Seperti yang Mulyadi bilang, Clara datang mengunjungi Adrian keesokan harinya…
Clara Pramesti, gadis itu dan dirinya telah memadu kasih selama beberapa tahun. Pertemuan mereka terjadi semasa kuliah dan cukup ajaib bila dipikir-pikir sebab Clara yang berada di Fakultas Keperawatan dan dirinya yang mengambil jurusan Kriminologi bisa saling bertemu saat acara musik kampus dan jatuh cinta pada pandangan pertama.
Meskipun hubungan mereka tidak selalu sempurna, Adrian selalu merasa Clara adalah seseorang yang bisa dia andalkan. Dan dia merasa hubungan mereka yang sudah berjalan hampir delapan tahun ini sebagaimana layaknya pasangan lain yang mengalami pasang surut-pasang naik, apalagi itu kerap terjadi selama kurun waktu hubungan mereka, baginya itu sesuatu yang wajar.
Belakangan ini keduanya memang jarang bertemu karena Adrian lagi sibuk dengan memburu berita politiknya, sementara Clara harus menggantikan shift teman-temannya akibat dua kecelakaan tragis di sebuah hotel yang terbakar dan kawasan perumahan yang dilanda penyakit menular demam berdarah yang mengakibatkan banyak pasien harus dirawat di rumah sakit tempatnya bekerja. Jadi Adrian berpikir, Clara memang datang karena kangen padanya.
Syukurlah hari itu dia sudah boleh pindah ke ruang rawat inap, yang peraturannya lebih longgar dari ruang ICU sehingga Clara bisa menengoknya dengan durasi waktu yang lebih lama karena pasti akan ada banyak hal yang mau mereka obrolkan setelah berhari-hari tidak ketemu, apalagi pacarnya itu pasti ingin tahu rincian peristiwa yang dialami Adrian secara langsung.
Siang itu Clara datang ke kamar 5612 dimana dirinya berada dengan mengenakan baju terusan berwarna hijau toska yang ujung roknya mencapai lutut. Adrian ingat baju terusan itu dipakai Clara pertama kali ketika mereka menghadiri acara perkawinan Akmal, teman mereka, dua tahun setelah lulus kuliah.
Gadis itu terlihat gugup saat memasuki ruangan, wajahnya yang biasanya ceria kini terlihat tegang dan pucat. Dia duduk di samping tempat tidur Adrian, menggenggam tangannya dengan lembut, tetapi ada ketegangan dalam sentuhannya. Adrian, meski masih lemah, mencoba membaca ekspresi wajah Clara, mencoba mencari tahu apa yang terjadi.
“Hai, Adrian. Ini aku,” sapa Clara.
Adrian membalas dengan suara serak, "Hai, Clara! Senang kamu datang."
Clara memaksakan senyum tipis, tapi matanya menunjukkan kesedihan mendalam, “Mereka bilang kamu koma sampai seminggu.”
“Dua peluru bersarang di sini…dan di sini…” Adrian menunjuk dada dan perut bagian kanan. “Beruntung kenanya di situ, tiga inci sedikit ke kanan kena jantung dan aku nggak akan bangun.”
"Aku lega banget kamu selamat, Adrian. Aku...aku tidak tahu harus bagaimana jika kehilanganmu."