dipasangi kawat serta selalu dikunci bagian atasnya, sehingga tidak sembarangan orang bisa menyelonong masuk ke rumahnya. “Ini aku dipandangi ajakah atau gimana? Gak ada niatan gitu buat bukain aku pintu.”
“Eh iya, bentar. Bentarrr.” Alia segera berlari untuk membukakan pintu.
Setelah mereka duduk di ruang tamu, Alia menatap Wanda dengan keheranan. Karena seingatnya tadi pagi Wanda bilang di chat kalau masih di Pontianak dan tiba-tiba siang ini sudah ada di depan Alia. Meski tahu kalau Wanda memang orangnya tipikal tidak suka membuat orang lain repot karenanya, tetap saja Alia sebal. Karena kalau tahu Wanda pulang, tentu Alia dengan senang hati menjemput sahabatnya itu di bandara.
“Nih, titipan Koko.” Ucapan Wanda itu membuat lamunan Alia buyar. Melihat paper bag hitam ukutan sedang disodorkan kepadanya dan Alia mengernyit. “Udah, ambil aja. Kalau abis ini mau diapain, bukan urusanku.”
“Napa selalu dikasih oleh-oleh mulu sih? Kayak aku gak mampu beli sendiri aja.”
“Katanya ingat kamu suka nyemil, makanya dijajanin terus.”