CAHAYA DI BALIK BAYANG

Lewi Satriani
Chapter #33

Bab 33 : Maafkan Aku, Aku Mengampunimu

Suasana di dalam ruangan itu begitu tegang, seolah-olah waktu berhenti sejenak untuk memberi ruang bagi perasaan-perasaan yang tak terucapkan. Adrian menyodorkan kotak rokok kepada Rizky yang segera mengambilnya dan mengambil dari dalamnya sebatang. Adrian menyalakan korek api untuk membantu menyalakan rokok Rizky. Sang tahanan mengisap rokoknya dalam-dalam lalu menghembuskan asap ke udara dengan wajah yang seolah baru saja menikmati sesuatu yang sudah tidak dirasakannya bertahun-tahun.

Akhirnya, Adrian yang pertama kali memecah keheningan. "Rizky," ucap Adrian dengan suara yang sedikit bergetar. Dia mencoba untuk tidak menunjukkan rasa takut atau kebingungannya, tetapi sulit untuk menyembunyikan perasaan itu sepenuhnya. "Aku datang ke sini karena...aku butuh jawaban."

Rizky tidak langsung menjawab. Dia menundukkan kepalanya, seolah merenungkan kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Adrian. Ada jeda yang cukup lama sebelum akhirnya dia mengangkat wajahnya dan berkata dengan suara serak, “Aku tidak akan menjawab apapun pertanyaanmu. Kamu pikir kamu bisa menjebakku seperti dulu?”

Adrian menarik napas dalam-dalam, mencoba mencari keberanian untuk mengucapkan kata-kata yang sudah lama tertahan di dalam hatinya. "Mengapa?" tanya Adrian, suaranya penuh dengan emosi. "Mengapa kamu melakukan itu? Mengapa kamu menembakku?"

Rizky terdiam sejenak, lalu menutup matanya sejenak sebelum membuka kembali dan menatap Adrian dengan mata melotot, “Kamu itu bodoh atau naïf? Tentu saja aku harus melakukannya karena tindakanmu yang serampangan dan berpotensi menghancurkan seluruh hidupku. Lihat apa yang terjadi setelah kamu menerbitkan berita itu, kan?” dia melambaikan tangan ke sekeliling ruangan.

“Apalagi yang kuhancurkan?” Adrian bertanya, ada rasa kesal di dalam hatinya mendengar perkataan Rizky yang seolah menjadi hakim atasnya, padahal bila dipikirkan dengan akal sehat sebenarnya Rizky sendiri yang seharusnya sadar bahwa itu salahnya sendiri.

"Aku kehilangan segalanya—pekerjaan, keluarga, harga diri. Semua yang pernah aku miliki hilang begitu saja, dan aku mulai menyalahkan semua orang, termasuk dirimu..." Rizky menjelaskan panjang lebar.

Adrian mendengarkan dengan seksama, mencoba memahami rasa sakit yang ada di balik kata-kata Rizky. Dia bisa merasakan bahwa Rizky sedang berusaha untuk jujur, meskipun kata-kata yang dia ucapkan terasa begitu pahit. Dia sudah tahu bahwa istri Rizky menceraikannya setelah dia ditangkap KPK, mertuanya yang memberi posisi dan jabatan di perusahaan yang diduga melakukan manipiulasi juga mendepak Rizky karena pria itu dianggap tidak becus mempertahankan keluarga dan pekerjaannya, dan tidak ada teman-temannya yang peduli padanya selama menjalani hukuman.

Namun dari cerita Rizky hari itu Adrian baru tahu kepedihan yang berlanjut dari sekedar kehilangan semua hal. Dia melakukan kasus-kasus manipulasi tanah itu demi istrinya yang mata duitan dan selalu merasa kekurangan uang, jadi dia perlu banyak uang dan lebih banyak lagi. Dan hanya beberapa bulan berselang setelah menceraikannya, wanita itu menikah lagi dengan lelaki lain yang menjabat eksekutif di BUMN. Kedua anaknya yang masih berusia tiga tahun dititipkan ke panti asuhan karena tuntutan dari suami baru mantan istrinya yang tidak ingin mengasuh anak-anak Rizky. Sekeluar dari penjara Rizky mencari anaknya namun panti asuhan yang merawatnya sudah memberikan anak itu ke pasangan yang berdomisili di Sulawesi untuk diadopsi, sehingga Rizky kehilangan jejak sang anak.

Rizky berusaha membangun kembali kehidupannya dengan mencari pekerjaan tapi tidak mudah mendapat pekerjaan bagi eks narapidana, beruntung tidak semua uang simpanannya ditahan oleh Negara sehingga dia masih bisa bertahan dengan uang hasil penipuannya. Dengan modal yang ada Rizky lalu berbisnis, dan berkat kenalannya di penjara dia mendapat jalur ke penjualan senjata api illegal. Itu sebabnya dia bisa membawa pistol dengan bebas. Dan rupanya selama itu dia mencari kesempatan membalas sakit hatinya pada Adrian yang telah memenjarakannya.

Rizky terdiam sejenak, mengatur napasnya yang mulai memburu. "Jadi, ketika aku melihat kamu keluar dari kantor Jurnal Kota dan pergi ke taman itu sendirian... aku tidak bisa menahan diri.”

“Jadi sudah berapa lama kamu memata-mataiku?” Adrian terhenyak.

“Cukup lama untuk tahu kalau tidak akur lagi dengan pacarmu, tidak pernah di kantor dari jam 10.00 sampai jam 16.00 karena berkeliaran di luar sana mencari berita, tapi sebelum masuk ke kantor kamu selalu menyempatkan mampir ke JCo untuk membeli kopi dan donat untuk kudapan sore.”

“Ya, Tuhan…kamu mengawasiku dengan sebegitunya,” Adrian berdecak, dia merasa kagum pada kegigihan lelaki ini sekaligus ngeri karena ada seseorang yang mengintainya sebegitu lama tanpa dia mneyadarinya sama sekali, padahal itu yang seharusnya dia lakukan saat memburu objek berita.

Lihat selengkapnya