Pagi itu, Livie berangkat ke pasar dengan harapan baru setelah semalam yang penuh dengan merenung dan doa. Meskipun dia merasa lebih tenang, ketegangan di rumah dan gangguan dari anak-anak desa masih membayangi pikirannya.
Di pasar, Livie memulai hari dengan semangat yang sedikit meningkat, berusaha untuk mengabaikan segala ketidaknyamanan yang ada di sekelilingnya. Namun, perasaan cemasnya kembali muncul ketika dia melihat Alina dan Jarek melintas di dekat stan dengan wajah serius. Mereka berdua sepertinya memiliki misi yang lebih besar dari sekadar berbelanja.
Alina, dengan mata tajamnya, menghampiri Livie. “Livie, ada hal penting yang harus kita bicarakan,” katanya dengan nada yang keras. “Kita perlu berbicara tentang perilakumu dan bagaimana ini mempengaruhi keluarga.”
Livie merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. “Apa yang ingin kau bicarakan?”
Alina tidak memberikan jawaban langsung dan justru menatap Livie dengan penuh tekanan. “Kita akan mengadakan pertemuan keluarga malam ini. Semua orang akan hadir, dan kau juga harus ada.”
Ketika Livie berusaha untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi, Alina dan Jarek pergi tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Perasaan khawatir menyelimuti Livie, dan dia bertanya-tanya apa yang akan terjadi dalam pertemuan keluarga malam itu.