Cahaya Dari Bellapunranga

Andi Sukma Asar
Chapter #16

BAB 16. SEBUAH KEJUTAN


Bab 16. SEBUAH KEJUTAN 

Asrama sibuk, program OSIS berjalan lancar. Aku sebagai ketua dua pada struktur organisasi itu terus membantu teman-teman agar program organisasi benar-benar berjalan.

Pak Anang pernah mengatakan di suatu sore, beliau ingin melihat program OSIS sukses. Yes, hal itu memicu semangat pengurus untuk menjalankan dengan baik program demi program. Tentu, bukan saja alasan itu. Pak Anang, juga guru-guru yang lain tentu ingin mendidik, khususnya para pengurus belajar berorganisasi. Belajar mandiri dan memecahkan masalah semudah atau serumit apa pun itu.

Anelon selalu memperingatkan, agar selalu mengingat deteil program, selalu mencari solusi disetiap kendala, selalu bermusyawarah di setiap ada masalah.

Siang ini, tiba-tiba Anelon memberitahu kepadaku agar aku segera menemukan mutiara di kelas satu.

"Mutiara apa?" Aku tidak mengerti maksud Anelon.

"Maksudku, cari siswa atau siswi baru yang punya talenta bagus," kata Anelon serius.

Aku diam, mencoba memahami maksud Anelon.

"Kalau multitalenta, aku sudah dapat," kataku dengan nada yang sedikit bangga.

"Oh ya? Siapa?" Anelon mendelik.

"Zabila!"

"Zabila?" Wajah Anelon melongo. Ada rasa heran di sana.

Aku tentu mengangguk pasti. Tetapi maksud Anelon barusan untuk apa. Aku belum tahu. Aku menunjuk Zabila karena ia memang menonjol dari semua siswa baru, itu menurut pengamatanku. Sekali pun ia sederhana, tidak ceria, tetapi pikirannya kritis, berani mengungkapkan pendapat, mentalnya bagus dan lancar bahasa Inggris, percakapan bahasa Arabnya sangat lumayan. Aku akan mengusulkan Zabila masuk dalam daftar kepengurusan OSIS. Bukan itu saja, Zabila punya jiwa seni yang mumpuni, contohnya, ia piawai memainkan piano.

*

Aku pernah menemui Zabila setelah salat Isya. Aku memintanya duduk-duduk bersamaku di depan kamar sambil bercerita tentang prestasinya waktu di pondok pesantren dahulu.

"Wah, kamu ternyata luar biasa, Zabila! Di balik tangis dan kesedihanmu kemarin, ternyata kamu menyimpan mutiara yang terpendam." Aku memeluk tubuh mungil itu.

"Ah kakak, aku masih mempelajari semuanya," ucapnya malu-malu.

"Sekarang, urusan pidato, aku akan menyerahkan kepadamu, Zabila! Biarlah aku fokus pada photography saja."

"Kakak suka photography?"

"Iya, Zabila."

"Aku juga, Kak." Zabila malu-malu.

"Suka memotret maksudmu?"

Zabila mengangguk.

"Aku sudah membuat vlog dan ikut lomba tingkat SMP waktu di pondok dulu bersama teman-teman.

"Oh ya?" Betapa terkejutku mendengar cerita Zabila.

"Vlog aku masuk sepuluh besar tahun lalu, Kak."

Aku tambah heran bin melongo.

"Sudah punya vlog di yutub, Zabila?"

Zabila mengangguk pelan. "Zeba vlog namanya, Kak!"

"Oh, punya kamu itu, Zabila? Itu followernya banyak banget. Ah, aku tak percaya!"

Zabila tersenyum. Lalu mengajakku ke dalam kamarnya. Ia membuka lemari dan mengambil sebuah kotak yang berwarna hitam, lalu segera mengeluarkan isi kotak itu. Sebuah kamera nikon D90.

"Kamu sudah pakai kamera?"

"Tahun lalu sempat bikin vlog bareng teman sudah pakai kamera ini, Kak."

"Hebat kamu, Zabila! Aku menyerahkan urusan pidato kepadamu, karena aku mau fokus di photography. Eh malah kamu yang sudah membuat vlog duluan. Kamu selangkah lebih maju, Zabila!"

Kami tertawa.

"Kayak motor saja, Kak." Zabila tersenyum.

Aku masih ingat beberapa hari yang lalu waktu Zabila menangis di belakang gedung sekolah. Ternyata di balik kesedihannya, ia menyimpan prestasi yang gemilang. Dia siswi yang sangat potensial.

Aku memegang kameranya. Aku ingin menanyakan sebenarnya, siapa yang membelikan kamera sebagus itu. Tetapi aku membatalkan, takut Zabila tersinggung.

Kuperhatikan lagi kamera itu. Zabila duduk di dekatku. "Kak, kamera itu diberikan oleh orang tua Tiara, sahabatku di pondok dahulu."

Lihat selengkapnya