Cahaya Cinta

May Marisa
Chapter #1

Bayi malang #Chapter1

Seorang ibu menangis bukan hanya karena merasakan sakit yang luar biasa pada perutnya, namun ia juga merasa sedih dan kecewa sebab tak ada suaminya yang mendampingi saat dirinya hendak melahirkan. Ibu itu merasakan kontraksi yang begitu hebat. Bahkan metode tarik nafas-tahan-hembuskan perlahan-lahan, tak bisa mengurangi rasa nyeri sebab ada sesuatu yang benar-benar ingin keluar.


"Seandainya kamu menemani aku, Mas, pasti aku bisa menahan rasa sakitnya," keluh ibu itu di dalam hatinya.


"Tarik nafas, hembuskan pelan-pelan, kita coba sekali lagi ya, Bu. Jika ini tak berhasil, maka terpaksa harus di secar karena ini menyangkut keselamatan ibu dan bayi," ujar dokter.


"Okey, siap ya bu! 1, 2, 3, dorong perutnya Sus," perintah sang dokter diiringi dengan usaha sang ibu.


"Aaargghhhhh." Wanita itu terus mendorongnya sekuat tenaga.


"Ibu, itu kepalanya sudah kelihatan. Ayo sekali lagi bu," perintah sang dokter. Mendengar hal tersebut, sang ibu pun mendorong sekali lagi di iringi dorongan tangan para suster.


Suara tangisan bayi pun terdengar. "Selamat, Bu, anaknya perempuan. Cantik dan sehat," ucap dokter muda yang membantunya bersalin seraya tersenyum.


Rasa sakit dan lelah tergantikan dengan rasa bahagia. Wanita itu tersenyum sumringah begitu melihat bayinya sudah digendong dokter.


"Alhamdulillah," lirihnya dengan derai air mata bahagia.


Dokter itu pun meletakan putrinya di atas dadanya untuk membantu proses Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Hal tersebut bisa meningkatkan ikatan batin antara ibu dan anak karena ada kontak fisik.


Tangis haru ibu muda itu pecah ketika melihat betapa cantiknya putrinya, namun seketika ia merasa sedih mengingat suaminya tak menginginkan bayi tersebut.


"Terimakasih Dok," ucapnya.


"Sama-sama, Bu. Kalau begitu, saya permisi dulu," ucap Dokter langsung pergi keluar ruangan.


"Ya ampun, Nak. Ibu gak tahu gimana nasib kamu nanti. Maafkan ibu ya, Nak, akibat perbuatan ibu, kamu harus mengalami ini." Ibu itu tak kuasa menangis membayangkan harus kehilangan anaknya.


Wanita itu mengusap kepala putrinya sembari menatap buah hatinya dengan tatapan sendu. Dirinya tak sanggup membayangkan bila harus berpisah dengan putrinya.


Tiba-tiba terpikirkan ide untuk dapat mengenali putrinya suatu saat nanti. Wanita itu langsung melepaskan kalung miliknya untuk dipasangkan ke leher buah hatinya.


Tak lama kemudian, suaminya datang. Wanita itu tersentak tatkala suaminya memasuki ruangan.


"Apa yang kau lakukan? Kita tidak mengharapkan bayi itu!" tekan suaminya.


Wanita itu menggelengkan kepala cepat, "Gak! Aku gak mau pisah dari putriku, Mas."


"Itu adalah resiko yang harus kamu tanggung sendiri karena kamu yang sudah menghianatiku!" hardiknya membuat istrinya semakin berderai air mata.


Suaminya langsung merebut buah hatinya dari dekapan erat istrinya. "Mas, tolong jangan bawa putriku pergi," lirihnya.


Suaminya seraya membawa putrinya pergi. Suster yang melihat itu tak bisa hanya tinggal diam. Ia pun bertanya, "Mau di bawa kemana, Pak? Bayinya harus diletakkan di incubator."


Pria itu tak menghiraukannya, ia langsung membawa pergi bayi mungil yang baru saja lahir. Sang ibu pun tak rela dipisahkan dari buah hatinya terlebih ia baru saja berjuang, bertaruh nyawa demi melahirkan putrinya untuk dapat hadir ke dunia.


Akhirnya ia meminta pertolongan kepada suster. "Suster, tolong saya suster. Suami saya mau membawa bayiku pergi."


