Meskipun tidak mau bikin heboh di kantor, kehadirannya di Jurnal Kota tentu bikin girang semua orang. Tak ada koleganya yang tidak bertepuk tangan atau menyalami ketika Adrian hadir di ruangan. Hal itu membuatnya rikuh karena merasa dirinya bukan pahlawan yang tidak melakukan jasa apapun yang membuatnya layak menerima sambutan sebegitu rupa. Namun dia tidak bisa mengelakkan bahwa semua orang tentu ingin melihat seseorang yang bisa lolos dari kematian setelah ditembak.
Adrian baru mendapat ketenangan setelah Mulyadi memintanya masuk ke ruangan. Bossnya menunggu disana dengan senyuman hangat, “Meriah, yaa…”
“Dasar mereka terlalu lebay,” gerutu Adrian.
“Itu artinya mereka perhatian sama elu. Ngomong-ngomong bagaimana sesi konsultasi elu?" tanya Mulyadi sambil menyilangkan tangan di dadanya, nada suaranya penuh perhatian.”Jadi ketemu Sofia kemarin?”
Adrian menghela napas sejenak sebelum menjawab, “Gue nggak tahu apakah itu benar-benar membantu. Kami hanya mengobrol-ngobrol…itu saja. Sofia sih lumayan baik, dia berusaha membuat gue melihat beberapa hal dari sudut pandang yang berbeda. Tapi ini baru permulaan. Gue masih merasa berat untuk melewati semua ini."
Mulyadi mengangguk dengan bijak, menyadari betapa sulitnya bagi Adrian untuk membuka diri. "Bagus kalau begitu. Yang penting elu sudah mau mulai. Proses penyembuhan memang butuh waktu."
Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan pembicaraan, ponsel Mulyadi berdering. Dia meraih ponselnya dan melihat nomor tak dikenal tertera di layar. "Maaf, sebentar ya," katanya sebelum mengangkat telepon.
"Mulyadi di sini," katanya singkat.
"Pak Mulyadi, ini dari kepolisian. Kami ingin memberi tahu bahwa kami telah berhasil menangkap seorang pria yang diduga menembak karyawan Anda di taman beberapa waktu lalu. Kami butuh Anda, dan kalau bisa ajak juga si korban, untuk datang ke kantor polisi dan mengidentifikasi tersangka," kata suara di ujung sana, tegas namun tenang.
Mulyadi menatap Adrian yang juga tengah mendengarkan karena Mulyadi memasang mode speaker agar pembicaraan itu juga didengar oleh Adrian. Adrian merasakan perutnya bergejolak. Semua kenangan buruk itu tiba-tiba kembali menghantamnya. "Baik, saya akan segera ke sana," jawab Mulyadi mengakhiri pembicaraan di ponsel.
“Elu mau ikut?” dia kemudian bertanya pada Adrian untuk memastikan.
"Tentu saja," jawab Adrian sambil berusaha mengontrol emosinya.
Mulyadi mengangguk tegas. "Baiklah, gue harap elu baik-baik saja. Ini penting."
Mereka berdua kemudian segera menuju ke kantor polisi dengan mengendarai mobil Mulyadi. Sepanjang perjalanan Mulyadi meng-update informasi kepada Adrian bahwa Jurnal Kota sudah membuat aduan kepada polisi tentang penembakan yang terjadi kepadanya sehingga polisi kemudian mulai bergerak melakukan penyelidikan.