CAHAYA DI BALIK BAYANG

Lewi Satriani
Chapter #23

Bab 23 : Tugas ‘Ringan"

Pagi itu, udara Jakarta terasa hangat dengan langit yang cerah. Adrian tengah duduk di kantornya ketika Mulyadi menghampiri mejanya. Adrian sedang sibuk membaca beberapa berita mentah yang menurutnya bisa lebih diperdalam bila dapat dicarikan beberapa bukti dan narasumber tambahan untuk memperkaya isinya, membuatnya tidak hanya sekedar informasi melainkan juga pengetahuan baru. Sang Pemimpin Redaksi menepuk pundak Adrian untuk menarik perhatiannya,

“Sudah lihat berapa banyak pembaca artikel elu per hari ini?”

“Belum,” Adrian menggeleng namun dia menambakan sesuai dengan informasi dari Sofia dua hari yang lalu ketika mereka berjalan-jalan di taman, “Katanya banyak?”

“Dua ratus ribu lebih hari ini,” kata Mulyadi. “TV-TV nggak berhenti liput berita tentang Rizky dari sejak penembakan waktu lalu, di medsos juga jadi trending topic nomor dua setelah kasus prostitusi selebgram Benaditta.”

Kalau dulu Adrian begitu antusias mendengar hal-hal semacam itu, karena itu menunjukkan bahwa publik memberikan atensi pada kasusnya, namun kali ini Adrian tak bergeming. Wajahnya datar dan sama sekali tidak menampakkan ketertarikan, bahkan sampai Mulyadi memberi kabar tambahan. “Oh, ya ada undangan buat elu buat tampil di Kick Andy minggu depan.”

“Itu acara buat orang-orang yang butuh inspirasi. Gue bukan tokoh yang bisa kasih saran begituan,” sahut Adrian.

“Ayolah, ini akan jadi resume yang bagus.”

“Kurang bagus kalau cerita yang gue bikin gak tampil utuh,” komentar Adrian. “Gue baca sekilas, kok gak ada cerita soal pistol yang macet itu?”

Mulyadi berdecak, “Sengaja gue potong. Itu bakal jadi potret buruk buat Letnan Bondan dan timnya.”

“Kenapa?”

“Polisi menyuruh korban penembakan mencari pelaku dan berhadap-hadapan dengannya, yang hampir berakhir dengan baku tembak. Itu akan jadi citra yang buruk bila didengar masyarakat. Kesannya mereka nggak mampu menyelesaikan hal itu dengan kemampuan mereka sendiri.”

“Tapi tulisan gue yang rilis di Jurnal Kota kan mengatakan demikian,” ucap Adrian mengerutkan kening.

“Berarti elu nggak baca editan gue sampai habis. Gue bikin dengan gaya yang lebih diplomatis, kesannya elu hanya membantu polisi dengan investigasi elu, itu supaya mereka tidak kehilangan muka.” 

Adrian justru tidak melihatnya dari sudut pandang demikian, namun dia tidak bisa berkata apa-apa atau pun berdebat dengannya sebab Mulyadi adalah Pemimpin Redaksi dan dia bisa mengatur berita yang muncul sesuai seleranya dengan jabatan yang disandang, “Lagipula yang sudah ada tidak kalah menarik, kan? Terbukti kasus elu tetap viral.”

“Yeah, gue rasa elu benar….” Adrian balas menganggguk.

Lihat selengkapnya