Hari itu terasa berbeda bagi Adrian. Setelah malam yang panjang berbicara dengan Ibu Clara, dia mendapati dirinya tidak bisa tidur setibanya di apartemen. Matahari sudah mulai meninggi, melewatkan dirinya pada jam sarapan, tetapi dia masih tetap duduk di meja makan sambil terus memandangi paket pemberian Clara yang tergeletak di atas meja di hadapannya…
Satu-satunya yang tertinggal dari Clara untuknya hanya paket itu…
Tadinya Adrian berpikir bila dia mendatangi rumah Clara dan memberitahu bahwa pelaku penembakan sudah tertangkap maka persoalan ini selesai, dia bisa menutup buku atas persoalan ini…bahwa setelahnya dia siap untuk mencurahkan kembali perhatiannya kepada Clara….mengurangi keegoisannya menggunakan segala waktu hanya untuk jurnalisme…dan maju ke depan dengan hasrat membentuk masa depan bersama dalam bungkus perkawinan. Sayangnya, hanya ini yang ditinggalkan Clara baginya…
Bentuk paketnya tidak terlalu besar, pipih dan landau, dibungkus dengan kertas cokelat yang sudah mulai lusuh, seolah-olah benda itu telah lama disimpan di suatu tempat. Hatinya terus dilanda keraguan untuk membuka paket itu karena merasa tidak siap mendapati apa yang ada di dalamnya namun di saat bersamaan dia juga penasaran ingin mengetahui apa yang ditinggalkan Clara untuknya.
Dengan jantung berdegup kencang Adrian mengulurkan tangan dan akhirnya membuka bungkusnya setelah keberaniannya terkumpul. Didapatinya sebuah kotak kayu kecil yang tertutup rapat. Di dalamnya, terdapat beberapa barang yang diingatnya sebagai kado yang diberikannya kepada gadis itu selama pacaran. Dompet tunik yang kainnya sudah memudar, sebuah kartu tarot bergambar ‘LOVER’, gelang berwarna abu-abu, serta tumpukan surat-surat yang telah menguning oleh waktu.
Selain tumpukan surat ketiga benda lainnya punya kenangan khusus, dan itu membuat Adrian makin trenyuh. Apa perlu Clara mengembalikan benda-benda ini kepadanya? Lagipula, dia tulus memberi benda-benda ini dan tidak butuh gadis itu mengembalikan apa yang sudah diberikannya…
Dompet tunik itu adalah kado yang dibelikan Adrian ketika dia pertama kali dinas keluar negeri, ke Thailand tepatnya. Saat itu dia dikirim oleh Jurnal Kota untuk meliput berita mengenai keberhasilan polisi menangkap koruptor Indonesia yang kabur ke negara itu, setelah bekerja sama dengan Kepolisian Thailand. Adrian begitu bangga ketika berangkat dinas karena itu memang kali pertama dia bisa pergi keluar negeri, apalagi dibiayai oleh perusahaan. Dan kebanggaan itu diwujudkannya dengan memberikan oleh-oleh dari negeri gajah putih itu buat sang pacar.