Seusai mandi dan berganti pakaian, aku pun segera memakain krudung hitamku dan merapihkannya. Setelah itu, barulah mengambil tas besar yang berisi raport.
Karna hari sudah kian siang, akhirnya akupun berpamitan pada Alisha. Dan bergegas pergi.
"Mey?"panggil Alisha menghentikan langkah kaki, ku.
"Iya sha,"jawabku menoleh ke arahnya.
"Kamu yakin mau tetap jadi guru? Maksudku, kamu kan lulusan S1, bisa melamar di perusahaan yang gajihny jauh lebih besar, bukan jadi guru honorer begini,"Ucapnya seraya meraih tanganku.
Akupun melepaskan tas jinjingku, nan membalas genggaman Alisha.
"Tidak bisa Alisha, aku menyukai anak-anak, dan aku menikmati profesiku sebagai guru. Lagian seorang guru adalah pekerjaan mulia. Sekarang kamu cukup doakan sahabatmu ini, agar kelak jadi guru hebat."jawabku sembari tersenyum lebar ke arahnya.
"Tapi Mey!"
"Tidak ada tapi-tapian,"Ucapku menyela ucapannya."yasudah aku berangkat dulu yah. Sha "Ucapku. Lalu kembali meraih tas jinjingku.
"Mey!"panggil Alisha.
"Apalagi Sha,"
"Uang kosannya udah aku bayar,"
"Oke, tar kalo gajihku udah turun, aku pasti ganti uangnya. Dahh Alisha,"teriaku sembari melangkah keluar dan melambaikan tangan."makasih,"sambungku.
***
Entah sampai kapan aku selalu merepotkan Alisha. Hatiku sakit, Sedih, meratapi jalan hidupku yang seperti ini.
Terlalu sering aku menyusahkan Alisha. dia sahabat terbaiku. Takan pernah tergantikan.
Ku buka kembali lembaran hidupku dan mengingatnya. Rumah peninggalan ayah, dan ibu, harus ku jual seperti yang mereka minta demi masuk kejenjang perkuliahan.
Kucoba mengusap air mataku, yang tanpa sengaja berjatuhan. Bibir pun, kutarik selebar-lebarnya untuk tetap tersenyum.
"Meyra, ayo semangat. Kamu harus semangat,"Ucapku bicara pada diri sendiri.
Langkah kaki pun, aku percepat agar bisa sampai ke sekolah tepat waktu.