Cahaya Cinta

May Marisa
Chapter #5

Kehilangan Pekerjaan #5

Gaffar dan Zidan duduk berdampingan di kafetaria perusahaan, menikmati makan siang mereka. Gaffar tampak bersemangat, suatu perubahan yang mencolok dari sikap biasanya.


"Dan, Gua mau cerita nih. Tapi janji lu jangan cerita ke siapa-siapa."

Zidan, terkejut dengan nada percaya diri Gaffar, menyetujui: "Ya. Emang ada apa?"

Gaffar tersenyum, tampak bangga. "Gua ... gua udah hamilin istrinya si Bos"

Zidan hampir tersedak minumannya. "Apa? Gaffar, lu serius? Vahar adalah pemimpin kita di perusahaan ini! Lu gak takut?"

Gaffar tertawa, tampak tidak terganggu. "Takut? Huh ... Gak! Malah sebaliknya. Gua mengancam bakal menyebarkan aib ini kalau Vahar berani pecat gua. Ini akan merusak reputasinya."

Zidan tampak terkejut dan bingung, mencoba mencerna berita yang baru saja didengarnya. Dia berusaha menasehati temannya.

"Far, ini gawat! Lu udah bermain sama reputasi orang lain dan juga pekerjaan. Gua takut lu kena karmanya."

Gaffar mengangguk, tampak yakin. "Gua tahu apa yang gua lakuin, Zidan. Gua siap menghadapi konsekuensinya."


Sekretaris Emma berjalan masuk dengan wajah yang serius, membuat suasana ruangan tiba-tiba menjadi hening. "Ada sesuatu yang perlu kalian tahu," katanya, suaranya bergetar dengan urgensi.

Gaffar dan Zidan, yang sedang duduk santai, langsung berubah ekspresi. Mereka bertukar pandang, penuh kebingungan dan penasaran.

"Ada rencana apa, Em?" tanya Gaffar, mencoba menenangkan diri. Emma menghela nafas, kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Gaffar.

Senyuman perlahan terukir di wajah Gaffar, membuat Zidan semakin penasaran. "Rencana apa, Gaf?" tanya Zidan, tak sabar ingin tahu.

Gaffar menoleh ke Zidan, senyumannya melebar. "Sebentar lagi, Fazwan akan segera dipecat," katanya, suaranya penuh dengan kepuasan.

Zidan terkejut mendengar berita tersebut. Dia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Dia hanya bisa menatap Gaffar dan Emma dengan raut wajah penuh kebingungan dan keterkejutan.


Suasana rapat penuh dengan ketegangan. CEO Vahar, bersama beberapa eksekutif penting lainnya, sedang membahas tentang tender pembangunan gedung baru. Angka-angka dan proyeksi berjalan di layar, dan setiap orang tampaknya tenggelam dalam pikiran mereka sendiri.

Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka lebar. Sekretaris Emma berjalan masuk tanpa mengetuk pintu, membuat semua orang terkejut. Wajahnya pucat pasi, dan dia tampak seperti orang yang baru saja mendapat berita buruk.

"Emma!" teriak CEO Vahar, kesal. "Ini rapat penting, kamu tidak bisa masuk begitu saja!"

Emma menatap Vahar dengan ekspresi serius. "Maaf, Pak Vahar, tapi saya rasa ini penting. Kondisi keuangan kita tidak memungkinkan untuk proyek ini," katanya, suaranya gemetar.

Vahar tampak bingung. "Apa? Bagaimana mungkin?" tanyanya, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

Emma menyerahkan sebuah laporan keuangan kepada Vahar. "Ini laporan keuangan terbaru kita, Pak. Perusahaan kita sedang merosot," jelasnya.

Vahar membaca laporan tersebut dengan cepat, wajahnya berubah pucat. "Ini... ini tidak mungkin," gumamnya, terkejut. Dia menatap Emma, kemudian menatap semua orang di ruangan itu.

"Saya minta maaf, tapi saya perlu membicarakan ini dengan Emma di luar ruangan," kata Vahar, berdiri. "Kami akan kembali sebentar lagi."

Dengan itu, Vahar dan Emma meninggalkan ruangan, meninggalkan semua orang dalam kebingungan dan kekhawatiran.


CEO Vahar berdiri sembari menatap laporan keuangan di genggamannya. Wajahnya memucat, tidak dapat mempercayai apa yang dia lihat. "Ini tidak mungkin," gumamnya, bingung. "Semuanya baik-baik saja sebelumnya."

Zidan yang sedang berdiri di samping rekannya-Gaffar, mendengus. "Mungkin ini pekerjaan Fazwan," katanya, nada suaranya penuh dengan tuduhan. "Dia mungkin telah menggelapkan uang perusahaan."

Vahar menatap Zidan, tidak percaya. "Fazwan? Tidak mungkin. Dia adalah karyawan yang disiplin dan terpercaya," bantahnya.

Namun tiba-tiba saja Gaffar langsung ikut campur. "Tapi, Pak, Fazwan baru saja menjadi manajer keuangan. Mungkin posisi barunya itu membuatnya gelap mata."


"Iya, Pak. Jangan mudah percaya begitu saja. Biarpun dia kelihatannya baik dan jujur, kita tidak pernah tahu sifat aslinya. Lagian, selama ini keuangan perusahaan baik-baik saja. Tapi semenjak Fazwan menempati posisi barunya, tiba-tiba saja ini terjadi," ucap Zidan sesekali menoleh Gaffar.

Vahar tampak berpikir sejenak, kemudian menatap Gaffar dan Zidan. "Baiklah, saya akan panggil Fazwan."

Lihat selengkapnya