Suster itu mengangguk. Sesama wanita ia dapat merasakan penderitaan sang ibu. Ia pun segera memenuhi permintaannya.


"Baik, Bu. Saya akan mengejarnya." Suster tersebut bergegas pergi dan meminta suster lainnya dan juga security untuk mencari pria itu.


Namun sayangnya mereka tak dapat mengejarnya. Sampai keluar pintu rumah sakit mereka sudah kehilangan jejaknya.


"Bagaimana ini? Orang itu sudah membawa bayinya pergi," keluh suster.


"Apa yang harus kita katakan padanya?" tanya suster lainnya.


Mereka pun mau tak mau harus menyampaikan bahwa pria tersebut sudah berhasil membawa pergi putrinya. Wanita itu semakin menangis tersedu-sedu. Tubuhnya terasa lemas seperti tak ada kekuatan untuk berdiri.


"Putriku ...." Ia memegang kepalanya. "Kenapa kamu tega memisahkan aku dari putriku, Mas? Kenapa kamu tega?" lirihnya.


Dalam kondisi yang masih lemah, wanita itu tiba-tiba kehilangan keseimbangan dan nyaris pingsan. Dengan sigap para suster merangkulnya ke atas ranjang untuk membaringkan tubuhnya.


"Ibu baru saja melahirkan. Ibu tidak boleh banyak pikiran. Ibu harus menenangkan diri," nasehat suster.


"Bagaimana saya bisa menenangkan diri saya, Sus, kalau suami saya udah misahin saya sama anak saya," keluhnya.


"Saya mengerti, Bu. Tapi ibu tidak boleh banyak pikiran," ucap suster.


Sementara itu, suaminya menyuruh kepada para suruhannya yang sudah menjadi kepercayaannya.


"Kalian buang bayi ini karena saya tidak mau melihat bayi yang bukan dari darah daging saya," titahnya. "Dan kalian usahakan, singkirkan bayi ini sejauh mungkin dan jangan sampai ada yang menemukannya."


"Baik, Bos. Laksanakan !" seru pria berjenggot dan wajahnya sangar.


Pria itu memberikan amplop coklat berisi segepok uang. "Ini uang untuk kalian. Kalian bagi rata semuanya."


Mata mereka seketika membulat begitu diberikan uang dan mereka menerimanya dengan senang hati. "Wuih ... tebel banget, Bos. Isinya pasti banyak," ucap pria berjenggot itu.


"Yaaa. Yasudah, saya mau pergi dulu." Ia pun pergi meninggalkan tempat tersebut tanpa rasa bersalah sedikitpun.


"Mantap! Banyak banget, nih. Kalau begini, kita bisa seneng-seneng malam ini," ucap rekannya.


"Pasti, dong!" seru pria yang sedang memegang uang.


Tiba-tiba terlintas ide buruk dari pria berkepala plontos. Ia pun mengusulkan, "Gimana kalau bayi ini kita jual aja? Nanti kita pasti dapet duit lebih banyak."


Temannya sontak menamparnya dengan segepok uang. "Lu yang bener aje. Kite orang jahat, tapi gak kejem begitu! Lagian si bos cuman nyuruh kita buat buang nih bayi."


"Yaudah, Bos. Tunggu apalagi?"


"Tapi ... gua sayang banget. Nih anak cakep banget, dah," Pria berjenggot itu menatap nanar bayi yang digendongnya. "Udah cantik, kulitnya putih, hidungnya mancung kaya bule."


"Terus gimana dong, Bos? Masa kita gak jadi buang nih anak?" tanya pria berkepala plontos.


"Yaaa gimana ya? Gua punya dua anak soalnya. Jadi gua tau gimana rasanya jadi orang tua," ucap pria itu. "Yaaa walaupun nih anak hasil dari perselingkuhan istrinya, tapi tetep aje kan bayi kaga ada dosanye."


Pada akhirnya, di tengah hujan deras disertai petir lalu disusul oleh gemuruh panjang mengiringi tangisan bayi yang dibedong kain. Para preman itu membawa bayi tersebut.


"Maaf ya, Dek. Kita semua terpaksa ngelakuin ini." Bayi malang itu pun diletakkan lalu di tinggal pergi begitu saja.

Lihat selengkapnya