Cahaya Dari Bellapunranga

Andi Sukma Asar
Chapter #24

BAB 24. HAL YANG MENDEBARKAN


BAB 24. HAL YANG MENDEBARKAN

Aku seakan tidak menghiraukan rasa dingin yang menusuk tulang. Aku bergegas menaiki tangga menuju kamar. Tidak kupedulikan lagi Arumi, Lili dan Anum yang mengikutiku dari belakang seraya memanggil namaku. Pagi ini aku seperti robot, program sudah disetel hingga malam tiba.

Di kamar, aku segera menyimpan mukena dan mengambil ember yang berisi timba, sabun dan alat mandi lainnya.

Arumi, Lili dan Anum mengepungku. Mereka tidak membiarkan aku lolos hingga aku mengatakan sesuatu.

"Kami mengerti, Yah! Lalu kami mesti bantu apa?" Aku menatap ketiga sahabatku ini.

"Hanya doa yang kuharap dari kalian kok. Aku tidak mau memilih dua diantara yang harus kuselesaikan, karena dua-duanya mesti sukses," kataku lalu berdiri, keluar dari lingkaran Pinggel, bergegas ke kamar mandi.

Aku seperti ingin memekik hingga terdengar membahana ke seluruh ruang sekolah, di kamar mandi, bak hanya tinggal setengah. Semalam aku tidak sempat lagi menunggui air yang menetes satu-satu lewat selang di depan kelas. Tetapi syukurlah, tandon kelihatannya penuh. Jadi aku akan ke sana mengambil air seember.

Anum datang. Mungkin ia sedang mendengar pekikan hatiku.

"Pakai saja air-ku, Yah!" Suara Anum menggetarkan hatiku.

Kudengar Anum menggeser embernya yang berisi air penuh, menggesek lantai hingga ke pintu kamar mandi. 

"Ambil ini air, Yah, dan mandilah cepat," kata Anum.

Aku membuka pintu dan segera menggeser embernya Anum ke dalam kamar mandi. Bulir bening tiba-tiba menghangat pada kedua sudut mataku. "Terima kasih, Anum."

Aku memakai baju dan memakai hijab lebih cepat dari biasanya. Ketiga Pinggel itu hanya duduk di sisi tempat tidur sambil menengadahkan kedua telapak tangannya seperti halnya jika sedang berdoa. Melihat hal itu, aku tidak bisa menahan diri untuk tertawa.

"Berhasil! Berhasil!" Koor mereka benar-benar membuatku bangkit dari rasa robot.

"Sekarang, tenangkan dahulu pikiranmu. Tariklah napas dalam-dalam, tahan sampai hitungan ke delapan detik, embuskan pelan-pelan. Ulangi sekali lagi," perintah Lili.

Ada rasa lega dan ringan saat setelah melakukan perintah si calon dokter itu.

"Sekarang masih tenangkan pikiranmu, berpikirlah positif, usahakan. Katakan dengan tegas kepada diri sendiri, bahwa kamu bisa dan mampu melakukan dua tugasmu sampai tuntas," kata Lili lagi.

Aku melakukan hal yang diajarkan Lili. Efeknya luar biasa. Aku merasa santai sekarang.

Aku harus bertanya kepada Lili, siapa yang mengajarimu seperti itu. Tetapi nanti. Setelah tugas hari ini semuanya selesai dan tentu saja harus sukses.

Aku memeluk ketiga sahabatku itu lalu keluar kamar, bergegas turun ke lantai dasar. Di depan kelas, sudah ada Pak Anang yang akan membersamaiku menuju kota.

"Sudah siap?"

"Aku mengangguk. "Siap, Pak!"

"Kita harus tiba di kota paling lambat jam delapan," kata Pak Anang.

"Oh, sudah sarapan?"

"Belum, Pak." 

"Ayo sarapan dulu," kata Pak Anang.

"Apa kita tidak terlambat, Pak?"

"Sarapan lebih penting, Cahaya! Ayo segera ke kantin." Pak Anang menungguku di depan masjid.

Di kantin, aku langsung mengambil sendiri makanan yang pada saat itu baru saja dihidangkan di meja besar. Melihat aku datang sendiri dan tampak terburu-buru, ibu Tika bertanya sambil mengangkat beberapa piring besar berisi lauk.

Jam tujuh kurang lima belas menit, aku dan Pak Anang berangkat. Arumi, Lili dan Anum telah menungguku di dekat Pak Anang. Mereka melambaikan tangannya mengiringi keberangkatanku.

Karena kompetisi hari ini yang diperlombakan hanya satu mata pelajaran, maka sebelum jam dua belas aku sudah menyelesaikan tugasku. Aku melihat Pak Anang sedang menunggu di bawah pohon di halaman sekolah tempat di mana diadakan kompetisi.

"Ayo pulang, Pak," kataku kepada Pak Anang.

"Kita tunggu hasilnya dulu," kata Pak Anang. 

"Pengumumannya bisa lewat online kan, Pak?"

"Bisa, tetapi kan jaringan kita bagaimana? Cahaya tahu, kan?"

Aku diam. Membenarkan ucapan Pak Anang. Kembali kepalaku dipenuhi rasa khawatir.

Tidak mungkin kukatakan kepada Pak Anang, kalau aku sudah tidak peduli lagi hasil kompetisi ini. Bukan menang atau tidaknya, karena aku pun telah belajar sungguh-sungguh untuk mengikuti kompetisi ini, tetapi masalah waktunya. Mau terlambat atau tidak pengumuman itu kan tidak mengapa juga.

"Baiklah, Cahaya, kita pulang sekarang," kata Pak Anang. Seperti menangkap kekhawatiranku.

Sampai di sekolah, aku mengucapkan terima kasih kepada Pak Anang, dan tanpa membuang waktu aku bergegas ke kamar. Oh, tentunya kamar masih sepi karena sekolah belum bubar.

Aku membaringkan diri sejenak sambil menghela napas panjang. Setelah itu aku duduk dan melakukan afirmasi diri seperti yang Lili ajarkan tadi pagi. Hasilnya sangat lumayan membantu.

Aku membuka lemari, mengambil laptop dan membukanya segera. Di luar, sudah ribut suara teman-teman pulang.

"Sudah pulang, Yah? Ayo makan," kata Arumi menyimpan tasnya di tempat tidur.

Lihat selengkapnya