Adrian menutup surat terakhir dari Clara dengan tangan gemetar, hatinya hancur oleh kata-kata Clara. Selama ini, dia selalu merasa ada sesuatu yang kurang dalam hubungan mereka, sesuatu yang tidak pernah bisa dia pahami. Sekarang dia tahu apa itu—ketakutan Clara untuk membuka diri sepenuhnya, ketakutan bahwa Adrian tidak akan bisa menerima dirinya yang sebenarnya.
Air mata menggenang di mata Adrian, kehilangan yang dirasakannya ini begitu besar. Kehilangan bukan hanya Clara, tetapi juga kesempatan untuk benar-benar mengenal dan memahami wanita yang dia cintai. Dia merasa terjebak dalam penyesalan, menyesali semua momen di mana dia mungkin bisa membuat Clara merasa aman untuk membuka diri, tetapi tidak melakukannya.
"Aku bodoh," bisik Adrian pada dirinya sendiri, suaranya parau oleh emosi. "Aku seharusnya bisa lebih peka, seharusnya bisa melihat tanda-tanda bahwa ada sesuatu yang salah."
Namun, penyesalan itu tidak mengubah kenyataan. Clara telah pergi, dan bersama dengan kepergiannya, semua kesempatan untuk memperbaiki hubungan mereka juga hilang. Adrian merasa dirinya terjebak dalam siklus perasaan bersalah yang tak berujung, merasa bahwa dia telah gagal sebagai pasangan.
Lamunan Adrian mendadak terhenti ketika mendengar ponselnya berdering kencang. DItatapnya layar dan mendapati yang meneleponnya ternyata Sofia, “Halo?”
“Kamu kemana saja?” Sofia langsung memberondongnya. “Aku sudah kirim pesan teks ke ponselmu sampai sepuluh kali tapi kamu tidak jawab. Kukira kamu kenapa-kenapa…”
“Aku baik-baik saja,” ucap Adrian.
“Kamu lupa ya kalau hari ini kita ada janji temu untuk terapi.”
“Sialan,” Adrian menepuk dahinya. “Oke, aku ke sana sekarang.”
“Nggak perlu! Sudah lewat waktunya. Kamu tahu jam berapa sekarang?”
Adrian melirik jam dinding dan lagi-lagi memaki dalam hati – sekaligus kaget – karena tak menyangka saat itu sudah lewat jam tiga sore. Dan dia tidak sadar sudah selama itu dia mendekam di aparteman ini, membaca surat-surat Clara sampai habis demi memuaskan rasa penasaran. Adrian berkata dengan terbata-bata, “Kalau begitu kita reschedule saja pertemuan kita…”
“Ada apa denganmu?” Sofia bertanya heran. “Sepertinya kamu lagi nggak baik-baik saja…”
“Aku…” tadinya Adrian hendak memberi alasan demi menenangkan hati Sofia, tapi akhirnya dia memutuskan untuk jujur karena percuma saja menyembunyikan hal dari orang yang ingin menolongnya dengan tulus. “…aku tidak tahu harus apa sekarang…. rasanya aku lagi perlu seseorang buat bicara…apakah kamu bisa ke tempatku? Aku perlu kamu disini…”
Hening sejenak…akhirnya Sofia menjawab, “Kebetulan hari ini aku baru selesai dengan janji konsul terakhir. Yeah, aku bisa ke tempatmu, kasih saja shareloc.”