CAHAYA DI BALIK BAYANG

Lewi Satriani
Chapter #36

Bab 36 : Rekomendasi di Warung Sop Kambing

Pelayan warung datang membawa dua mangkuk besar sop kambing dengan nasi putih yang mengepul. Aroma kaldu yang kental dengan rempah-rempah seperti jahe, kayu manis, dan kapulaga segera menguar. Pelayan juga meletakkan dua gelas teh manis panas di atas meja sebelum kembali ke dapur. Namun sajian itu sepertinya diindahkan oleh Mulyadi dan Adrian. Adrian asyik bercerita tentang pengalaman interdimensinya bertemu Paus Yohanes Paulus, sementara Mulyadi sibuk mendengarkan.

Mulyadi menyandarkan punggungnya ke bangku, tampak terkesan sekaligus terkejut, tak sekalipun dia memotong cerita Adrian sampai selesai, "Luar biasa. Pengalaman seperti itu jarang terjadi, apalagi bisa mengubah cara pandang seseorang."

"Bahkan setelah itu, gue merasa harus memaafkan Rizky. Bukan hanya untuk dia, tapi juga untuk diri gue sendiri," lanjut Adrian dengan nada suara yang lebih tenang. “Dan bukan hanya memaafkan Rizky. Gue juga memaafkan Clara atas apa yang sudah diperbuatnya.”

“Serius? Berarti elu ketemu dia langsung?” Mulyadi bertanya dengan takjub.

“Gue ke Medan. Ketemu dia langsung. Dan rekonsiliasi sudah terjadi diantara kita,” balas Adrian.

“Sayang, cerita macam itu nggak bisa diunggah di Jurnal Kota…” komentar Mulyadi dengan decakan kagum.

“Yeah, gue tahu itu bakal elu potong dengan kejamnya,” ujar Adrian. “Seperti kejadian yang gue gagal ditembak.”

“Tapi tetap, elu harus menulisnya, Adrian. Mungkin di platform lain. Cerita tentang perjalanan elu, dari awal tertembak hingga akhirnya bisa memaafkan Rizky setelah pertemuan aneh itu, itu lebih dari sekadar berita. Itu kisah hidup yang bisa menginspirasi banyak orang." Mulyadi mengaduk sop kambingnya perlahan, membiarkan aroma kaldu yang kaya menyentuh hidungnya. “Elu yakin nggak mau menerima panggilan interview Kick Andy? Elu bisa cerita banyak di situ.”

Adrian menggeleng, “Aaah, gue melakukan ini bukan untuk jadi tontonan di TV. Gue melakukan ini untuk kesembuhan gue sendiri.”

“Iya, tapi sayang kalau orang-orang tidak mendengar pengalaman elu itu. Coba aja bikin buku,” Mulyadi memberi saran.

Adrian terdiam, mencerna usulan itu. Menulis buku? Ia tidak pernah membayangkan dirinya menulis sesuatu selain artikel berita. Mulyadi memang selalu bisa melihat potensi yang tersembunyi di balik setiap kejadian. "Gue akan memikirkannya…"

"Gue harap begitu," kata Mulyadi sambil tersenyum. Ia kemudian menyeruput kuah sopnya, menikmati kelezatan yang sudah lama tidak dirasakannya.

Setelah beberapa menit menikmati makanan, Mulyadi meletakkan sendoknya dan mengusap bibirnya dengan tisu. Wajahnya berubah serius. "Sebenarnya ada sesuatu yang perlu gue sampaikan ke elu, Adrian. Dan gue mau jadi orang pertama yang mendengar ini dari gue…"

Lihat selengkapnya