Mata Sofia berbinar ketika Adrian menyerahkan tugas tulisan yang diberikannya pada sesi sebelumnya. Dengan senyum lembut, Sofia menerima kertas-kertas itu, melirik ke arah Adrian yang tampak sedikit tegang, namun ada ketenangan di sana yang tak terlihat sebelumnya.
Sofia mulai membaca sementara Adrian duduk di sofa di depan Sofia di ruang konsultasi yang sudah tak asing lagi baginya, Adrian merinci kejadian yang berlangsung di taman kota, dari suasana sore yang damai hingga detik-detik penembakan yang hampir merenggut nyawanya. Ia juga menggambarkan hasil surveinya di taman setelah peristiwa itu—bagaimana ia memperhatikan setiap sudut, setiap detil yang dulu luput dari pandangannya. Tulisan Adrian terasa jujur, bahkan hampir terkesan melankolis. Sofia bisa merasakan perubahan kecil dalam cara Adrian memandang kejadian itu; ada kesadaran baru yang mulai tumbuh.
Sofia mengetuk-ngetukkan pena di paha selagi membaca lima lembar tulisan tangan yang dibuat Adrian. Sang pasien yang sedang duduk berselonjor di sofa empuk menatap wanita itu dengan pandangan cemas sekaligus bertanya-tanya tentang pendapat Sofia setelah membaca tulisannya.
"Adrian," Sofia berkata setelah selesai membaca, suaranya lembut tapi penuh penghargaan, "Ini sangat menarik. Memang beda ya kalau yang nulis jurnalis. Begitu hidup. Saya bisa membayangkan sedang berada di taman itu walaupun bentuknya reportase. Kelihatan sekali betapa besar usaha yang kamu lakukan untuk menulis ini. Kamu benar-benar berusaha menghadapi ketakutanmu."
Adrian mengangguk pelan, wajahnya sedikit merona mendengar pujian Sofia. "Saya hanya mencoba melakukan apa yang anda minta," jawabnya, suaranya agak serak. "Meski rasanya berat, saya tahu saya harus menuliskannya. Setidaknya untuk diriku sendiri."
Sofia tersenyum lebih lebar. "Itu benar, dan itu tanda yang sangat baik. Aku yakin tak lama lagi, kamu akan bisa melewati ini semua."
Adrian terdiam sejenak, tampak berpikir, seolah ada rasa tidak terima bila sesi terapinya berakhir terlalu cepat, lalu bertanya, "Apa ini berarti aku sudah sembuh?"
Sofia tertawa kecil, hangat. "Sembuh itu proses, Adrian. Tidak perlu buru-buru. Dari apa yang saya lihat, kamu sudah membuat kemajuan. Namun ada sesuatu yang masih belum aku mengerti…bisa kamu ceritakan kenapa kamu menghubungi polisi setelah membuat daftar tersangka?"
“Aku mengajak polisi untuk menangkap siapa pelakunya. Kami menyiapkan rencana dimana aku jadi umpannya…” Adrian berbicara dengan penuh semangat tentang bagaimana ia telah bekerjasama dengan polisi untuk menangkap pelakunya. Ada kilatan tekad di matanya, seakan-akan itu adalah satu-satunya hal yang sekarang menjadi fokus utamanya.
Sofia mendengarkan dengan seksama, namun ketika Adrian selesai bercerita, dia menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Adrian," Sofia berkata dengan lembut namun tegas, "Aku mengerti mengapa kamu ingin terlibat dalam penyelidikan ini. Kamu merasa perlu untuk mendapatkan jawaban, untuk menemukan keadilan. Tapi, aku khawatir ini bukan ide yang baik."