CAHAYA DI BALIK BAYANG

Lewi Satriani
Chapter #18

Bab 18 : Maaf Kalau Dia Meninggalkanmu

Perjalanan ke rumah Clara terasa seperti jalan panjang penuh kenangan. Setiap sudut kota yang dia lewati mengingatkannya pada waktu-waktu ketika Clara masih ada di sisinya, mendukungnya dalam setiap langkah meski dengan ketakutan yang sering dia sembunyikan. Rumah Clara terletak di sebuah lingkungan yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota. Setiap kali mengunjungi tempat ini, ada rasa damai yang menyelubunginya, seolah-olah dunia di luar sana tidak lagi penting.

Rumah Clara adalah sebuah bangunan tua berarsitektur kolonial, dengan dinding berwarna putih gading yang sudah mulai mengelupas di beberapa bagian. Atapnya yang terbuat dari genteng merah tampak kontras dengan hijaunya pepohonan di sekitarnya. Di depan rumah, ada sebuah taman kecil yang penuh dengan bunga-bunga, sebagian besar sudah layu karena musim kemarau yang panjang. Pohon-pohon tinggi yang mengelilingi rumah menambah kesan teduh dan tenang.

Adrian berhenti sejenak di depan pintu, mengumpulkan keberanian untuk mengetuk. Ia selalu menyukai rumah ini, tempat di mana ia dan Clara sering menghabiskan waktu bersama, berbicara tentang masa depan, dan merencanakan mimpi-mimpi mereka. Banyak yang mereka lalui di rumah ini selama masa pacaran. Tidak heran, kali ini, ada kekhawatiran yang menghantui pikirannya, ketakutan bahwa dia tidak akan bisa menemui tempat ini lagi untuk selama-lamanya...

Dia berdiri sejenak di depan pintu dengan gugup, mengumpulkan keberanian untuk mengetuk, kalau dipikir-pikir yang dilakukannya ini edan karena mengetuk rumah orang pukul dua pagi. Masalahnya, perasaan yang ada dalam hatinya tidak dapat dibendung lagi dan dia sungguh perlu bertemu dengan Clara untuk mengklarifikasi semuanya… benar kata pepatah, cinta kadang membuat gila…

Ketukan pintunya terdengar hampa, seakan menggema di antara dinding-dinding kosong. Clara memang jarang tidur cepat, tapi tidak biasa juga bagi dirinya mendatangi rumah pacarnya selarut ini, dan Adrian berdoa supaya Clara belum tidur. Dia mengetuk lagi sampai pintu terbuka perlahan. Di sana berdiri seorang wanita tua dengan rambut yang sudah sepenuhnya memutih, meski matanya terlihat masih mengantuk dan dia mengucek-ucek kelopak mata namun di sana masih terpancar kelembutan dan kehangatan.

Wanita itu itu mengerutkan kening dan tampak tidak menyangka yang ditemuinya, “Adrian?”

Adrian juga kaget karena tidak menyangka yang keluar adalah ibu Clara, yang setahunya tinggal di Serang. "Malam, tante. Maaf kalau mengganggu malam-malam begini. Clara ada di rumah?"

Wajah ibu Clara sedikit berubah, menunjukkan keraguan yang membuat hati Adrian berdegup lebih kencang. "Clara…tidak ada di rumah, Adrian."

Adrian mencoba menutupi kekecewaannya, "Memangnya dia kemana, tante?"

“Kalian tidak chat untuk berkabar soal itu?” ibunya Nampak heran.

“Kami…sudah lama tidak ngobrol…” ujar Adrian serba salah, dia jadi terlihat bodoh.

“Ya, ampun. Ayo, masuk dulu kalau begitu…”

Di dalam rumah, suasananya begitu tenang dan sejuk. Ruang tamu yang sederhana dengan perabotan kayu antik, dihiasi oleh beberapa lukisan tua yang tergantung di dinding. Sebuah vas bunga berisi bunga mawar layu duduk di atas meja kopi, memberikan kesan bahwa rumah ini sudah lama tidak dihuni dengan keriangan.

“Sebentar tante buatkan minuman. Mau kopi atau teh?”

“Jangan repot-repot, tante,” Adrian menggeleng.

Lihat selengkapnya