Cahaya Dari Bellapunranga

Andi Sukma Asar
Chapter #22

BAB 22. MASIH ACTION


BAB 22. MASIH ACTION

Pagi masih dingin, aku dan Pinggel yang lain bergegas ke kamar, menyimpan mukena dan mengecek air. Setelah tiba di kamar mandi, air di bak sudah penuh. Dua hari ini air sudah berjalan lancar. Ember teman-teman yang lain juga sudah penuh yang berjejer di depan kamar mandi. Aku menyelidiki nama satu persatu yang menempel pada ember. Setelah itu, aku bertanya kepada Arumi, Lili dan Anum.

"Ember kalian mana?"

Mereka tertawa.

"Kalian itu ya. Coba kalau semalam air tidak jalan!" Aku menatap air di bak. Tentu air segitu tidak cukup untuk kami berempat. Ada empat kamar mandi, bak airnya semua terisi penuh. Tetapi tentu itu tidaklah cukup untuk seluruh siswa perempuan jika dipakai mandi.

"Baik, kita bagi empat air di bak ini. Kita harus berhemat. Sebentar siang kita ambil air di sungai untuk persediaan," kataku lalu menutup pintu kamar mandi.

"Iya, walaupun air sudah lancar, kita tetap harus berhemat. Penampungan air di luar juga sudah penuh. Alhamdulillah," kata Lili.

Aku membuka lagi kamar mandi, untuk mengambil timba yang berisi perlengkapan mandi. Setelah melihat timba, aku bersungut, sikat gigi tidak ada.

"Li, tolong dong, sikat gigi aku di tempat tidur."

"Biar aku saja, Lili sedang repot, ia kedatangan tamu." Aku mendengar suara Anum namun tidak terlalu jelas karena pintu kamar mandi sudah kututup.

Di teras kamar, aku bertemu teman-teman yang akan mandi. Tanpa diberitahu pun mereka sudah memahami kalau air mesti dihemat.

Setengah tujuh, aku dan Pinggel sudah berada di depan kelas MIA 1. Waktu masih di diklat untuk pembagian jurusan, Pak Anang beberapa kali menanyakan kepadaku, bahkan kepada Kak Zainal. Kalau aku itu lebih cocok di kelas IPS. Memang, aku sangat lemah di IPA. Ini dikarenakan di pondok dahulu pelajaran-pelajaran eksakta itu tidak aku dalami. Selain itu, rasanya aku tidak berminat. Cita-citaku ketika di pondok adalah melanjutkan sekolah ke luar negeri dan menjadi seorang hafiz, pendakwa dan pengusaha.

Tetapi aku tetap ingin masuk di kelas IPA walaupun nilaiku sedang-sedang saja. Di kelas IPA, ada banyak tantangan yang harus aku jalani. Dan aku menyukai itu. Itu yang menjadi alasanku mengapa sampai sekarang aku masih bertahan di kelas IPA.

*

Arumi menarik tanganku masuk kelas. Tetapi aku menampiknya. Aku sedang menunggu Anelon. 

Dari bawah, aku mendongak ke lantai dua, kulihat Anelon dan Firman berjalan keluar dari kamar.

"Sebentar, aku mau bicara dulu dengan si Anel," kataku kepada Arumi.

"Anel! Anelon maksudmu kan?"

Aku tertawa dan mengangguk. "Tebakan yang tepat!"

Aku melambaikan tangan kepada Anelon yang sedang menuruni tangga. Ketika ia berjalan ke arahku, ada Boby yang menyusul turun tangga. Kulihat Anelon mengajak Boby menuju kepadaku. Tetapi akhirnya ia membelok masuk di kelasnya.

"Nel, sebentar sore tim ASA kumpul di sana ya? Kita akan meresmikan proyek kita." Tempat yang aku maksud tentu saja titik nol. Ah, sebutan itu akhir-akhir ini menjadi viral.

"Oke!" Hanya itu yang keluar dari mulut Anelon. Selanjutnya ia berjalan ke kelasnya.

Sore yang tidak terlalu cerah. Namun di langit tidak ada tanda-tanda akan hujan. Angin bertiup sejuk. Sesuai rencana, sore ini tim ASA sudah berkumpul.

Kulihat Anelon memberi kode kepadaku untuk membuka acara. Baik, tanpa banyak alasan aku segera membuka pertemuan ini.

"Assalamualaikum teman-teman tim ASA. Pada sore hari ini, kita akan meresmikan rencana proyek kita. Proyek pembuatan film pendek yang berjudul "Mappatabe." Setelah melalui banyak tahap dan persetujuan dari guru dan Ibu Kamad, akhirnya kita akan segera action. Selanjutnya, masing-masing teman akan memegang sebuah naskah. Dengan mengucapkan basmalah dan memohon ridho Allah SWT, kita resmikan proyek kita." Aku bertepuk tangan satu kali sebagai pengganti ketukan palu, menandakan proyek ASA sudah resmi akan dilaksanakan.

Kulihat teman-teman saling memandang dengan wajah senang dan bertepuk tangan.

Aku segera mengambil naskah, selanjutnya membagikanya kepada kru tim ASA yang berjumlah delapan orang. Enam orang pemain inti, satu orang kameramen yakni Boby dan satu orang pembantu umum, yakni Aris.

"Silakan teman-teman membaca naskahnya. Besok hari Sabtu, kita cepat pulang sekolah dari biasanya, kan? Nah setelah makan siang kita berkumpul di teras masjid untuk memulai latihan dialog."

Aku melihat tidak ada yang bertanya. Kali ini wajah teman-teman kelihatan serius tak terkecuali Boby.

"Kita saling mendukung dan terbuka. Jika ada hal yang ingin teman-teman sampaikan, dipersilakan. Kalau begitu, kita bubar ya, jaga kesehatan kalian." Aku menyalami tangan tim ASA bergantian.

*

Aku bersyukur, tim tepat waktu berkumpul siang hari ini. Zabila membawa botol berisi air mineral dan sebuah snack. 

"Kita di sini satu jam saja ya teman, kita akan memulai latihan dialog dahulu untuk memastikan dialog kita sudah benar atau tidak. Nanti sore setelah salat Azar kita akan ke lokasi."

"Bagaimana kalau kita ke lokasi sekarang?" Anelon menatapku.

"Masih panas, Nel! Lagi pula kita akan istirahat dahulu sebelum salat Azar."

"Ocelah kalau begitu," kata Anelon.

Tidak terasa, sudah satu jam kami bersama di teras masjid ini. Pak Chiyam datang sambil senyum-senyum membidikkan kameranya.

"Ayo bergaya kalian," kata Pak Chiyam.

Kami berswafoto berbagai gaya. Setelah itu, teman-teman pun bubar.

Lihat selengkapnya