CAHAYA DI BALIK BAYANG

Lewi Satriani
Chapter #5

Bab 5: Sofia Lorena

Taman itu begitu indah dan asri, hanya kabut tipis menyelimuti seluruh daerah itu yang membuat nuansa kehijauan dari tumbuh-tumbuhan yang mendominasi tempat itu sedikit kehilangan genggamannya. Adrian menikmati tempat itu sebagaimana adanya dan merasa dirinya bukan berada di taman biasa di bumi, ini…tempat ini lebih tepat disebut sebagai taman firdaus karena jelas tidak ada taman seindah ini dimanapun.

Dia tengah berjalan menyusuri tepian sungai yang membelah taman itu ketika samar di hadapannya muncul sesosok tubuh jangkung. Orang itu sedang berdiri di sebelah pohon akasia dan tampak melamun. Kabut yang menyelimuti membuat Adrian tidak dapat melihat wajah pria asing itu dengan segera, namun begitu tinggal beberapa meter darinya sosok itu berbalik ke arahnya.

Sepucuk pistol tergenggam di tangan lelaki itu dan tanpa basa-basi orang itu melepaskan tembakan menuju Adrian. Dia tidak sempat melihat apapun kecuali kilatan cahaya yang meluncur cepat ke arahnya dan tahu-tahu dirinya sudah tersungkur di rerumputan dengan darah membasahi perutnya dan nyeri yang menyerang dengan brutal…

“HAAAAAHHH…” Adrian terbangun dari tidurnya.

“Baguslah kalau anda sudah bangun! Kita sudah sampai,” tegur seseorang yang duduk di bangku kemudi. Kepalanya menengok ke belakang disertai cengiran lebar. Alisnya terangkat saat mendapati keadaan Adrian. “Mimpi buruk?”

“Sempat ketiduran tadi.”

“Hebat sekali anda bisa tidur di hari sepanas begini…” komentar si supir taksi seenaknya.

Hanya mengucapkan terima kasih dan langsung keluar dari taksi online, Adrian bergegas menuju bangunan bernomor 42 diantara deretan ruko dimana dirinya berada saat ini. Yang menunjukkan bahwa bangunan itu tempat yang dicarinya adalah papan sederhana bertuliskan nama Sofia Lorena, S.Psi dan alamat bangunan tersebut. Tidak ada embel-embel kata-kata promosi selangit demi memasarkan jasa sang profesional.

Menurut Mulyadi, Sofia adalah seorang psikolog yang telah bekerja dengan banyak korban trauma, termasuk korban kejahatan dan kekerasan. Di usia tiga puluh lima tahun, Sofia telah mengabdikan hidupnya untuk membantu orang-orang yang terluka secara emosional, dan dia dikenal karena pendekatan yang penuh empati dan pemahaman. Dalam beberapa kasus dia juga ikut menangani klien dari KPAI, Komisi Perlindungan Anak dan Ibu, karena saat ini sang psikolog menjabat sebagai salah satu komisionernya.

Bagian dalam bangunan itu sepi dan hanya ada meja resepsionis dengan seorang gadis menunggu di baliknya. Gadis itu mendongak begitu menyadari Adrian mendekat kemudian bertanya, “Sudah ada janji?”

“Dokter Sofia…”

“Dengan pak Adrian?”

“Ya, itu saya!” jawab Adrian.

“Naik saja ke lantai dua dan ruangan di sebelah kiri,” gadis itu memberi arahan.

Adrian melangkah perlahan memasuki sebuah ruangan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya akan menjadi tempat yang akan dikunjunginya. Setelah menaiki tangga ditemuinya selasar panjang menuju ke bagian belakang, sementara ruang kerja sang psikolog berada di sisi kiri.

Lihat selengkapnya